BAB 3

HAPPY READING

"Tuan baru pulang?" tanya Una melihat Nadhif yang keluar dari mobilnya dengan pakaian yang sudah berantakan. Namun, tetap tidak mengurangi kadar tampan lelaki tersebut.

Nadhif menaikkan alisnya menatap sinis Una. "Punya hak apa kau bertanya padaku?" tanya Nadhif.

"Saya istri Tuan, kalau Tuan lupa," ucap Una mencoba berani menatap Nadhif.

Nadhif menghentikan langkahnya mendengar perkataan Una. Dia berbalik dan menatapi Una dari ujung kaki hingga ujung kepalanya. Una yang melihat itu merasakan gugup luar biasa. Tapi dia mencoba untuk berani di depan Nadhif.

"Apa kau tidak berkaca sebelum bicara seperti itu? Bahkan wanita yang aku bayar lebih baik dari pembantu sepertimu!" ucap Nadhif sarkas tepat di wajah Una.

Una menutup mata mendengar perkataan menyakitkan Nadhif. "Dulu Tuan tidak seperti ini pada saya," ucap Una pelan.

Nadhif bersedih sinis. "Dulu, sebelum aku tahu kau memanfaatkan Mama ku untuk meminta menikahkan ku denganmu," jawab Nadhif.

"Saya tidak seperti itu, Tuan," ucap Una menatap Nadhif berani.

"Tidak seperti itu kata mu? Yang benar saja. Lalu menurutmu kau ini bagaimana? Wanita baik dengan hijab palsu ini? Hijab yang kau gunakan untuk menutupi kebusukan mu, iya?" ucap Nadhif.

"Jangan menilai seseorang terlalu cepat, Tuan. Tuan tidak tahu masa lalu saya," ucap Una dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Aku tahu masa lalu mu. Seorang wanita tak jelas yang memiliki anak haram!" ucap Nadhif tajam.

Una menggeleng. "Jangan hina anak saya, Tuan. Dia terlalu kecil menerima perkataan kasar seperti itu. Jika Tuan benci, maka lampiaskan saja pada saya. Dan satu lagi, jangan pernah hina hijab saya, Tuan. Meskipun tidak mahal, tapi ini identitas saya," ucap Una tegas.

Nadhif tersenyum mengejek mendengar perkataan Una. "murah tetap saja murah!" ucap Nadhif dan berlalu meninggalkan Una yang masih mematung mendengar perkataan Nadhif.

Una menghapus air matanya. Wanita itu masih bersyukur Hanum tidak mendengar semuanya. Biar dia yang dihina, tapi jangan anaknya.

Saat Una hendak berbalik, kakinya tidak sengaja menginjak sebuah benda kecil yang sangat tipis. Una mengambil benda tersebut. "Kartu pelanggan," gumam Una membaca kepala kartu tersebut.

Una membulatkan matanya melihat kartu tersebut. "Club' malam," gumam Una lagi.

"Apa ini yang dikatakan Tuan Nadhif dengan wanita bayarannya? Apa suamiku tidur dengan wanita lain? Bukankah sudah ada aku yang seharusnya dia jadikan tempat mencari nikmat dunia dan akhiratnya," gumam Una sendu.

"Haruskan Una menjadi pelacur untuk suamiku sendiri, Tuhan."

…..

Setelah pertengkaran tadi, Una menyusul Nadhif ke lantai dua. Bagaimanapun, Una adalah seorang istri, dia bertanggung jawab untuk semua keperluan suaminya.

Tanpa Una sadari, Hanum melihat semuanya. Anak itu menyaksikan dan mendengar setiap perkataan kasar Nadhif kepada Una dari dapur. Tidak banyak yang anak itu bisa lakukan, dia hanya bisa menangis sambil bertanya-tanya mengenai anak haram yang sering dia dengar dari mulut Nadhif mengenai dirinya.

"Sebenarnya anak haram itu apa? Kenapa Papi selalu bilang Hanum ini anak haram?" gumam Hanum sendu memandang Una yang sudah menjauh di lantai dua.

Hanum memandang gambar yang dia buat. Tangan mungilnya merobek helaiaan kertas yang berisi gambar tersebut, setelah itu dia menempelkan di kulkas rumahnya. "Semoga papi melihat ini nanti," gumam Hanum mengusap pipinya yang basah karena air mata. Setelahnya, Hanum pergi ke kamarnya yang ada di ujung dapur.

.....

Una memasuki kamar Nadhif, yang kini juga menjadi kamarnya. Dia tidak melihat keberadaan Nadhif di kamar, tapi Una mendengar gemercik air dari kamar mandi. Dapat dia pastikan, Nadhif sedang di kamar mandi membersihkan dirinya.

Una berjalan menuju walk in closet, dia mengambilkan baju tidur yang akan digunakan oleh Nadhif. Setelah itu, dia duduk di karpet bulu yang ada di kamar. Una takut, jika dia duduk di ranjang atau sofa, maka Nadhif akan marah besar.

Ceklek.

Pintu kamar mandi terbuka, nampak Nadhif keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Jangan lupakan rambut Nadhif yang setengah basah menambah ketampanannya. Una kagum melihat itu, tapi dia tidak punya hak. Meskipun berstatus sebagai seroang istri, namun Una tidak memiliki sedikitpun tempat di hidup Nadhif.

"T-Tuan," ucap Una berdiri dari duduknya.

Nadhif menghentikan kegiatannya mengeringkan rambut dengan handuk dan menatap Una. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Nadhif sinis.

"Tuan sudah makan malam?" tanya Una lembut.

"Kau pikir bisa merebut hatiku dengan bertanya seperti itu?" ucap Nadhif sarkas.

Una tersenyum lembut. Dia menguatkan hatinya untuk menerima setiap hinaan dan ucapan kasar Nadhif. "Una hanya melaksanakan tugas sebagai seorang istri, Tuan," ucap Una lembut.

"Istri? Dasar murahan!" ucap Nadhif tajam dan pergi meninggalkan Una ke walk in closet.

Una menghela nafas pelan mengabarkan hatinya yang terluka untuk kesekian kalinya. Lima belas menit, Nadhif keluar dari walk in closet dengan pakain casualnya.

Tampan. Itulah satu kata yang terlintas dipikiran Una saat ini ketika melihat Nadhif. Una tersenyum kecut melihat pakaian tidur yang sudah dia siapkan tidak ada gunanya. Pakaian itu hanya menjadi kain lipat di atas kasur mahal Nadhif.

"Tuan mau kemana? Bukankah ini sudah sangat larut, Tuan," ucap Una pada Nadhif yang kini memasang sepatunya.

Nadhif menghentikan kegiatannya dan menatap Una tajam. "Tidak ada hak mu untuk bertanya mengenai kegiatanku!" ucap Nadhif tegas.

"Una adalah istri Tuan!" ucap Una gak kalah tegas menjawab perkataan Nadhif.

"Apa yang kau inginkan? Kau ingin harta? Atau kau ingin aku memberi identitas atas anak harammu itu?" tanya Nadhif menatap jijik Una.

"Tidak ada di dunia ini yang namanya anak haram, Tuan," ucap Una pelan.

"Ada! Anakmu contohnya," jawab Nadhif.

"Hanum tidak salah apa-apa, jadi jangan merubah sikap baik Tuan kepadanya. Setidaknya, izinkan anak saya untuk tetap memanggil anda Papi, Tuan," ucap Una lirih menatap Nadhif.

"Apa kau masih waras? Kau meminta aku mengakui anak haram itu, disaat Bapak kandungnya sendiri tidak tau kemana? Kau punya otak tidak?!" ucap Nadhif marah pada Una.

Una memejamkan matanya mendengar bentakan Nadhif. Sungguh, bukan karena ibu mertuanya, Una memilih pergi dari sini. Jika bukan karena janji dan kesehatan anaknya, Una sudah meninggalkan lelaki angkuh ini.

"Sikap murahanmu yang membuat anakmu menjadi anak haram!" ucap Nadhif berdiri dan pergi mengambil dompetnya di meja sebelah ranjang.

"Tuan mencari ini?" tanya Una mengangkat sebuah kartu ditangannya saat melihat Nadhif seperti sedang mencari sesuatu.

Nadhif berbalik menatap Una. Tanpa aba-aba, dia langsung merebut kartu itu dari Una. "Bahkan ini lebih berharga darimu," ucap Nadhif dan berjalan keluar kamar.

"Kita boleh jahat, Tuan. Tapi jangan bersikap menjijikan untuk mendapat kenikmatan yang akan memberi dosa," ucap Una yang mampu menghentikan langkah Nadhif.

Nadhif tersenyum mengejek dan berbalik menatap Una. "Kau lebih murahan karena mengemis hatiku!"

......................

Terpopuler

Comments

Eliani Elly

Eliani Elly

😥😥

2023-03-04

0

M.azril maulana

M.azril maulana

ini mah harus sabar yang melebihi batas

2023-02-23

0

Uciha Rere

Uciha Rere

Sabar ya, sabar 🙃 jangan emosi dulu😒

2023-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!