Cytra duduk bersandar di ranjang di samping Ibra. Cowok itu tiba-tiba seperti teringat masalah dirinya dengan mamanya yang cukup berat.
"Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Cytra pelan takut menyinggung perasaannya.
Ibra menatap Cytra sebentar. Lalu dengan serius dia berkata, "Aku masih berpikir apakah nanti yang akan kita lakukan bersama berdasarkan rasa saling cinta."
Kini beralih Cytra yang diam termenung.
Dulu ketika pertama kali berhubungan dengan suaminya Samyokgie berlangsung lepas begitu saja. Tanpa ada perasaan cinta lebih dulu. Dan setelah itu Cytra terjebak oleh persoalan yang pelik.
Karena lelaki yang menggaulinya itu adalah ayah tirinya sendiri. Tetapi yang jelas pada moment cinta satu malam itu ia senang menikmatinya.
Sedangkan kali ini belum apa-apa sudah dihadang oleh pertanyaan Ibra yang membuat gairahnya juga seketika menurun.
"Rahasia apa yang dia simpan sebenarnya?" gumam Cytra.
Ia memang tertarik kepada Ibra karena ketampanan dan kebersahajaannya. Tetapi apakah itu dinamakan cinta. Sedangkan perasaannya saat ini cuma ingin dijamah lelaki, setelah beberapa bulan suaminya meninggal.
"Kenapa kau tanyakan itu. Apakah kau menganggapku wanita yang gampangan," kata Cytra akhirnya dengan nada menyerang Ibra.
"Oh, sory. Saya tidak menuduhmu seperti itu. Saya cuma ingin kita saling mencintai sepenuh hati. Agar hubungan intim kita malam ini akan berkelanjutan sampai aku punya anak darimu."
"Maksudmu, kau akan mengambil diriku sebagai istrimu. Bukan teman hanya satu malam?" tanya Cytra
"Yang tepat begitu. Kalau kau mau besok akan kubawa pulang ke Bali. Akan kuperkenalkan kepada Mama. Semoga kau menjadi wanita terakhir yang akan menutup masa lajangku."
Mata Cytra terbelalak. Wanita terakhir? Memang sebelumnya ada berapa wanita yang sudah diperkenalkan kepada mamanya dan tidak jadi menikah.
"Kalau begitu tidak perlu aku kau bawa ke mamamu. Aku takut nasibku seperti wanita lainnya," kata Cytra pesimistis.
Ibra mendengarnya jadi meradang. Karena kalau Cytra menolak berarti akan lebih panjang lagi Mama menghukumnya tidak boleh pulang.
Itu bukan persoalan ringan atau sekedar ultimatum. Tetapi menyangkut jalan hidup dan harkat kehidupan Ibra kelak.
"Tolong jangan sakiti aku. Aku ingin memperbaiki hidupku bersama kamu," pinta Ibra.
"Memang hidupmu sengsara. Kelihatannya kau dari keluarga sangat berada. Berbeda dengan aku yang cuma bergantung pada hasil menyanyi," Kata Cytra kemudian.
"Nanti kau akan tahu setelah bertemu dengan Mama. Asal kau mau kuajak dulu pulang," bujuk Ibra.
"Kalau aku tidak mau bertemu dengan mamamu?" tanya Cytra padahal dalam hati ia sudah mengiyakan mau diajak pulang.
"Ya, terpaksa cari penggantimu," jawab Ibra menantang.
"Silahkan kalau kamu mau cari pengganti. Dan tidak perlu datang lagi kesini," Cytra ngambek lalu beralih duduk di kursi.
"Jangan marah gitu, dong. Saya itu memilih kamu karena yakin bahwa Mama pasti menyukaimu," Ibra berusaha meyakinkan.
"Tapi itu kan menurutmu. Menurut Mamamu belum tentu sama denganmu," Cytra berargumentasi.
"Sekarang kamu tidak perlu berpikir seburuk itu dulu. Percayalah padaku. Kalau misalnya Mama menolakmu saya tetap memilihmu jadi istriku," kata Ibra akhirnya meyakinkan.
Cytra diam merenungi kata-kata Ibra. Ia merasa tersanjung. Tetapi juga khawatir. Jangan-jangan itu cuma dibibir saja. Tapi biarlah. So must go on!
"Bagaimana? Kok diam. Diam tandanya setuju, loh," desak Ibra.
"Baiklah. Aku menurut saja apa katamu," ucap Cytra akhirnya.
Ibra spontan meloncat dari atas ranjang dan bersimpuh mencium lutut Cytra yang duduk di kursi.
"Apaan sih! Tidak lucu, ah!" Cytra berdiri melepaskan Ibra yang seperti mau sungkem saja.
Tinggi badan dua insan lain jenis itu hampir sama. Sehingga ketika mereka sama-sama berdiri, wajahnya langsung berdekatan.
"Hayo mau apa kamu," ucap Cytra karena kedua tangan Ibra langsung menggapai pinggangnya.
Cytra tak menolak badannya dihimpitkan dengan badan Ibra. Lalu mereka saling memagut bibir sambil berdiri. Kali ini Cytra benar-benar merasakan debar jantung Ibra secara nyata. Tidak seperti dalam mimpi.
"Kamu mau melakukan sambil berdiri?" Tanya Ibra ketika cengkeraman Cytra di pundaknya makin kuat.
"Memangnya tidak ada kasur disini," Cytra meledek.
Mereka lalu bersama-sama terjun ke ranjang. Bergumul habis-habisan sampai pagi menyingsing. Hingga kelelahan dan akhirnya tertidur lelap.
****
Handphone Ibra bergetar berkali-kali di dalam sakunya. Tetapi empunya alat komunikasi itu masih terlelap tidur di dalam mobil tour travel dari Bandara Ngurah Rai menuju ke rumahnya.
Cytra mendengar dering telepon itu. Tetapi Cytra lebih memilih menikmati suasana kota Bali. Rumah-rumah adat masyarakat Bali yang khas sangat menarik dipandang. Terbayang mungkin rumah Ibra tak jauh beda bentuknya seperti itu.
Memamg pembawaan Ibra kelihatan mengantuk terus sejak keluar dari apartemen Cytra. Mungkin karena tenaga habis terkuras untuk bermain kuda-kudaan.
Mereka baru keluar dari apartemen sore hari. Kemudian setelah makan di resto, langsung pergi ke Soetta airport. Terbang dengan pesawat pukul 17.30 dan tiba di Denpasar sekitar pukul 20.00.
Ternyata di luar dugaan Cytra.
Mobil tour travel yang mewah itu memasuki sebuah rumah yang mirip hotel berbintang. Dada Cytra berdegup. "Inikah perwujudan hidup Ibra yang sebenarnya," gumamnya.
Dari berkenalan di Starburst dan tidur semalam di apartemen Cytra, pria itu tidak menampakan sebagai anak orang tajir.
Seorang lelaki berpakaian hitam dengan iket kepala khas Bali membukakan pintu gerbang ketika mobil yang dinaiki Ibra datang dan memasuki halaman yang penuh tanaman hias dan batu candi.
Ibunda Ibra yang bernama Andante ternyata sedang pergi. Di dalam rumah seorang asisten rumah tangga menyambut kedatangan Ibra dengan melirik sekilas ke Cytra yang saat itu penampilannya sangat anggun.
"Bi, ini Cytra. Antar dia masuk ke kamarnya," ucap Ibra. Lalu ngeloyor pergi masuk ke kamarnya.
Cytra diberi kamar dilantai atas. Dari kamar itu ia bisa menikmati panorama Pantai Kuta di malam hari. Di kejauhan terlihat kerlap-kerlip lampunya yang warna perak.
"Nona, Cytra. Ini makanan dan minuman saya letakan di meja. Pesan Tuan Ibra, tidak usah keluar dulu dari kamar sebelum Nonya datang," kata asisten yang tadi mengantar Cytra ke kamarnya.
Cytra mengangguk dan mengucap terimakasih. Tetapi ketika asisten itu mau keluar dari kamar, Cytra memanggilnya untuk duduk menemani.
"Bibi, berasal dari mana, sih?" tanya Cytra.
"Banyuwangi, Non. Nama saya Zaripah, panggil saja Bi Zar," kata perempuan yang mengenakan kebaya itu.
"Nyonya sedang kemana, Bi?" tanya Cytra.
"Biasa Non. Ngurus usahanya."
"Kalau Tuan kemana, Bi?"
"Tuan orang bule, Non. Mr Felix. Tapi sudah meninggal."
"Pantas saja Ibra cakep ya, Bi. Seperti papanya."
"Iya, Non. Tapi kasihan Tuan Ibra...." Bi Zar tak melanjutkan kalimatnya. Membuat Cytra penasaran ingin tahu.
"Kasihan kenapa, Bi?"
"Wanita yang dibawa Ibra selalu ditolak oleh Nyonya besar," ujar Bi Zar."
"Memang Nyonya besar menginginkan yang seperti apa?" tanya Cytra.
"Saya tidak tahu, Non. Mungkin yang punya pangkat dan kekayaan," kata Bi Zar polos.
Cytra membatin: "Pangkat? Kekayaan? Memang aku wanita yang seperti itu. Sungguh diriku ini ternyata masih sangat rendah.
Cytra mau bertanya lagi tetapi tiba-tiba Ibra masuk ke kamar. Sehingga Cytra urungkan niatnya mengorek tentang diri cowok itu. Dan Bi Zar tanpa disuruh buru-buru keluar meninggalkan mereka.
"Kran air di kamarku macet. Boleh aku mandi di sini," kata Ibra yang belum ganti baju sama sekali.
"Modus," ledek Cytra.
"Sumpah kalau tidak percaya cek sana."
"Ya-ya, saya percaya."
Ibra lalu melepas baju dan celana panjangnya di depan Cytra. Sedangkan handphonnya ia letakan di meja.
Beberapa menit ketika ibra sedang mandi handphonenya bergetar. Cytra jadi penasaran ingin tahu siapa yang menelpon. Kelihatannya dari tadi ada yang telpon tidak ia gubris.
Sungguh Cytra kaget bukan main. Ketika muncul foto penelpon orang yang sangat ia kenal sekaligus ia benci.
"RADITA!"
Cytra membaca nama itu berulang-ulang karena seperti tak percaya. Ada hubungan bisnis apa Radita dengan Ibra.
Kedua pria itu memiliki usia yang sebaya. Setahu Cytra mendiang Samyokgie, papa Radita, punya banyak usaha. Sedangkan Radita cuma disuruh memegang usaha perhotelan. Apakah mungkin Ibra berkongsi dengan Radita dalam bisnis tersebut.
Cytra sangat benci kepada Radita selama ini. Karena dialah yang menahan kedua anak Cytra tidak boleh dibawa pergi ketika Cytra terusir dari rumahnya.
Tetapi kini belum terjawab kenapa Radita berubah 180 derajat menjadi kejam sikapnya kepada Cytra.
.....Ayo gaes like, komentar dan hadiahnya. Trims utk yang suda kasih vote....🙏🙏
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments