"Misi kedua adalah mengantarkan makan siang pada suami," gumam Laura ketika membaca misi yang tertera pada panel tersebut.
Laura menghela nafasnya. Rasanya berat sekali misi kali ini. Dia teringat akan pekerjaan yang mengharuskannya untuk berada di luar kota.
Tring!
Suara notifikasi dari ponselnya membuat Laura tersadar dari lamunannya.
Segera diambil ponsel tersebut dari sakunya. Dahinya mengkerut melihat notifikasi pada layar ponselnya yang berasal dari m-banking nya.
"Dua juta rupiah?" celetuk Laura ketika melihat ada uang masuk pada rekeningnya senilai dua juta rupiah.
Laura kembali melihat ke arah panel yang masih terlihat olehnya. Di bawah misi yang akan dijalankannya besok, tertera nominal hadiah yang akan diterimanya setelah berhasil menjalankan misi tersebut.
"Empat juta rupiah?" gumam Laura seraya melihat kembali pada layar ponselnya.
"Jadi, uang ini hadiah dari misi pertama. Astaga… aku lupa jika memang setiap misi akan diberi hadiah dua juta rupiah dan akan ada bonus untuk setiap misi yang mempunyai tingkat kesulitan tertentu," gumam Laura kembali yang teringat akan ketentuan dari hadiah dari misinya.
Laura kembali melihat ke arah panel tersebut. Dia merasa heran karena hadiah kali ini senilai dua kali lipat dari hadiah sebelumnya.
Ternyata di bawah tulisan misi tersebut tertera ketentuannya. Jika dilakukan pada saat jam makan siang dan tidak terlambat, maka dia akan mendapatkan uang senilai empat juta rupiah.
Sedangkan jika dilakukan melewati jam makan siang, maka dia akan mendapatkan hadiah senilai dua juta rupiah dengan syarat tidak boleh terlambat lebih dari tiga puluh menit.
Laura kembali menghela nafasnya. Dia memejamkan matanya sekejap untuk meyakinkan dirinya bahwa dia bisa melakukannya.
Ayo Laura, kamu bisa. Kamu harus bisa. Lakukan semuanya agar cepat selesai dan terbebas dari hutang, serta bebas dari semua misi yang diberikan oleh benda itu, Laura berkata dalam hatinya.
"Sayang, mana minuman hangat ku?" seru Arsenio dari dalam kamarnya.
Laura mendengus kesal mendengar suaminya yang selalu saja menyuruh-nyuruh dirinya untuk melakukan semua yang dimintanya.
Namun, semua tetap saja dilakukannya. Kini dia membawa tray yang terdapat dua gelas minuman hangat menuju kamarnya.
Terlihat Arsenio yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih sedikit basah. Dan pinggangnya masih terlilit handuk besar yang berwarna putih.
Laura meletakkan tray yang dibawanya di atas meja yang ada di dalam kamar tersebut seraya berkata,
"Ini minumannya Mas."
Arsenio menatap Laura sedari tadi dia masuk ke dalam kamar itu. Jujur saja, dia masih heran dengan perubahan sikap istrinya. Dalam hatinya berkata,
Apa dia sudah tidak marah padaku tentang kematian ibunya? Tapi, kenapa secepat itu? Apa dia sadar jika kematian ibunya bukan kesalahanku?
"Mas, kenapa diam? Ini minumannya cepat diminum, nanti keburu dingin," ucap Laura yang sudah duduk di sofa sambil memegang gelas miliknya.
Arsenio pun segera memakai kaos yang ada di tangannya dan berjalan ke arah istrinya. Dia duduk di dekat istrinya sambil menikmati minuman hangat yang dibuat oleh Laura.
Laura tidak banyak bicara, dia hanya menikmati minumannya dan setelah itu dia bersiap untuk tidur.
Tentu saja dia masih marah pada suaminya. Ibunya meninggal karena keegoisan suaminya dan saat-saat dia sangat membutuhkan suaminya, Arsenio tidak ada bersamanya. Bahkan suaminya itu tidak mengetahui jika ibu mertuanya sudah meninggal dunia.
Tanpa berkata-kata, Laura beranjak dari duduknya setelah meletakkan gelas tersebut di atas meja yang ada di hadapannya.
"Mau ke mana?" tanya Arsenio yang kaget melihat istrinya beranjak dari duduknya.
"Aku lelah. Aku akan tidur sekarang. Jika kamu lapar, makanlah, aku sudah menyediakan semuanya di meja makan," jawab Laura sembari merebahkan tubuhnya di ranjang.
Setelah dia sadar dari mabuknya, dia tidak berani memerintah istrinya. Dia takut jika istrinya akan kembali marah padanya.
Tiba-tiba perutnya berbunyi. Tangan Arsenio mengusap perutnya agar tidak berbunyi kembali.
Dia menatap ke arah istrinya yang sudah memejamkan matanya. Helaan nafas Arsenio terdengar sangat berat. Hingga kakinya pun sangat berat meninggalkan kamar tersebut menuju meja makan.
Laura membuka matanya setelah mendengar suara pintu kamar tersebut ditutup. Dia yakin jika suaminya keluar dari kamar tersebut.
Jujur saja, jika dia melihat suaminya, dia teringat akan ibunya. Dadanya terasa sesak membayangkan ibunya yang kesakitan saat itu
Seandainya…. Seandainya aku… , Laura tidak dapat melanjutkan perkataannya meskipun dia mengatakannya dalam hatinya.
Beberapa saat kemudian, Arsenio kembali ke dalam kamarnya. Laura kembali berpura-pura memejamkan matanya. Dia tidak ingin berbicara ataupun melakukan hal lainnya bersama dengan suaminya.
Tampaknya Arsenio mempercepat makannya karena dia makan sendirian. Biasanya selalu ada istrinya yang menemaninya.
Arsenio segera merebahkan tubuhnya di samping istrinya. Saat ini Laura sedang membelakanginya. Tangan Arsenio melingkar pada pinggang istrinya dan memeluk dengan erat tubuh istrinya itu.
Laura hanya diam saja. Dia tidak bisa menolaknya karena misi yang dijalaninya. Tapi hati kecilnya meronta. Dia tidak ingin disentuh oleh suaminya yang saat ini sedang dibencinya.
Tanpa sadar air matanya menetes di pipinya. Dia teringat akan ibunya. Dan sialnya lagi dia harus berusaha baik-baik saja dan menyenangkan suaminya yang menurutnya adalah penyebab dari kematian ibunya.
Matanya pun tertutup. Dia benar-benar lelah saat ini. Lelah hati dan juga pikirannya.
Keesokan harinya, Laura merasa seperti sedang berlari dalam setiap keadaan. Dia menyiapkan pakaian suaminya, menyiapkan sarapan, menyiapkan kopi untuk suaminya dan pekerjaan lainnya sebelum dia berangkat bekerja.
Berbeda dengan Arsenio yang hidupnya selama ini selalu bergantung pada Laura. Selama ini dia hidup layaknya seorang raja yang selalu disiapkan oleh Laura.
"Aku ada pekerjaan di luar. Mulai hari ini dan jika tidak ada halangan, aku akan pulang besok," tutur Laura setelah menelan makanannya.
Sontak saja Arsenio tersedak makanannya. Lagi-lagi dia merasa heran dengan istrinya yang bersikap baik setelah marah-marah tempo hari padanya. Dan sekarang, istrinya itu seolah menghindarinya dengan tidak pulang ke rumah yang menggunakan alasan pekerjaan.
Laura segera memberikan gelas yang berisi air putih pada suaminya seraya berkata,
"Ini minumnya."
Arsenio menerima gelas tersebut dan meminumnya. Dia masih saja memperhatikan istrinya yang terlihat sedang makan dengan sangat tenang.
"Apa nanti kamu ada di kantor?" tanya Laura setelah meneguk minumannya.
"Masih belum bisa dipastikan karena sepertinya kita akan mencari lokasi untuk iklan selanjutnya. Tapi hari ini juga ada audisi untuk bintang iklan yang akan kami buat," jawab Arsenio sambil menatap istrinya.
Laura mengangguk-anggukkan kepalanya menanggapi jawaban dari suaminya. Dan itu membuat Arsenio bertambah heran pada istrinya.
"Ada apa? Tumben kamu bertanya tentang pekerjaanku?" tanya Arsenio menyelidik.
"Tidak ada apa-apa. Nanti tolong kabari aku jika pada saat jam makan siang kamu keluar dari kantor," ucap Laura mengakhiri pembicaraan mereka.
Dia segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya. Tangan kirinya membawa tasnya dan tangan kanannya menggeret koper yang berisi keperluannya untuk syuting selama beberapa hari.
"Tunggu sebentar. Kita berangkat bersama," seru Arsenio sembari berjalan ke arah istrinya.
Sesampainya di kantor, Laura segera berangkat bersama-sama dengan timnya menuju tempat lokasi syuting mereka.
Baru saja beberapa jam mereka berada di tempat tersebut, kini Laura harus kembali untuk mengantarkan makan siang suaminya.
"Apa? Kamu tidak ada di kantor?" seru Laura ketika sedang berbicara dengan suaminya melalui telepon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments