"Aku akan menikahinya, tetapi tolong penuhi permintaanku, aku ingin sebuah rumah di distrik Beta dan selembar kartu dengan satu juta dolar di dalamnya. Kurang dari itu anggap saja kalian tidak pernah datang kemari."
"Dasar anak tidak tahu terimakasih! Kau..."
Soma Kenta ingin memarahi Haruka lagi, tetapi Sarah Lan menghentikannya.
"Sudahlah Sayang. Haruka terbiasa hidup di lingkungan buruk seperti ini, wajar saja jika dia menjadi serakah. Penuhi saja permintaan Haru, aku takut Hanah menjadi sakit jika berlama-lama di tempat ini."
Sarah Lan bermain dengan Kalkulator kecil di kepalanya. Sebuah rumah di distrik Beta tidak terlalu mahal, satu juta dolar pun, hanya sebanding dengan dua atau tiga tas keluaran terbatas.
Sebanyak itu cukup murah untuk menyelesaikan masalah Soma Hanah dan melindungi nama baik kedua keluarga. Namun, Soma Kenta entah mengapa masih merasa tidak rela. Wajah pria itu nampak masam, jika saja Sarah Lan tidak menghentikannya, pasti permintaan Haruka sudah ia tolak.
"Dasar anak nakal, aku akan turuti permintaanmu, tetapi jika kau berkelakuan buruk nanti, kamu harus siap untuk konsekuensinya!"
Haruka merasa perkataan ayahnya itu sangat lucu, setelah belasan tahun ia bertahan di neraka, ayahnya akhirnya datang hanya untuk melontarkan ancaman dan sumpah serapah.
"Aku hanya akan menikah jika permintaanku dipenuhi. Ini sudah larut, cepatlah kalian angkat kaki dari tempat ini, aku tidak ingin nenek melihat wajah kalian dan bermimpi buruk."
Urat leher Kenta muncul lagi, Haruka mengejeknya dan ia ingin membalas. Namun, Sarah Lan menghentikannya lagi. Tujuan mereka sudah tercapai, untuk apa lagi berlama-lama di tempat yang membuat mereka harus membuang pakaian yang mereka kenakan setelah ini. Sarah dan Hanah membujuk Kenta, kemudian mereka pergi tanpa permisi.
"Haru!" Suara wanita tua terdengar dari arah pintu, tidak lama setelah kepergian keluarga Soma. "Apakah ayahmu tadi kemari?" Wanita tua berambut putih bertanya pada Haruka. Daripada marah, wanita tua itu justru memperlihatkan dengan jelas kekhawatirannya.
"Nenek, kenapa hari ini pulang cepat? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Haru, mengalihkan pembicaraan. Namun, neneknya tetap gigih. "Haru, apa yang diingankan laki-laki itu darimu?" tanya sang Nenek lagi.
Hati Haruka teriris melihat butiran air di sudut mata neneknya. Haru menuntun neneknya untuk duduk di sofa, Haru kemudian menceritakan semuanya sambil bersandar di bahu kurus wanita tua yang telah merawatnya selama belasan tahun.
"Apa kamu bodoh!?" tangis sang nenek pecah mendengar apa yang sudah Haruka sepakati dengan ayahnya. "Menikahi laki-laki seperti itu di usiamu yang masih sangat muda... lalu bagaimana dengan masa depanmu? Nenek tidak membutuhkan rumah yang layak atau uang untuk pensiun itu, yang Nenek inginkan hanyalah kebahagiaanmu, Haruka!"
"Lalu, apa nenek ingin aku menemukan laki-laki yang aku sukai kemudian dikhianati seperti ibu? Aku pikir lebih baik begini, dengan menjadi menantu keluarga Yon, orang-orang brengsek itu jadi tidak bisa macam-macam lagi dengan kita." Haruka terus menundukkan wajahnya, meskipun ia tidak gentar dihadapan amarah Soma Kenta, Haruka tidak sanggup melihat wajah sedih sang nenek.
"Meskipun dia lumpuh, dia berasal dari keluarga Yon. Nenek tidak perlu mengkhawatirkan apapun, bahkan jika perceraian terjadi, keluarga Yon pasti memberikan kompensasi, ini pilihan paling menguntungkan."
"Na-namun, bagaimana dengan sifat suamimu? Nenek takut dia seperti ayahmu." Tangan wanita tua itu menggenggam tangan Haruka dengan erat. Hal inilah yang paling dikhawatirkannya, sang nenek tidak ingin Haruka berakhir tragis seperti sang ibu.
"Entahlah, Nek. Setidaknya akan sulit baginya untuk melakukan KDRT dan berselingkuh."
Wanita tua itu kehilangan kata-kata, saat itulah Haruka memeluknya dengan tangis.
Keesokan harinya, keluarga Soma memberikan sertifikat rumah dan uang yang Haruka minta. Kurir yang mengantarpun dititipi pesan ancaman untuk Haruka, kata-kata kasar penuh kesombongan itu jelas berasal dari Soma Kenta.
Soma Haruka dan neneknya pindah ke rumah baru di distrik Beta, dia juga mencari seorang perawat profesional untuk sang nenek. Haruka tinggal menunggu utusan keluarga Yon untuk menjemputnya.
Haruka memanfaatkan waktunya untuk menenangkan sang Nenek. Haru ingin lebih lama menemani neneknya di lingkungan baru, tetapi pernikahannya tinggal sehari lagi dan mobil jemputannya pun sudah sampai. Haru meninggalkan wanita tua itu dengan usaha agar tetap tegar.
Sopir membawanya masuk ke kediaman keluarga Yon, kemudian secara khusus pergi ke tempat tinggal Daniel Yon. Begitu Haru sampai, seorang pelayan langsung mengarahkannya ke kamar Daniel Yon.
Haruka mengambil napas dua kali sebelum mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu. Ekspresi muram para pelayan di dalam rumah itu membuat rasa gugup Haru berlipat ganda. Apalagi ketika menyelidiki tentang Daniel Yon, hanya rumor buruk yang Haru dapatkan.
Tok Tok Tok
Pintu diketuk berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Haruka memegang gagang pintu, mendapati kalau pintu itu tidak terkunci.
"Tuan Yon, kalau Anda tidak menjawab, Saya anggap kalau Anda memperbolehkan Saya untuk masuk."
Masih tidak ada jawaban dari Daniel, meskipun Haruka bisa mendengar aktifitas seseorang di dalam kamar itu.
Mengabaikan tatapan para pelayan, Haruka mendorong pintu kemudian masuk ke dalam. Ruangan itu sangat gelap, padahal langit begitu cerah di luar.
Di tengah ruangan, Haruka mendapati Daniel duduk dikursi rodanya dengan kaki yang tertutup oleh selimut. Haruka memutar kepalanya, mencari letak saklar lampu ruangan itu.
"Pergilah!" Daniel mengusirnya, tetapi Haruka menghiraukan suara serak rendah bagai gumaman itu.
Lampu menyala, Haruka tidak bisa tidak terkejut ketika melihat wujud Daniel yang begitu berbeda dengan gambar yang dipajang di ruang tamu.
Pipi pria itu melengkung mengikuti tulang rahang, seolah meneriakkan bahwa bobot tubuhnya kurang dari empat puluh kilogram. Kulit putih pucat seperti mayat, bau alkohol yang padat, ditambah dengan tatapan mata yang terlihat seperti ikan mati. Haruka menyadari, pria yang ada di hadapannya ini sebenarnya sudah lama mati.
Rambut sebahu berantakan, bibir kering yang menggumamkan kata-kata yang tidak jelas, julukan 'Tuan Muda Gila' pasti berasal dari sana.
"Apa telinga itu hanya pajangan? Aku bilang pergilah, jangan sia-siakan hidupmu untuk orang sepertiku."
Meskipun Daniel memperjelas penolakannya, Haruka tetap tidak peduli. Bagi Haruka, aura haus darah dan mata yang menginginkan balas dendam milik pria itu jauh lebih menarik. Orang normal mungkin akan bergidik. Namun, tidak dengan Haruka yang memiliki aura yang sama.
Daniel Yon yang diidam-idamkan oleh ribuan gadis, hanya dalam kurun waktu satu malam, sudah tidak ada lagi gadis yang menginginkannya. Melihat kondisi Daniel memberi harapan untuk Haruka, bahwa sebuah menara yang memiliki pondasi kuat pun, masih bisa runtuh oleh sesuatu yang disebut goncangan.
Menara keluarga Soma yang sebelumnya ia pandang sebagai benteng tak tertembus sudah tidak ada lagi. Haruka bisa melihat cahayanya sekarang, cahaya suci balas dendam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Perantau Tua
Hanya bisa tersenyum
2023-02-24
3