Seorang pria dengan sebuah nampan yang berisikan satu gelas minuman, datang menghampiri Meyta dan Wirra.
“Ayo bergabung dengan yang lain. Kami juga menyiapkan ruangan khusus agar interaksi kakak berdua lebih baik,” ucap pria itu dengan senyuman yang tak bisa diartikan oleh Meyta.
“Maaf ... Kami salah ruangan. Acara yang akan kami hadiri ada di sebelah timur,” jawab Wirra.
Namun, pramusaji itu menghalangi langkah Meyta dan Wirra serta sedikit memaksa agar Meyta dan Wirra turut bergabung di acara mereka.
“Maaf ... Kami tidak berminat,” tegas Wirra sembari memandang sekeliling.
Semua tamu di sana terlihat saling berpasangan dan berdansa dengan gaya yang cukup vulgar. Wirra tidak mau jika Meyta diincar para pria hidung belang yang ada di ruangan itu. Walau berpisah dengan cara tak baik, tapi nama Meyta masih bersarang di salah satu sudut hatinya. Dia tidak mau wanita itu celaka.
Gegas Wirra menggenggam jemari Meyta dan menarik wanita itu agar meninggalkan ruangan berbau alkohol tersebut. Meyta yang terkejut dengan perlakuan Wirra hanya bisa melongo dan menatap jemari tangannya yang digenggam oleh Wirra. Sekelebat kenangan masa lalu terlintas di pikirannya. Kenangan saat dirinya bersama Wirra berjalan menyusuri Taman Bunga dengan jemari yang saling menggenggam.
Namun, saat Wirra dan Meyta hampir saja keluar dari ruangan itu, sang pramusaji kembali menghalangi dan kembali menyodorkan dua gelas minuman yang sedari tadi dibawanya.
Kembali, Wirra menolaknya dengan tegas. Wirra bahkan hampir saja meraih kemeja yang digunakan oleh pramusaji itu karena merasa sangat kesal.
Tak lama, datanglah seorang pria yang bergaya flamboyan menghampiri mereka dengan segelas minuman berwarna jingga. Pria itu memperkenalkan diri sebagai penanggung jawab acara di sana.
“Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini,” ucapnya. Pria bergaya flamboyan itu lalu beralih pada sang pramusaji.
“Kamu bagaimana sih?! Kamu harusnya bisa menilai dari penampilan. Tuan dan Nyonya ini tidak mungkin meminum minuman beralkohol!” ucapnya berang.
Pria yang bergaya flamboyan itupun memberikan kepada Meyta segelas minuman yang dia katakan sebagai orange juice. Meyta yang kebetulan merasa gerah karena jemarinya terus digenggam oleh Wirra, langsung menyambar minuman itu dan hampir menghabiskannya. Sang pria bergaya flamboyan itu tersenyum sumringah melihat Meyta begitu bersemangat menenggak minuman yang diberikannya.
Entah mengapa, pandangan pria itu terhadap Meyta membuat Wirra kesal. Saat Meyta hampir menghabiskan minuman itu, Wirra menghentikannya. Wirra menghabiskan sisa minuman itu.
“Silakan ke kasir untuk pembayaran minuman itu,” ucap pria itu lagi.
Dahi Wirra berkerut. Bagaimana mungkin mereka harus membayar minuman yang sama sekali tak mereka pesan?
“Ini pemaksaan namanya!” ketus Wirra.
Masih menggenggam jemari Meyta, pria itu berjalan beriringan bersama wanita itu menuju meja kasir.
Mata Wirra kembali terbelalak melihat tagihan yang harus dia bayarkan.
“Apa minuman itu kalian ambil langsung dari surga?! Bagaimana mungkin satu gelas orange juice dihargai satu juta rupiah?! Ini perampokan namanya!” seru Wirra.
Semua mata para pengunjung tertuju pada Wirra. Meyta yang menyadari hal itu langsung menggerakkan tangannya yang digenggam oleh Wirra.
“Sudahlah Wir, biar aku yang bayar. Ini semua kesalahanku,” ujarnya.
Wirra menatap Meyta sembari mengembuskan napas berat. Pria itu pun melepaskan genggaman tangan pada jemari Meyta.
“Tidak apa-apa Mey, biar aku saja.”
Dengan sebuah kartu debit, Wirra pun melunasi tagihan itu. Sang pria flamboyan tersenyum sumringah.
Saat Wirra dan Meyta hendak berlalu, pria flamboyan itu membisikkan sesuatu pada Wirra.
“Minuman itu memang bukan dari surga. Tapi saya jamin, Tuan akan merasa seperti di surga setelah ini,” bisiknya.
“Boy, antar Tuan dan Nyonya ini,” titahnya pada salah satu pelayan di sana.
Diiringi oleh dua orang pria, Meyta dan Wirra berjalan menuju sebuah lorong. Meyta dan Wirra pikir, mereka akan diantarkan menuju pintu keluar. Nyatanya, kini, Meyta dan Wirra berada di sebuah pintu yang mirip sekali dengan pintu kamar hotel. Terdapat rangkaian nomor di depan pintu tersebut.
“Silakan Tuan, Nyonya,” ucap salah seorang pelayan pria sembari memberikan selembar kartu yang berfungsi sebagai kartu akses untuk masuk ke ruangan tersebut.
“Apa-apaan ini?!” bentak Wirra.
“Tuan dan Nyonya bisa memakai ruangan ini hingga empat jam ke depan. Silakan,” ujar pelayan satunya.
“Kami mau keluar dari ruangan laknat ini. Kenapa kalian membawa kami ke sini?!” ujar Wirra dengan suara menggelegar.
Kedua pelayan itu saling pandang. Biasanya, setelah melakukan pembayaran, para tamu mereka akan senang sekali jika diantarkan ke ruangan ini. Tapi, mengapa kali ini tamunya terlihat berbeda? Apa minuman yang tadi diberikan tidak berpengaruh pada kedua pelanggan ini?
Begitulah pikir kedua pelayan itu.
Saat Wirra hendak kembali menyusuri lorong yang baru saja mereka lewati tadi, Meyta menahannya.
“Wir ...,” rintih Meyta yang kini sudah meremas lengan Wirra sembari menatap pria itu dengan mata sayu.
Melihat tatapan Meyta yg sayu, entah mengapa membuat tubuh Wirra gemetar. Terlebih Meyta mencengkeram lengannya dengan begitu erat.
“Ki-ta masuk saja, Wir,” rintihnya lagi.
Kedua pelayan itu saling pandang dan tersenyum sumringah. Salah satu pria itu kembali memberikan kartu akses kepada Wirra.
“Silakan Tuan,” ucapnya dengan senyum yang begitu sumringah.
Wirra mengambil kartu itu dan membawa Meyta masuk.
Benar saja apa perkiraan Wirra. Ruangan itu adalah sebuah kamar. Kamar yang lengkap dengan ranjang besar dan aroma yang begitu harum.
Tubuh Wirra semakin bergetar menghirup aroma kamar itu. Terlebih Meyta kini sudah bergelayut manja dan mencengkeram lengannya dengan erat.
“Panas Wir,” rintih Meyta sembari menggesek tubuhnya pada lengan Wirra.
Dengan susah payah Wirra menelan ludahnya. Wanita yang ada di hadapannya ini adalah wanita yang memiliki harga diri tinggi. Tak mungkin jika Meyta tiba-tiba bersikap menggoda seperti ini.
Taulah Wirra alasan mengapa segelas orange juice itu sangat mahal?
Bahkan Wirra juga merasa darahnya mendidih. Beruntung Wirra hanya menyicipi sedikit minuman itu. Hingga dia masih bisa mengendalikan diri.
Minuman itu pasti sudah dicampur dengan obat yang membuat wanita itu berubah liar. Meyta bahkan sudah mulai mengecupi dadanya yang bidang.
Tubuh Wirra gemetar kala bibir merah muda milik Meyta, kini menyapu lehernya. Pria itu bahkan mulai mendesis akibat sapuan bibir Meyta di lehernya.
Namun, sekelebat bayangan wajah sang istri terlintas di benaknya.
“Anna,” lirih Wirra.
Wirra seketika menghentikan tindakan Meyta. Kedua tangannya menahan pundak Meyta agar wanita itu tak lagi melanjutkan aksinya. Wirra ingin Meyta segera tersadar dengan tindakannya. Dia tak ingin nantinya Meyta menyesali perbuatannya itu.
Tadinya, Wirra ingin mendorong tubuh wanita itu agar tak lagi menempel dengan tubuhnya.
“Wir ...,” rengek Meyta.
Tapi ... Tatapan sayu dan rintihan suara Meyta menggoyahkan jiwa Wirra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Elsa Elsa
😌
2023-06-16
15
Mimi
ughlala mulai rintih2
2023-06-13
12
Vivi Bidadari
terjadilah malam panas diantara mereka
2023-05-20
11