BAB 2

*HAPPY READING*

Nadhif menuruni anak tangga satu persatu. Kakinya melangkah menuju meja makan untuk sarapan.

Dirumah ini, Nadhif hanya tinggal bersama Una dan Hanum, anak kandung Una. Sedangkan Elara sudah kembali ke Jerman, tempat dia menghabiskan waktu bersama sang suami yang sudah lebih dulu pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Sampai di meja makan, Nadhif sudah disuguhkan sepiring nasi goreng, susu dan segelas air putih. Nadhif memang lebih suka susu dari pada kopi atau teh untuk minum paginya. Dan tentunya Una yang menyiapkan semua ini. Karena sebelum menikah, memang Una yang menyiapkan makanannya.

Tiga tahun sudah Una menjadi pembantu rumah tangga di rumah Nadhif. Dan itu semua juga atas perintah Elara yang tak terbantahkan. Nadhif tidak mungkin bisa menolak perintah wanita kesayangannya itu. Mau tidak mau, Nadhif menerima Una dan anaknya untuk tinggal sekaligus menjadi pembantu dirumahnya.

"Papi," ucap seorang anak kecil senang yang mendatangi Nadhif dengan sepiring nasi goreng di tangannya.

"Hanum makan sama Papi, ya," ucapnya senang.

"Berhenti dan kembali ke dapur. Tempatmu bukan disini," ucap Nadhif menatap tajam anak perempuan tersebut.

"Tapi biasanya Hanum makan sama Papi kan?" tanya Hanum menunduk takut.

"Mulai sekarang berhenti memanggil saya Papi. Saya bukan Ayah kamu!" ucap Nadhif.

"Tapi kenapa? Bukannya sebelumnya Hanum juga panggil Papi?" ucap Hanum sendu.

"Saya majikan kamu! Jadi berhenti memanggil Papi. Kamu bukan anak saya, ingat itu!" ucap Nadhif tajam dan berlalu meninggalkan meja makan. Nafsu makannya tiba-tiba hilang karena kedatangan Hanum. Hanum tidak salah, hanya saja setelah menikah dengan Una, perasaan sayang pada Hanum berubah menjadi benci. Entahlah, saat ini Nadhif benar-benar membenci sesuatu yang berhubungan dengan Una, istirnya.

Hanum memandang nasi goreng ditangannya dengan mata berkaca-kaca. "Kenapa Papi berubah? Padahal kemarin Papi menikah dengan Ibu," gumam Hanum sendu. Hanum kembali membawa nasi gorengnya ke dapur.

Di sana, Una menatap sendu anaknya. "Hanum," panggil Una lembut.

"Ibu," ucap Hanum dengan suara bergetar.

"Hanum jangan sedih, ya. Mulai sekarang kita harus makin tahu tempat kita. Ibu hanya pembantu disini, pernikahan kemarin itu anggap saja tidak terjadi, ya Nak," ucap Una.

"Tapi kenapa Papi tiba-tiba jahat, Bu?" tanya Hanum sendu.

Una menggeleng. "Tuan Nadhif tidak jahat, Nak. Dia hanya mengingatkan tempat kita yang sebenarnya," ucap Una.

Hanum menatap Una dengan pandangan sendu dan mengangguk. "Hanum akan panggil Tuan Nadhif mulai sekarang, Bu. Karena tidak sopan jika pembantu memanggil Papi pada majikannya," ucap Hanum dewasa.

Una mengangguk. Dia memeluk erat tubuh Hanum yang sangat dia sayangi. "Hanum harus patuh, ya. Mulai sekarang kita harus tahu batasan. Dan Hanum tidak bisa bebas seperti dulu lagi, biar Tuan Nadhif tidak marah," ucap Una.

"Iya, Bu. Hanum tidak akan nakal, kok. Hanum bantu Ibu pel lantai, ya," ucap Hanum.

Una menggeleng. "Hanum belajar aja di kamar, ya. Biar Ibu yang kerjakan. Hanum harus jadi anak pintar biar Ibu bangga," ucap Una.

Hanum mengangguk. Setelah itu dia pergi kesebuah kamar kecil yang berada di ujung dapur dan dekat kamar mandi. Di sanalah tempatnya yang sebenarnya, anak itu sudah berpikir dewasa karena sebuah keadaan yang memaksanya. Tidak ada pilihan selain menjadi dewasa bagi Hanum. Apalagi sikap Nadhif yang biasanya memanjakan, kini tiba-tiba berubah drastis, sangat membencinya.

"Jangan sedih, Hanum. Memang begini seharusnya, Tuan Nadhif hanya mengingatkan tempat Hanum yang sebenarnya," gumam Hanum sendu.

Una menatap punggung kecil Hanum. Tanpa bisa dia tahan, air matanya menetes begitu saja. "Maafkan Ibu, Nak. Takdir buruk Ibu harus berimbas kepada kamu, Nak," gumam Una lirih. Setelah itu Una kembali melanjutkan kegiatannya.

…..

Nadhif berjalan memasuki gedung tinggi menjulang itu dengan wajah tegasnya. Tidak lupa lelaki itu sesekali tersenyum dan mengangguk membalas sapaan keryawannya. Pesona Nadhif memang tidak bisa dipungkiri, tampan dan berwibawa. Nadhif bukan pimpinan seperti kebanyakan yang dingin pada bawahannya. Meskipun tegas, Nadhif merupakan pemimpin yang ramah dan baik pada karyawannya. Tapi, jika satu kesalahan diperbuat oleh karyawannya, maka Nadhif tidak akan memberi ampun untuk itu.

"Mark," panggil Nadhif pada sekretaris sekaligus asisten pribadinya.

Saat ini Nadhif sudah sampai di ruangannya. Pria itu nampak memandang jauh penjuru kota yang dapat dia lihat dari lantai lima puluh lima itu.

"Ya, Tuan," jawab Mark lembut dan sopan.

Berbeda dengan Nadhif, Mark adalah orang yang kaku dan dingin. Apalagi dalam hal bicara,Mark akan sangat irit, kecuali jika itu hal penting atau mengenai pekerjaannya.

Nadhif menghela nafas pelan. "Apa kau sudah menemukan wanita itu?" ucap Nadhif.

"Beri saya waktu, Tuan," ucap Mark membungkuk.

"Bahkan ini sudah empat tahun, Mark. Butuh waktu berapa lama lagi?" ucap Nadhif berbalik menatap Mark.

"Sangat sulit menemukan jejak wanita itu, Tuan," jawab Mark.

Nadhif menghela nafas pelan. "Aku hanya khawatir dengan masa depan gadis itu, Mark. Bahkan saat itu dia masih berusia tujuh belas tahun," ucap Nadhif kembali menatap jalanan kota.

"Aku berharap secepatnya kau menemukannya, Mark. Dan ya, pesan wanita untukku," lanjut Nadhif dengan pesan yang selalu dia sampaikan pada Mark.

"Wanita, Tuan?" Tanya Mark memastikan.

Nadhif mengangguk menjawab pertanyaan Mark. "Kau pasti tahu kebutuhanku," jawab Nadhif.

"Tapi Nyonya Una-"

"Berhenti memanggil dia Nyonya, Mark. Dia hanya pembantu di rumahku!" ucap Nadhif cepat memotong perkataan Mark.

"Entah ada angin apa Mama menjodohkanku dengan perempuan menjijikan itu. Seorang pembantu, yang bahkan sudah punya anak diusia mudanya," gerutu Nadhif yang masih terdengar jelas di telinga Mark.

Nadhif berbalik dan segera duduk di kursinya. "Kau boleh keluar, Mark. Lanjutkan pekerjaanmu," ucap Nadhif dengan tangan yang sibuk dengan file dan pulpen.

Mark mengangguk patuh. Dengan segera dia meninggalkan ruangan Nadhif dan kembali ke ruangannya.

.....

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tapi Nadhif belum kunjung pulang. Una duduk di teras menunggu kepulangan Nadhif dengan perasaan khawatir. Sebagai seorang istri, Una harus memenuhi kewajibannya untuk melayani dan patuh pada Nadhif.

Tiga puluh menit, suara mobil memasuki pekarangan rumah mewah Nadhif. Una langsung berdiri dan segera berjalan sedikit keluar teras.

"Tuan baru pulang?" tanya Una melihat Nadhif yang keluar dari mobilnya dengan pakaian yang sudah berantakan. Namun, tetap tidak mengurangi kadar tampan lelaki tersebut.

Nadhif menaikkan alisnya menatap sinis Una. "Punya hak apa kau bertanya padaku?"

.....................

Semoga menikmati, ya teman-teman. Jangan lupa kasih like dan komentar kalian, biar aku makin semangat, yaa.

Jangan lupa mampir di Instagram aku ya, @yus_kiz. Kalian bisa melihat postingan-postingan bermanfaat disana dan juga mengenai semua karya-karya ku. Terimakasih ,,,,,,,

Terpopuler

Comments

Eliani Elly

Eliani Elly

next

2023-03-04

0

Dessy Faradiana

Dessy Faradiana

wanita itu....Una

2023-03-02

0

M.azril maulana

M.azril maulana

mungkin nanti klo una sudah gk kuat,dia akan pergi jauh dan mungkin saat itu Nadhif menyesal karena baru tau bahwa wanita yg di carinya selama ini ada didekatnya

2023-02-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!