Secangkir Tetesan Air Mata Diana
Hari Jumat jam empat soreh, matahari sudah bersembunyi dibalik langit gelap seiring udara sangat dingin. Langit juga menurunkan derasnya hujan seolah menutupi isak tangisku, air mataku pecah tidak terbendung lagi. Sekuat mungkin aku segera meluapkan emosi yang terpendam selama ini. Sesaknya sakit hati sampai merusak semua kesehatan dan mental ku.
Pikiran ku kacau aku mati rasa, tanpa ekspresi seakan raga ku bak patung reflek menerima semua perlakuan tidak enak. Organ ku seperti terbiasa menolak hawa nafsu, aku terlalu terbebani dengan aturan dari mertua. Ditambah pekerjaan kantor, kegiatan rumah tangga, suami dengan penuh tanggung jawab, dan lagi tetangga julid menjadi kompor.
Kemudian tidak terasa sudah berjam-jam guyuran hujan membasahi ku, sepertinya hujan betah sekali mendukung kesedihanku.
Akal sehatku sedang tidak baik-baik saja bikin aku frustasi. Masalahku mentok karena hal sepele tapi beruntun terus-menerus.
“Sayang aku mohon bersabarlah, Abang juga lagi berusaha cari uang buat tambahan hutang keluarga Abang,” susul suamiku Dhani Evans, usianya 30 Tahun beda tiga tahun dariku. Dia mencoba terus agar aku tenang, di mata ku dia sosok yang aku kagumi. Aku mencintai dirinya dengan ridho Allah, aku mencintai sepenuhnya karena pilihan hatiku tapi entah kenapa aku belum bisa sepenuhnya mencintai keluarganya terutama mama mertua.
“Aku cinta sama kamu, Abang sayang sama kamu. Jangan kasih Abang pilihan terus, harus milih kamu atau Mama. Kalian tanggung jawab Abang sampai akhir hayat,” kata Dhani lirih dan akupun pilu mendengarnya.
“Bertahanlah sebentar lagi demi Anjas anak kita,” seru Dhani.
Perasaan cinta dan sayangnya meluluhkan hatiku, tubuhku seolah pasrah menerima pelukan dari pundak suamiku yang hangat. Serentak sinyal kasih dari Dhani menjernihkan pikiranku. Alhasil hatiku terasa amat nyaman membalas rasa cintanya. Kami saling merangkul erat ditengah dinginnya guyuran hujan menjadi kehangatan yang tenang di hati, aku rindu pelukan hangatnya.
Aku Diana Fariza sedari kecil berusaha sendiri mencapai keinginanku tapi entah kali ini aku susah sekali bertahan agar keluarga kecilku bahagia dan nyaman. Aku terusik bahkan menerima rasa gelisah di usia ku memasuki 27 Tahun dan aku sudah memiliki satu anak bernama Anjas.
Aku memiliki dua adik bernama Gio dan Puteri, aku dan Gio beda dua tahun. Mereka juga berusaha hidup mandiri karena kami dibesarkan oleh seorang Ibu yang kuat dan tangguh, kemahirannya menjahit baju turun padaku. Ibuku bernama Lita Daniar, dia juga tangguh memiliki tabungan yang cukup untuk menghidupkan kami sekeluarga.
Aku bekerja di gedung pernikahan bagian staff paket pernikahan. Syukurnya hasil gajiku bisa untuk biaya kuliah aku dan Gio, selesai kuliah dia juga sudah diterima bekerja di perusahaan asing bergerak di bidang minyak bumi dan gas sedangkan Puteri menjadi pramugari sembari kuliah. Di masa tua Ibu sekarang, dia sudah berhenti menjahit. Kesehariannya menjalankan ibadah kemudian memasak dan ikut pengajian di masjid terdekat.
Dhani Perdana suamiku bekerja di perusahaan jasa bidang telekomunikasi, dia sangat pekerja keras, rajin dan pintar.
Lalu sebelum memutuskan menikah dengan Dhani, kami sepakat untuk mengambil perumahan agar hidup sendiri tanpa membebani keluarga.
Awalnya sikap Mama Dhani sangat baik padaku. Waktu bulan madu di bogor, dia menyambut ku dengan hangat tapi sejak adik laki-lakinya membuat masalah besar jadi sikap Mama mertua perlahan berubah. Dia seperti anak kecil, emosinya kacau, egois dan dia mengusik semua orang.
Aku sebagai menantu dan pendatang dalam keluarga mencoba memahami masalah keluarga Dhani, mencoba mengalah atas tindakan usiknya.
Adik laki-laki Dhani bernama Yodi, dia terlilit hutang banyak karena bermain saham. Rumah keluarga Dhani di Bogor terpaksa dikontrakkan dan mereka menumpang di rumahku.
Lama-kelamaan drama rumah tanggaku kian memanas, rumahku tidak lagi senyaman dulu. Rumahku bukan lagi istanaku hanya tersisa kenangan manis disaat masa-masa pengantin baru dulu.
Kesabaranku benar-benar diuji. Kesehatan mental, hati dan pikiranku berontak tidak bisa bertahan lagi mengahadapi perilaku sadis Mama mertua berkuasa.
“Sudah main hujan-hujanan nya,” sindir Mama mertua ku menjelit sengit, bibirnya juga condong ke depan berkata padaku dan Dhani.
Mama mertua bernama Sari Agustina, dia sebaya dengan Ibuku umurnya 55 Tahun.
“Ma, cukup kasih kami ruang untuk sendiri,” balas Dhani kesal.
“Mama cuman bicara bukan menganggu kalian,” kata Mama mertua kembali mendongakkan wajahnya.
Hari itu aku memutuskan untuk istirahat, seharian dikamar menikmati helaan nafas panjangku dan tidak terasa air mataku menetes sembari menghirup secangkir teh hangat aroma wangi bunga. lalu Anjas diurus dan bermain bersama Dhani.
Aku memulihkan tenaga, pikiran dan mental ku dari semua drama dari Mama mertua. Aku haus akan pembelaan Dhani tapi dia tetap menjaga perasaan Mamanya. Aku juga memilih kabur setelah hampir emosi ku terbakar. Akal pikiran ku seperti terputus menghadapi Mama mertua, merasakan melewati ujian berat dalam rumah tangga ingin sekali aku kembali masa kecil. Hidup dalam pelukan Ibu seorang yang senantiasa memberi rasa kasih sayang kepada semua anaknya.
Ibu juga selalu ada untuk anak-anaknya, mendengar keluh kesah anaknya tapi jika hidup anaknya sedikit menyimpan ocehannya selalu membuat kangen.
Berhubung aku sudah menikah Cinta dan pelukan Dhani adalah obat dari penyakit dilema ku.
Pelukannya adalah hal terindah dan ternyaman untuk waktu yang lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Leni Lidiarsih
ngontrak aja Diana kabuuur
2023-08-10
1
Dina Hidayati
Lanjoot thoor
2023-07-26
0
Yunerty Blessa
moga ada solusi nya Diana..
lanjut..
2023-07-04
0