Suasana malam sunyi sepi tanpa ada terlihat aktifitas di Bukit Maha, Terlihat sesosok tubuh tergeletak tak berdaya seorang diri di tengah lahan tandus bekas berdirinya sebuah Kerajaan Maha, Areal yg tadi siang terlihat sangat indah dengan sebuah istana berdiri sangat megah, Di depan istana terdapat tanah lapang berumput hijau tempat biasanya para prajurit berbaris dan berlatih, Di bagian kanan terdapat taman yg di tumbuhi beraneka ragam bunga yg harum semerbak, Terdapat pula beberapa kursi dan pondok berbentuk joglo di sekitar taman untuk para Prajurit dan warga yg ingin bersantai menikmati keindahan bunga yg sedang mekar dengan aroma yg mempesona.
Di bagian kiri terdapat kolam yg di tata sedemikian rupa dengan berbagai ikan hias yg memanjakan mata saat mentari sore hendak tenggelam, Kini semua keindahan dan kedamaian itu musnah sudah berganti dengan lahan tandus tanpa di tumbuhi sebatang rumput pun.
Keadaan ini di sebabkan dari perang yg baru saja terjadi tadi siang, Akibat benturan dua kekuatan yg sangat dahsyat seluruh tumbuhan, pepohonan, dan bangunan raib entah kemana seperti di telan bumi.
Di atas langit malam terlihat sesosok pria tua berpakaian serba hitam sedang menunggangi seekor binatang spiritual yg sangat besar menyerupai burung Hantu berbulu hitam legam dengan mata merah menyala, Tampak pria tua itu seperti mencari sesuatu.
" Kieeekk....kieeekkk..." Burung Hantu Hitam itu terus berteriak seakan menggunakan pantulan suaranya untuk mencari mangsa, Tak lama berselang Burung Hantu Hitam itu pun mendarat tak jauh dari sosok tubuh yg terbaring lemah di atas dataran gersang, Sesosok tubuh tersebut tak lain dan tak bukan adalah Raja Bara yg sedang pingsan karena kehabisan energi dan tenaga akibat bertempur dengan Raja Damar yg kini menghilang entah kemana.
Sosok pria tua itu adalah Ki Rangkuti guru dari Raja Bara, Dia langsung melompat turun dari punggung hewan tunggangannya begitu melihat muridnya terbaring lemah. Dengan sigap dia langsung memeriksa kondisi nadi muridnya tersebut, " Syukurlah dia masih hidup." Ucapnya pelan setelah memeriksa kondisi muridnya, Dia juga memungut Pedang Naga Merah yg telah dia berikan kepada Raja Bara dan memasukkan ke dalam warang nya, Setelahnya Ki Rangkuti membopong tubuh Raja Bara lalu di naikkan ke punggung Burung Hantu Hitam, kemudian dia pun naik ke punggung hewan tersebut.
"Kieeekk...kieekk.." Burung Hantu Hitam itu kembali terbang membawa guru dan murid itu meninggalkan areal gersang tersebut entah pergi ke mana.
Di tempat lain...
Pagi hari....
Di sebuah desa terdapat aliran sungai yg memiliki air yg sangat jernih, Di karenakan itu adalah hulu sungai yg terhubung langsung dengan sebuah air terjun di lereng bukit bebatuan yg sangat terjal, Sangking terjalnya lereng tersebut jika di pandang dari sungai ari terjun tersebut seolah mengalir dari puncak bukit. Air sungai yg jernih sebening kaca mengalir tenang seakan menghantarkan kedamaian kepada setiap warga desa yg menggunakan sungai tersebut sebagai sumber kehidupan.
Tak jauh dari sungai tampak seorang lelaki tua sedang berjalan ke arah sungai dengan membawa dua buah tempayan berukuran sedang yg masing masing di ikat dengan tali dari akar kayu pada empat sisinya serta sebatang bambu yg telah di belah dua berlapis sebagai pemikul nya. Tampak jelas bahwa lelaki tua itu hendak mengambil air ke sungai tersebut.
Ketika hampir mencapai sungai langkah pria tua itu terhenti, Dia di kejutkan dengan adanya sesosok pemuda yg terbaring telentang di pinggir sungai, sosok pemuda tanggung itu memeluk sebuah keris yg terletak di dadanya. Sontak kakek tua itu meletakkan kedua tempayan miliknya beserta kayu pemikul di tanah lalu bergegas mendekati pemuda yg terbaring tersebut, Dengan cekatan dia memeriksa nadi dan kondisi pemuda tersebut. "Syukurlah dia masih hidup... Tapi siapa dia? Dan dari mana dia..? Sepertinya dia bukan warga desa ini... Lebih baik aku segera membawanya ke gubukku." Guman kakek tua tersebut.
Seperti tanpa beban kakek tersebut membopong tubuh pemuda tersebut, Dengan Ilmu Peringan Tubuh hanya butuh beberapa menit kakek tersebut sudah sampai di gubuknya, Dengan perlahan kakek tersebut meletakkan tubuh pemuda itu di atas pembaringan yg terbuat dari bambu dan berlapis rerumputan kering yg di bentuk seperti kasur. Setelahnya kakek tersebut kembali ke sungai untuk mengambil air.
Kembali dari sungai kakek tersebut beranjak ke dapur di belakang rumahnya, Setelahnya dengan cekatan kakek tersebut memasak rempah obat obatan, Selesai memasak obat kakek itu masuk ke dalam gubuk, Dengan telaten kakek itu menyuapi ramuan obat kedalam mulut pemuda tersebut, Tak lupa dia juga mengalirkan tenaga dalamnya agar ramuan obat tersebut dapat segera bekerja. Kakek tersebut kembali menyuapi ramuan obat kepada pemuda tersebut pada siang, sore dan malam hari.
Pagi hari... Setelah tiga hari tiga malam pingsan pemuda tersebut membuka matanya perlahan, Dia mencoba mengingat apa yg terjadi pada dirinya dan memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Dalam hati iya bertanya " Dimana aku? Siap yg telah membawaku ke sini? " Perlahan pemuda itu mencoba bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke luar gubuk dengan berpegangan pada dinding gubuk.
Sampai di pintu gubuk dia melihat seorang kakek berjalan ke arah gubuk membawa dua tempayan berukuran sedang yg di hubungkan dengan sebatang bambu sebagai pemikul.
" Kamu sudah bangun? " Tanya si kakek kepada pemuda itu.
" Sudah kek, Tapi badan ku masih terasa sangat lemah." Jawab pemuda itu.
" Mari masuk ke dalam... Istirahat saja dulu agar kondisimu cepat pulih" Ajak si kakek dengan ramah, Mereka pun kembali masuk kedalam gubuk.
Pemuda itu duduk di tepi ranjang, Kemudian kakek itu memberikan sebuah cawan yg terbuat dari tempurung kelapa berisi air ramuan obat, "Minumlah.." Ucap si kakek, Pemuda itu pun meminum ramuan obat tersebut sampai habis. " Siapa namamu aak muda?.. Dari mana asalmu?.. Mengapa kamu bisa sampai terdampar di tepi sungai? " Sang kakek memberondong pemuda tersebut dengan pertanyaan..
Sejenak Pemuda itu menarik nafas dalam lalu membuangnya pelan, " Namaku Jaya kek, Aku berasal dari Bukit Maha, Aku menyaksikan pertempuran antara pasukan Kerajaan Api melawan pasukan Kerajaan Maha di depan istana Kerajaan Maha dan pertempuran antara Raja Bara dengan Raja Damar dari atas pohon, Hingga aku terpental terbawa pusaran angin yg sangat kuat, Setelahnya aku tak tau lagi apa yg terjadi." Jaya menjelaskan panjang kali lebar kepada kakek tersebut. " Kakek ini siapa? ... Dan sekarang kita berada di mana?" Tanya Jaya yg sudah menjawab pertanyaan dari sang kakek. "Namaku Gading, Orang orang sering menyebutku Empu Gading karena aku seorang Pandai Besi, Sekarang kamu berada di Desa Rambang salah satu desa yg berada di Bukit Air, Memang sangat jauh dari tempat asalmu dan sepertinya tidak masuk akal, Tapi ini lah kenyataannya." Tutur kakek Gading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Mesya Prisdayanti
mantap Thor,jadi ingat kembali kisah sejarah kerajaan
2023-03-20
0