Suasana di ruang makan sangat hening. Hanya terdengar denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring saat itu.
Laura makan dengan lahapnya dan mengacuhkan Arsenio yang duduk di hadapannya.
Setiap Arsenio memakan makanannya, matanya selalu memandang ke arah istrinya. Dia ingin mengatakan sesuatu pada istrinya, hanya saja dia merasa takut jika istrinya kembali mengamuk di meja makan.
Laura tahu jika Arsenio sedang memperhatikannya. Tapi, dia tetap teguh dengan pendiriannya untuk mengacuhkan suaminya.
Setelah beberapa saat mereka makan dengan diam, Laura menyilangkan sendok dan garpunya di atas piring. Diambilnya gelas yang berisi air putih di sampingnya dan segera diminumnya.
Semua dilakukannya dengan cepat agar cepat selesai dan kembali ke kamarnya.
Namun, ketika dia baru saja beranjak dari duduknya, suara Arsenio menghentikannya.
"Aku akan mengembalikannya besok. Tolong ijinkan aku untuk memainkannya malam ini saja," ucap Arsenio dengan wajah mengiba pada istrinya.
Laura duduk kembali pada kursinya. Dia menatap lekat manik mata suaminya seraya berkata,
"Apa jaminannya jika besok barang itu masih ada di sini?"
Seketika wajah Arsenio menegang. Dia merasa jika istrinya sangat mengerikan saat ini. Dengan tatapan kemarahannya itu mampu membuat nyali Arsenio menciut.
"Jika besok barang itu masih ada di sini, aku akan mengenyahkannya," ujar Laura dengan tegas.
Setelah itu dia berdiri dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Arsenio yang masih mematung di tempat duduknya.
Arsenio mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia benar-benar bingung sekarang ini.
"Ah, gak taulah, pusing. Mendingan sekarang main aja dulu. Siapa tau nanti tiba-tiba terpikirkan caranya," gerutu Arsenio sambil berdiri dari duduknya.
Dia segera berjalan cepat menuju ruang tengah, di mana ruangan itu digunakan untuk menonton televisi.
Seolah lupa akan masalah yang dihadapinya, Arsenio tersenyum senang memainkan game tersebut.
Selama berjam-jam dia memainkan hampir semua game yang ada pada konsol game tersebut.
Dia melihat ke arah jam dinding yang menggantung di dinding ruangan tersebut.
"Sudah jam satu dini hari. Pantas saja mataku sudah sangat berat. Lebih baik aku menyudahinya untuk hari ini. Besok aku akan memainkannya lagi," ucap Arsenio sambil mengusap-usap matanya dan menguap.
Segera dia berdiri dari duduknya. Sejenak dia terdiam. Setelah itu dia segera memasukkan kembali konsol game PS5 yang dimainkannya tadi ke dalam box-nya.
Dengan langkah cepatnya Arsenio membawa box yang berisi PS5 tadi menuju gudang.
"Sepertinya akan lebih aman aku letakkan di sini saja," ucap Arsenio setelah meletakkan box yang berisi PS5 tadi pada tumpukan karton dan menutupinya dengan beberapa kain gorden bekas yang sudah tidak terpakai.
Bibir Arsenio melengkung ke atas ketika melihat box konsol game miliknya tersembunyi dengan sempurna. Kemudian dia berkata,
"Aku harus membeli televisi untuk memainkannya di sini."
Setelah itu dia keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menuju kamarnya. Digerakkannya handle pintu kamar tersebut berulang kali, tapi nyatanya pintu kamar tersebut tidak dapat terbuka.
Laura benar-benar mengunci pintu kamar itu dari dalam. Arsenio menggaruk kepalanya dan mengacak-acak rambutnya dengan kasarnya. Sehingga terlihat sekali jika saat ini dia begitu frustasi.
Bahkan helaan nafasnya saat ini menunjukkan sangat beratnya situasi yang dihadapinya.
"Sepertinya aku benar-benar harus tidur di sini malam ini," ucap Arsenio seraya merebahkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang tengah.
Dia pun mulai memejamkan matanya untuk menjemput mimpinya.
Keesokan harinya, seperti biasa Laura menyiapkan sarapan hanya dengan menyajikan roti tawar yang sudah dioles dengan selai kacang kesukaan mereka berdua.
Dia merasa kesal pada suaminya karena tidak membereskan bekas makanan mereka semalam. Semuanya masih berada di meja makan, sama seperti pada saat dia meninggalkan meja makan itu setelah selesai makan malam.
Namun, dia hanya diam karena terlalu malas untuk berdebat dengan suaminya. Dan dia juga tidak ingin merusak mood paginya dengan meneriaki suaminya yang tidak pernah mau mengerti istrinya.
Setelah itu mereka berdua berangkat kerja bersama menggunakan mobil yang dibawa oleh Arsenio. Seperti biasanya, Arsenio mengantarkan Laura menuju kantornya.
Mobil mereka hanya satu. Oleh karena itu mereka menyepakati jika mobil tersebut digunakan oleh Arsenio dengan alasan Arsenio yang lebih membutuhkannya.
Arsenio seorang karyawan swasta yang bergerak dalam bidang iklan, sehingga dia membutuhkan kendaraan untuk lebih leluasa dalam bekerja.
Sedangkan Laura, dia seorang presenter variety show di sebuah televisi swasta. Dia lebih banyak berada di kantornya. Dan jika dia akan ke lokasi syuting yang berada di luar kantor, sudah pasti dia akan berangkat bersama dengan timnya.
"Ingat janjimu Mas. Jika kamu mengingkarinya, kamu pasti akan tau akibatnya," ancam Laura seraya melepas sabuk pengamannya setelah mobil tersebut berhenti tepat di depan tempat kerjanya.
Arsenio menghela nafasnya setelah istrinya menutup pintu mobil tersebut. Dalam hati dia berkata,
Sekarang aku harus meminjam uang pada siapa?
Tiba-tiba ada notifikasi pesan yang terdengar dari ponselnya. Segera dia mengambil ponsel tersebut dari sakunya.
Beeep… beeep… beeep…
Terdengar suara klakson dari belakang mobilnya. Dia mengembalikan ponsel tersebut pada sakunya dan segera melajukan mobilnya setelah melihat mobil lain berada di belakangnya.
Kini mobil Arsenio berada di tepi jalan yang diperbolehkan untuk kendaraan berhenti. Diambilnya ponsel dari dalam sakunya dan dibacanya.
Seketika bibir Arsenio mengembang ketika membaca pesan tersebut. Senyumnya itu menandakan kebahagiaan hatinya saat ini.
Dengan segera dia melajukan mobilnya menuju suatu tempat. Selang beberapa saat, kini mobilnya sudah berada di parkiran suatu kantor yang akan membantunya untuk bebas dari hukuman istrinya.
"Selamat pagi Pak, ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang laki-laki yang ada di hadapan Arsenio saat ini.
"Saya akan meminjam uang. Apa bisa?" jawab Arsenio dengan menatap sungguh-sungguh orang yang ada di hadapannya.
Ternyata Arsenio kini berada di suatu Bank yang meminjamkan dana setelah dia membaca pesan yang mengiklankan suatu pinjaman dana untuk nasabah mereka.
Dengan berbekal sertifikat rumah sebagai jaminan untuk pinjamannya saat ini, Arsenio berhasil mendapatkan uang tersebut dan menyetorkan kembali pada tabungan yang dikhususkan untuk anak mereka.
"Lancar, aman. Sekarang tidak akan ada lagi keruwetan yang aku hadapi," ujar Arsenio dengan penuh percaya diri.
Siang harinya, Laura mendapat kabar dari rumah sakit tentang keadaan ibunya yang tiba-tiba saja memburuk.
Dengan segera Laura mendatangi rumah sakit tersebut dan bergegas menuju kamar inap ibunya.
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Sayangnya Tuhan berkehendak lain. Kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya," tutur seorang laki-laki yang memakai jas putih dengan bertuliskan dokter pada name tag nya.
Seketika badan Laura lemas seperti tak bertulang. Hatinya tidak bisa menerima kepergian ibunya. Air matanya keluar begitu saja tanpa persetujuan darinya.
Dunianya seketika runtuh saat ini. Dia menangis tersedu-sedu dengan merapalkan kata maaf yang ditujukan pada ibunya.
"Ibu… maaf Bu… Maafkan Laura tidak bisa membantu Ibu. Tolong maafkan Laura Bu. Maafkan anakmu yang tidak berguna ini," ucap Laura di sela tangisannya.
Laura menghubungi suaminya berkali-kali, sayangnya semua panggilan telepon tersebut hanya berakhir menjadi panggilan tidak terjawab.
Hati Laura semakin sakit mengingat suaminya yang tidak mau membantu biaya operasi ibunya. Mengingat tentang itu membuat Laura teringat akan konsol game milik suaminya.
Setelah proses pemakaman selesai tanpa kehadiran suaminya, Laura dibantu oleh tetangga ibunya karena memang dia tidak memiliki saudara, sehingga tidak ada yang bisa membantunya.
Kaki Laura terasa berat. Dia memasuki rumahnya dengan penampilan yang berantakan dan wajah sembabnya.
Dia segera membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Jujur saja dia sangat terpukul saat ini. Dia tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas kematian ibunya.
"Aku harus menyimpan baju ini. Aku tidak mau memakainya lagi. Aku akan melihatnya ketika aku merindukan Ibu," ucap Laura seraya memasukkan baju yang tadi dipakainya ketika menemui ibunya untuk yang terakhir kalinya.
Dimasukkannya pakaian tersebut pada box kosong dan segera dibawanya menuju gudang rumahnya.
"Kenapa kain-kain gorden ini berserakan di sini? Bukannya biasanya terlipat rapi?" tanya Laura bermonolog ketika melihat beberapa kain gorden yang menutupi tumpukan box di dalam gudang tersebut.
Tangannya bergerak cepat merapikan semua kain gorden tersebut. Seketika matanya terbelalak ketika melihat box konsol game yang bertuliskan 'PS5' di antara tumpukan box tersebut.
Laura mengambil box tersebut dan membukanya. Darahnya semakin mendidih ketika melihat apa yang ada dalam box tersebut.
"Sayang… aku pulang!"
Terdengar suara Arsenio yang berseru memanggil istrinya.
"Aku sudah tidak tahan lagi. Lebih baik aku berpisah dengannya!" ucap Laura dengan mengeratkan giginya untuk menahan amarahnya.
Dia segera beranjak dari tempatnya berada. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti ketika di hadapannya terdapat panel yang mengambang dan bertuliskan sesuatu di sana.
"Apa aku harus melakukannya?" gumam Laura seraya tangannya menyentuh panel transparan yang mengambang di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Elok Fauziah
Bisa"nya pakai sertifikat rumah. bisa ngamuk istrimu jika tau.
2024-03-30
0
El_Tien
semangat
2023-03-06
4