Meyta sama sekali tak meneteskan air mata di pemakaman sang suami. Wanita beranak satu itu hanya merasa patah hati saat melihat sang anak meraung di atas pusara ayahnya. Walau dia merasa tak nyaman dengan hal itu, tapi Meyta membiarkan anaknya yang berusia delapan tahun itu, melampiaskan rasa sedihnya karena kehilangan sosok ayah.
Bukan tanpa alasan Meyta tak merasakan kesedihan saat ditinggal pergi sang suami.
Sang suami yang berulangkali kepergok tengah memadu kasih dengan wanita lain, membuat tak ada lagi rasa cinta yang tersisa di hati Meyta untuk suaminya itu.
Sudah sejak lama perasaannya mati untuk pria yang sudah terbujur kaku itu. Selama ini, dia mempertahankan rumah tangganya hanya demi Mutiara— anaknya.
Anaknya yang sangat menyayangi sang ayah, membuat Meyta harus menyimpan keinginannya untuk berpisah.
Padahal, sejak Mutiara masih dalam kandungan, suaminya itu tak lagi pernah memberinya nafkah batin. Karena usut punya usut, sejak Meyta mengandung, sang suami sudah mulai berselingkuh.
Saat tengah hamil besar, Meyta menyaksikan sendiri bagaimana sang suami bercumbu mesra dengan wanita lain.
Mereka bertengkar hebat kala itu. Bahkan sang suami hampir saja melakukan kekerasan fisik hingga membuat Meyta terperanjat, lalu terjatuh hingga akhirnya wanita itu mengalami pendarahan dan berujung di meja operasi.
Beruntung saat pertengkaran itu terjadi usia kandungan Meyta sudah mendekati hari perkiraan lahir (HPL) hingga Mutiara terlahir dengan usia kandungan yang cukup.
“Aku akan mengajukan gugatan perceraian,” ucap Meyta kala dirinya sudah berada di ruang rawat inap, pasca operasi Caesar.
Saat itu, di dekat box bayi, sang suami bersimpuh, memohon pengampunan dari Meyta. Pria itu berjanji akan berubah dan tak lagi bermain wanita.
Awalnya Meyta tak mau memercayai pria itu. Namun, karena suaminya itu terus berlutut sembari menangis dan memohon, Meyta pun memutuskan untuk memberi maaf pada pria itu.
Meyta memilih untuk memercayai ucapan sang suami. Dia membatalkan niatnya untuk mengajukan gugatan perceraian. Meyta bahkan rela mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja agar bisa mengurusi anaknya sendiri dan mengabdi pada sang suami, agar pria itu tak lagi punya alasan untuk berselingkuh.
Namun, pengorbanan Meyta itu sepertinya tak dihargai oleh sang suami. Walau pria itu ikut membantunya mengurus rumah dan anak, sang suami masih saja tak memberinya nafkah batin. Lelah adalah alasan yang selalu diberikan oleh pria itu. Harus bekerja dan membantu sang istri di rumah menjadi penyebab kelelahan yang dialami pria itu.
Walau sangat merindukan belaian sang suami. Tapi Meyta berusaha untuk mengerti. Wanita itu berusaha untuk memercayai ucapan sang suami. Toh, rumah tangga mereka berjalan dengan lancar. Sang suami menunjukkan perhatian padanya, bahkan sangat dekat dengan putri mereka.
Namun, Meyta berhenti memercayai sang suami, saat anaknya berusia tiga tahun. Meyta kembali memergoki perselingkuhan sang suami.
Meyta menyaksikan sang suami tengah menikmati pelayanan dari rekan kerjanya.
Bahkan, tanpa malu suaminya itu melenguh dengan kencang. Meyta terus menyaksikan adegan itu hingga selesai. Dan sang suami seketika pucat saat menyadari kehadiran Meyta di sana.
Sang suami pikir, Meyta akan kembali mengumumkan perpisahan. Tapi, Meyta hanya diam. Wanita itu bahkan terus diam.
Anaknya sangat mencintai sang ayah dan begitu dekat dengan ayahnya. Itulah yang membuat Meyta mengalah. Dia memilih untuk bertahan dalam mahligai itu walau tanpa cinta.
Bungkamnya Meyta, membuat hubungan mereka bertambah dingin dari hari ke hari.
Meski rumah tangganya terasa hambar, Meyta tak memedulikannya. Asal dia bisa melihat tawa canda sang anak setiap hari, itu sudah cukup baginya.
Biarpun dia dan sang suami tidur di kamar yang sama, di ranjang yang sama, setiap hari. Mereka tak saling sapa. Kecuali di hadapan Mutiara.
Kini, Meyta tak perlu lagi bersandiwara.
Setelah kepergian sang suami, Meyta merasa ikatan yang membelit dadanya selama ini, terlepas begitu saja. Dia merasa sangat senang karena akhirnya bisa terbebas dari belenggu yang begitu menyiksanya selama lima tahun belakangan.
Kepergian sang suami membuat Meyta mau tak mau harus menjadi tulang punggung keluarga. Dia harus bisa memberikan kehidupan yang layak pada anak semata wayangnya itu.
Kini, fokus wanita itu hanya untuk Mutiara.
Beruntung Meyta sudah kembali bekerja sejak tiga tahun lalu. Hingga tak ada masalah baginya untuk memenuhi kebutuhan dia dan anaknya. Perselingkuhan sang suami yang disaksikannya terakhir kali, membuatnya mengambil keputusan untuk kembali bekerja.
...----------------...
Sudah tiga hari berlalu sejak kepergian sang suami. Meyta pun harus kembali bekerja.
“Mama hanya mendapatkan cuti tiga hari. Besok, Mama sudah kembali bekerja. Rara tidak apa-apa kan kalau di rumah hanya ditemani nenek?” tanya Meyta pada sang anak, kala mereka tengah berpelukan dan beranjak tidur.
Dalam dekapan sang ibu, Mutiara pun menganggukkan kepalanya. “Iya Ma. Tapi Rara belum mau masuk sekolah. Rara masih sedih,” lirih gadis itu.
“Tidak masalah. Kamu bisa kembali ke sekolah kapan pun kamu merasa siap,” jawab Meyta sembari memberikan kecupan hangat di pucuk kepala sang anak.
Meyta memang tak mau menambah beban di hati anaknya itu. Meyta tak ingin memaksakan anaknya agar kembali bersekolah. Dia tak mau anaknya menjadi tertekan karena paksaan darinya.
Meyta membiarkan Mutiara untuk menenangkan dirinya lebih dulu. Membiarkan anak perempuannya itu melampiaskan rasa kehilangannya. Dan tindakan Meyta pun membuahkan hasil.
Setelah satu Minggu penuh tak bersekolah, Mutiara kini telah siap sepenuhnya untuk kembali bersekolah. Gadis itu pun perlahan kembali ceria.
Bu Wati— ibu kandung Meyta yang memang sudah lama menjanda, memutuskan untuk tinggal bersamanya sejak kepergian sang suami.
Kini, hari demi hari dilalui Meyta dan Mutiara seperti biasa. Setiap pagi Meyta mengantarkan anaknya ke sekolah sebelum menuju kantor, seperti biasa.
Bedanya, jika dulu mereka diantar oleh sang suami, kini Meyta dan anaknya berangkat dengan menggunakan angkutan kota. Mereka pun berangkat lebih pagi dari biasanya.
Beruntung jarak kediaman mereka tak terlalu jauh. Hingga hanya butuh waktu lima belas menit menaiki angkutan kota, hingga mereka tiba di sekolah Mutiara. Dan Meyta hanya butuh berjalan kaki sedikit untuk tiba di kantornya.
Setiap Mutiara pulang sekolah, Meyta pun menjemput sang anak dan makan siang bersama sebelum kembali ke kantor dan membawa anaknya turut serta.
Setiap hari Mutiara menunggu sang ibu kandung hingga pulang bekerja sembari mengerjakan tugas sekolah di kantor sang ibunda.
Mereka saling menguatkan satu sama lain.
Mutiara adalah sumber kekuatan bagi Meyta, begitupun sebaliknya. Hidup hemat dan menabung yang selalu dilakukan Meyta sejak dulu, membuat ibu dan anak itu tidak pernah merasakan hidup kekurangan walau tanpa seorang kepala keluarga.
Kini, sudah hampir dua tahun Meyta hidup menjanda. Dia bahkan tak lagi menginginkan sebuah pernikahan. Pernikahan pertamanya membuat wanita itu tak lagi percaya dengan sebuah komitmen.
Mantan suaminya itu benar-benar sudah meninggalkan bekas luka yang begitu lebar di hatinya.
Meyta kini hanya ingin fokus membesarkan sang anak.
Namun, walau tak punya keinginan untuk menikah kembali, dia tak membatasi hubungannya dengan lawan jenis.
Umur yang masih terbilang muda, paras yang cantik dan terawat serta bentuk tubuh yang ideal, membuat banyak pria terpesona pada sosok Meyta.
Selama dua tahun menjanda, Meyta terlihat dekat dengan beberapa orang pria. Mulai dari seorang pemilik perusahaan, seorang kepala sekolah, hingga tetangganya.
Namun, jika para pria itu ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius, seketika Meyta memutuskan jalinan itu.
Dia hanya ingin bebas sekarang. Dia tak mau lagi terikat pada sebuah hubungan yang belum tentu bisa membuatnya bahagia, apalagi membuat anaknya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Suartati Hasibuan
mampir
2024-02-12
0
As
👍
2023-05-01
11
Namika
next
2023-04-17
10