Pagi-pagi sekali selepas shalat subuh, Raisa sudah bersiap membantu pekerjaan Bu Irah. Ia berjalan dengan pelan menuju ke dapur. Seorang ART wanita yang bernama Titin berpapasan dengan Raisa.
"Astagfirullah! Si-siapa kamu?!" tanya Titin dengan ketakutan.
"Eh ... Ceuceu ...., ART disini juga ya? Kenalkan, saya Raisa. Tadi malam saya ikut sama Pak Dani dan Bu Irah," Raisa mengulurkan tangannya mengajak berjabat tangan.
"Ka-kamu bukan setan kan?" Titin ragu-ragu untuk membalas jabatan tangan Raisa.
"Ha ha ha ...! Ceuceu bisa aja! Masa setan cantik gini. Lihat saja, kaki saya nginjek tanah kan?" Raisa Merasa geli melihat Titin pucat pasi melihatnya
"Iya juga sih. Kamu ART baru?" tanya Titin kemudian setelah memastikan kaki Raisa tidak melayang di atas tanah.
"Semoga saja. Soalnya saya dengar ada seorang ART yang cuti hamil," jawab Raisa.
"Oh iya. Nama Ceuceu siapa?" Raisa ingin tahu.
"Titin," jawab Titin. Raisa pun mengangguk-angguk.
"Kamu .... seperti .....," belum sempat Titin menyelesaikan kalimatnya Bu Irah memanggilnya.
"Tiiiin ....! Titin ....!"
"Iya Bu! Titin di sini!" jawab Titin.
"Sini! Pasangin gas! Gak nyala-nyala nih!" teriak Bu Irah.
"Iya sebentar!" jawab Titin.
"Saya mau ke dapur dulu ya. Nini bawel udah manggil-manggil," ujar Titin sambil tersenyum.
"Saya juga mau ke dapur," kata Raisa.
"Hayu tuh bareng," ajak Titin.
"Tin, dipanggil Pak Dani. Astagfirullah!" Mang Udin yang baru datang terlihat terkejut. Ia memegang dadanya. Matanya fokus menatap wanita yang sedang bersama Titin.
"Kenapa Mang? Jantungnya mau copot ya?" ledek Titin.
"Di-dia si-siapa, Tin?" tanya Mang Udin
"Oh, dia ART baru. Namanya Raisa. Mirip ya?" Titin menyunggingkan senyum melihat Mang Udin masih mematung.
"Mirip? Maksudnya apa ya? Mirip siapa?" Raisa merasa heran dengan keanehan orang-orang disana.
"Enggak! Udah, gak usah dipikirin! Saya mau ke depan dulu menemui Pak Dani. Kamu mau ikut? Siapa tahu ada tugas juga buat kamu," kata Titin.
"Iya," jawab Raisa.
Mang Udin masih bengong. Titin meledek Mang Udin dengan menyenggol Mang Udin. Mang Udin terhuyung.
"Jangan kebanyakan bengong. Ayam tetangga mati karena kebanyakan bengong," ujar Titin.
Raisa tersenyum melihat keisengan Titin. Raisa mengikuti langkah kaki Titin yang berjalan di depannya.
"Kamu suka ya sama Mang Udin?" tebak Raisa.
"Cih! Dia itu suaminya sahabat saya, si Kokom, yang lagi cuti hamil. Si Kokom mau-maunya dinikahi laki-laki payah gitu," jawab Kokom.
"Payah gimana?"
"Kurang tegas, kurang macho. Kalau saya sih mau cari suami yang macho, berotot. Pokoknya kelihatan laki banget!" jawab Titin lagi. Raisa hanya manggut-manggut.
"Selamat pagi, Pak!" Titin menyapa Pak Dani. Raisa juga ikut menyapa Pak Dani.
"Kebetulan ada kamu juga Raisa. Hari ini kalian ....," lalu bla bla bla Pak Dani memberi arahan pada Titin dan Raisa tentang pekerjaan yang harus dikerjakan oleh Titin dan Raisa.
Setelah selesai, Titin dan Raisa bersiap mengerjakan pekerjaan bersih-bersih sesuai yang di perintah Pak Dani. Titin bersih-bersih di bagian dalam rumah. Sedangkan Raisa bersih-bersih di bagian luar rumah.
Sambil menyapu halaman, Raisa bersenandung kecil. Sampah-sampah daun kering ia kumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam tong sampah yang terbuat dari drum kecil. Raisa masih fokus menyapu halaman yang bahkan ditumbuhi pepohonan dan tanaman bunga.
Tanpa disadari, sepasang mata mengawasinya dari balik tirai jendela salah satu kamar lantai dua. Laki-laki itu terkesiap melihat sosok gadis yang sedang menyapu halaman itu. Sosok itu mengingatkannya pada mendiang istrinya.
Tak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya. Melihat gadis itu, membuatnya berkhayal andaikan gadis itu adalah Rena, istrinya.
Buru-buru Rangga mengusap pipinya. Dia tidak boleh larut lagi dalam kesedihan. Ia harus segera menyibukkan diri. Ketika ia membuka pintu kamarnya, Pak Dani sudah berdiri di depan pintu sambil membawa sarapan.
"Tuan, sarapan sudah siap. Tuan mau makan di kamar atau ....,"
"Letakkan saja di kamar," jawab Rangga cepat.
Pak Dani mengangguk.
"Saya permisi, Tuan,," Pak Dani bersiap keluar dari kamar setelah meletakkan sarapan untuk majikannya.
"Sebentar, Pak Dani!" Rangga menghentikan kepala ART itu
"Ya, Tuan? Apa masih ada yang Tuan butuhkan?" tanya Pak Dani.
"Siapa gadis itu?" tanya Rangga.
"Maksud Tuan, ART baru itu?" Pak Dani balik bertanya.
"Oh ... dia ART baru?"
"Ya, Tuan. Namanya Raisa. Dia tinggal di desa sebelah. Dia kabur dari rumah karena oleh Ibu tirinya akan dijodohkan dengan Seorang Tuan tanah yang sudah tua dan beranak cucu," jawab Pak Dani
"Apa tidak akan menimbulkan masalah, Pak?" Rangga menatap Pak Dani
"Entahlah, Tuan. Kami kasihan kalau sampai dia terlunta-lunta di jalan. Dia tidak punya sanak saudara," jawab Pak Dani lagi.
"Biarkan saja dia bekerja di sini," kata Rangga.
"Baik, Tuan. Kalau sudah tidak ada lagi yang diperlukan saya permisi," ucap Pak Dani. Rangga hanya mengangguk.
Selesai menyapu, Raisa pun menyiram bunga. Ketika ia sedang asyik menyiram bunga, ia dipanggil oleh Titin untuk sarapan. Raisapun menghentikan aktivitasnya. Ia segera bergabung dengan ART lain untuk sarapan. Setelah sarapan, Raisa dipanggil Pak Dani untuk membicarakan mengenai gaji, pekerjaan, dan segala sesuatu mengenai peraturan di rumah itu. Juga sekilas tentang majikan yang tinggal di rumah itu.
********
Sudah satu minggu Raisa bekerja di rumah itu. Tapi ia tak pernah melihat sosok majikannya. Apalagi Raisa hanya diperbolehkan membersihkan bagian luar rumah itu. Sehingga keingintahuannya tentang sosok majikannya tidak dapat dipenuhi. Hanya Titin dan Mang Udin yang diperbolehkan masuk ke dalam rumah itu. Tampak sangat tertutup sosok majikannya itu, pikir Raisa.
Setiap harinya Raisa hanya bisa melihat mobil yang keluar masuk garasi, pergi pagi dan pulang sekitar jam 1 siang. Sopir yang bernama Pak Wira yang mengantar jemput majikannya itu. Pak Wira tidak tinggal di vila itu. Ia pulang ke rumahnya setelah pekerjaannya selesai. Karena rumahnya di daerah dekat villa itu. Ia hanya sewaktu-waktu menginap bila ada tugas menjemput di malam hari bila Nyonya besarnya yang dari Jakarta datang.
Dan setiap sore, ada seorang laki-laki tua yang datang ke rumah itu untuk mengajari Rangga membuat kerajinan kriya. Guru privat majikannya selalu tersenyum bila berpapasan dengan Raisa. Raisa jadi penasaran, seperti apa majikannya itu. Tak pernah sekalipun majikannya mengantar keluar guru privatnya .
Suatu siang, Raisa dipanggil Bu Irah. Raisapun segera menemui Bu Irah di dapur. Bu Irah memang koki andalan majikannya.
"Tumben Bu Irah manggil saya. Pak Dani kemana?" tanya Raisa iseng.
"Sedang ada urusan sebentar," jawab Bu Irah, "Begini, hari ini Tuan Rangga sampai siang di kebun karena guru privat seni kriyanya tidak bisa datang hingga 3 hari ke depan. Jadi hari ini kamu yang nganterin makan siang Tuan Rangga ke kebun,"
'Aha! Pucuk di cinta ulampun tiba! Aku pengen ketemu majikanku! Akhirnya .... ada jalan,' kata batin Raisa bersorak.
"Nih Kotak makannya Tuan Rangga, juga minumnya. Semuanya ada di dalam tas bekal ini," Bu Irah menyerahkan tas jinjing berisi makan siang Rangga.
"Kebunnya dimana? Saya belum tahu," tanya Raisa.
"Kamu bisa naik motor sendiri? Soalnya Mang Udin sedang manggil tukang bangunan buat ngebenerin saluran air," jawab Irah malah berkata panjang lebar.
"Bisa. Tapi dimana kebunnya?" tanya Raisa lagi.
"Kamu ikuti jalan ke sebelah kanan rumah ini. Terus kamu lurus saja sampai ada perempatan. Nah sebelum perempatan itulah ada kebun Tuan Rangga.yang dipagar warna hitam. Disana ada tulisan "Sayuran Organik". Itulah kebun Tuan Rangga. Kamu masuk saja. Disana juga ada saung. Kamu letakkan saja makanannya di saung itu, barangkali Tuan Rangganya tidak ada di sana, karena masih bekerja," jelas Bu Irah.
"Oke, Sip! Motornya motor bebek yang warna biru itu kan?" tanya Raisa sambil menunjuk sebuah motor yang terparkir di dekat paviliun Titin.
"Iya. Nih kuncinya," Bu Irah menyerahkan kunci motor.
"Hati-hati! Makanannya jangan sampai tumpah!" pesan Bu Irah.
"Haduh, benar juga kata Ceu Titin. Bawel bener tuh Bu Irah. Di wanti-wanti jangan sampai tumpah segala. Memangnya. saya mau jungkir balik naik motornya," gumam Raisa sambil terkekeh geli.
Setelah sampai ke tempat yang dituju, Raisa memastikan bahwa tempat itu yang sesuai petunjuk dari Bu Irah. Setelah membuka pintu gerbang, Raisa membawa masuk motor itu ke dalam area kebun yang tak berapa luas. Tapi pemandangannya yang hijau-hijau di sana cukup membuat mata segar dan hari adem.
Setelah memarkirkan motor, Raisa menghampiri seorang laki-laki yang berpakaian lusuh penuh tanah, memakai sepatu boat dan bertopi caping. Ia sedang asyik memindah-mindahkan tanaman ke polibag.
"Permisi...," sapa Raisa.
Laki-laki itu menoleh. Ia tampak terkejut. Tapi tak lama kemudian ia mengalihkan muka lagi, sibuk dengan tanamannya. Ia tampak acuh dengan kedatangan Raisa.
"Permisi, Pak, Mas, akang ...., saya mau tanya, Tuan Rangganya ada enggak? Saya disuruh Bu Irah buat nganterin makan siangnya Tuan Rangga," kata Raisa sopan, tapi sedikit jengkel karena laki-laki itu terlihat cuek.
"Tuan Rangga sedang pergi. Taruh saja di gubuk itu," tunjuk laki-laki itu tanpa melihat Raisa.
"Tuan Rangganya sedang pergi ke mana ya?" tanya Raisa ingin tahu. Laki-laki itu hanya mengendikkkan bahu.
"Kalau Bapak, pekerja di sini?" tanya Raisa lagi. Laki-laki itu hanya diam. Tak merespon pertanyaan Raisa.
Dengan mendengus kesal karena merasa diacuhkan, Raisa segera berjalan menuju saung/gubuk yang tak jauh dari tempat tadi. Di sana memang tempat untuk beristirahat setelah melakukan pekerjaan berkebun. Terlihat dari peralatan dan perlengkapan yang ada di sana.
"Kemana ya Tuan Rangga? Sayang sekali lagi pergi," gumam Raisa
Setelah meletakkan bekal makan siang majikannya, Raisapun berniat kembali ke villa. Ketika melewati laki-laki itu, tak urung jiwa jahilnya keluar.
"Pak! Itu ada ular dibelakangmu! Hiiiy ....!"
"Mana, mana, mana..?!" laki-laki itu sontak berdiri sambil berjingkrak-jingkrak ketakutan.
"Ha ha ha ha ha ha ....! Rasain tuh kaget! Emang enak! Makanya jadi orang tuh jangan dingin kayak kulkas!"
Laki-laki itu menggeram terlihat marah. Tangannya terkepal. Sekuat tenaga ia menahan amarahnya.
"Untung tampan! Walau kaget sama marah aja masih terlihat tampan! Sifat cueknya jangan dibiasakan ya Pak, eh akang atau apa ya manggilnya?" ledek Raisa lagi.
"Bye bye akangkuh! love- love deh!" ledek Raisa berjalan sambil tangannya kissbye.
Laki-laki itu hanya diam saja. Ia hanya bengong melihat kelakuan gadis itu
"Gadis yang aneh!" gumam laki-laki itu.
******
Hari kedua Rangga libur privat seni kriya, Raisa memaksa ingin mengantar makanan. Ia merayu Mang Udin agar Ia yang menggantikan tugas Mang Udin mengantar makan siang untuk Tuan Rangga.
"Kamu kesambet apa sih girang banget pengen ke sana? Jangan-jangan kamu naksir ya sama Tuan Rangga?" tanya Mang Udin curiga.
"Ha ha ha ...! Boro-boro naksir! Orangnya juga belum pernah lihat! Saya pengen tahu aja sama seorang pekerja di kebun itu yang saya jahilin kemarin," jawab Raisa.
Mang Udin hanya melongo. Raisa terkekeh melihat kebingungan Mang Udin. Dengan jahil, sambil menjalankan motor, Raisa melambai-lambaikan tangannya pada Mang Udin.
Ketika Raisa tiba di kebun, Raisa merasa heran karena hari kedua dia kesana, kebun masih sepi. Tak ada pekerja yang lain. Raisa hanya melihat laki-laki yang kemarin sedang melukis di gubuk itu. Dengan mengendap-ngendap, Raisa berjalan ke gubuk itu dari arah lain. Ia ingin tahu, laki-laki itu sedang melukis apa. Mentang-mentang tak ada majikannya, ia berleha-leha. Tak bekerja.
Alangkah terkejutnya Raisa, karena yang dilihatnya, laki-laki itu sedang melukis dirinya. Dengan emosi, Raisa yang datang dari arah samping langsung melabrak laki-laki itu.
"Jadi ini yang kamu lakukan selagi Tuan Rangga tidak ada di sini?! Apa ini? Kamu melukis saya?! Kamu mengambil gambar saya tanpa ijin ya! Kamu suka sama saya?!"
Tentu saja laki-laki itu terkejut. Ia berdiri sambil mengambil kain kanvasnya. Disembunyikannya ke belakang badannya.
"Ka-kamu!" katanya tergagap.
"Kenapa? Malu ya ketahuan?! Sok-sokan cuek! Tahunya suka sama saya!" hardik Raisa.
"Kamu jangan kepedean ya!" balas laki-laki itu.
"Kamu itu pria dewasa! Kalau kamu melukis cewek, pasti itu cewek yang disukai! Istri kamu mau dikemanakan?" ucap Raisa sinis.
"Ada apa ini?" tiga orang pekerja yang lain berdatangan entah dari mana.
"Ini, dia enak-enakan melukis! Enggak kerja! Adukan saja pada Tuan Rangga!" kata Raisa merasa puas karena laki-laki itu kepergok oleh pekerja yang lain.
Salah seorang dari pekerja itu akan bicara, tapi laki-laki itu mengangkat tangannya. Memberi kode agar tidak perlu berbicara.
"Saya akan bertanggungjawab. Saya yang akan bicara pada Tuan Rangga," kata laki-laki itu.
"Baguslah kalau begitu!" ucap Raisa tersenyum.
"Ini, tolong berikan bekal makan siang untuk Tuan Rangga ya!" kata Raisa sambil menyerahkan tas jinjing itu pada salah seorang pekerja.
Dengan bingung, orang itu hanya menerima tas jinjing itu tanpa berkata sepatah katapun. Raisapun segera berlalu dari sana.
Kira-kira Rangga kemana ya? Siapa laki-laki itu? Ikuti terus ceritanya ya! Jangan.lupa, berikan vote, like dan komentarmu ya! Terimakasih!
TO BE CONTINUED
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Yudhiari Denada
semoga gak diajak sekongkol sama om adam. takutnya ada udang dibalik bakwan
2023-04-22
1