"Gimana dong, Nik. Aku bisa diomeli mamaku."
Raut cemas Rara membuat Niki menghela nafasnya. Jika sudah seperti ini, pasti dia yang akan sibuk. Bagaimana tidak, jika sedang bersama Rara, Niki-lah yang akan menjadi problem soulving untuk temannya satu itu.
Akhirnya Niki mengajak Rara menuju belakang panggung tempat konser berlangsung. Sembari berjalan menuju belakang panggung, Niki mencoba untuk menghubungi ponsel Rara. Namun belum juga panggilan terhubung, seorang pria dari arah belakang mereka menghentikan langkahnya.
"Maaf Kak, ini ponselnya ya?"
Niki dan Rara saling pandang sejenak, kemudian Rara langsung meraih ponsel yang ada di tangan pria itu dengan cepat sambil mengiyakan.
"Kenapa ponselku bisa ada di kamu? Kamu–"
"Ra."
Niki memotong perkataan Rara yang mulai kelewatan.
"Jangan nuduh sembarangan," ucapnya kemudian dengan suara pelan, namun masih bisa didengar oleh pria itu. Niki mengalihkan pandangannya kepada pria itu.
"Em, maaf, kenapa ponsel temanku bisa ada di kamu?" tanya Niki.
"Saat kalian joget tadi ada orang jahil yang mengambil ponsel teman kamu. Aku nggak sengaja melihat kejadian itu dan meminta temanku untuk mengejar orang jahil itu."
"Orang jahil? Maksud kamu maling?" tanya Rara.
"Begitulah," sahut pria itu.
"Kamu nggak bohong, 'kan? Jangan-jangan kamu–"
"Rara!" Niki kembali memotong perkataan Rara sambil menjelitkan matanya. "Di bilangin jangan nuduh sembarangan."
"Ya, kita 'kan nggak tahu, Nik, dia jujur atau nggak," ucap Rara membela diri.
"Ngapain aku maling ponsel kamu. Ponselku saja ada dua," ucap pria yang dituduh Rara tersebut dan berhasil membuat mereka berdua menatap ke arahnya.
Pria itu memamerkan ponselnya yang baru saja dia ambil dari saku celananya. Dua buah ponsel dengan lambang apel digigit itu membuat Niki menelan salivanya. Dia melirik Rara dengan menaikkan kedua alisnya untuk memberi kode jika Rara sudah keterlaluan menuduh pria itu.
"Kamu seriusan nggak maling ponselku?" tanya Rara dengan sedikit ragu.
"Kalau nggak percaya ya nggak papa. Lagi pula ponsel kamu sudah kembali, 'kan? Nggak ada yang hilang lagi juga. Kalau begitu aku permisi," ucap pria itu sambil memandangi Niki dan Rara bergantian sebelum berlalu dari sana.
"Rara, kamu keterlaluan banget sih."
Niki tampak kesal dengan temannya itu. Dia yang melihat pria yang sudah membantu mereka berlalu dari sana lantas menghentikan langkahnya sambil memegang pergelangan tangannya tanpa sadar.
"Tunggu."
Pria itu berbalik menatap Niki, kemudian dia melirik pada lengannya yang digenggam Niki.
"Em, maaf," ucap Niki yang baru tersadar dan segera melepas tangan pria itu dengan tidak enak hati.
"Kenapa lagi?" tanya pria itu.
"Em, maafin temanku yang sudah menuduh kamu ya. Dia sebenarnya hanya terkejut saja karena ponslenya hilang, dia beneran nggak maksud mau nuduh kamu kok," ucap Niki yang merasa bersalah atas kelakuan Rara.
"Its okay. Aku ngerti kok."
"Em, buy the way, makasih ya sudah mau bantu temanku. Kita jadi berhutang budi sama kamu."
"Nggak papa kok. Sesama manusia memang harus saling tolong menolong, bukan?"
Niki tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia hendak berpamitan kepada pria itu karena waktu sudah sangat larut saat ini, namun belum juga berucap, pria itu lebih dulu memulai bicara dan mengajaknya berkenalan.
"Aku Indra. Nama kamu siapa?"
Niki sempat terkejut melihat pria itu mengajaknya berkenalan setelah apa yang mereka lakukan padanya. Namun Niki berusaha bersikap normal dan menanggapi pria itu.
"Aku Niki. Itu temanku, namanya Rara," ucap Niki sambil menunjuk ke arah Rara yang berada tiga meter di sampingnya. "Oh ya, aku permisi dulu ya. Sudah larut banget, takut jalanan keburu sepi."
"Kalian berdua saja?" tanya Indra dan diiyakan Niki. "Gimana kalau aku antar saja. Kalian pulang ke mana?"
Niki menyebutkan nama jalan rumah Rara.
"Yasudah, bareng aku saja. Rumahku nggak jauh dari sana kok."
"Kamu serius?" tanya Niki.
"Iya. Tunggu sebentar ya. Aku pamit sama teman-temanku dulu."
Niki mengiyakan saja tawaran Indra. Dia sebenarnya ingin menolak, namun rasanya Indra orang yang baik, jadi lebih baik jika pria itu mengantarnya pulang dari pada mereka pulang sendirian. Apalagi area rumah Rara pasti sudah sangat sepi karena waktu yang hampir menunjukkan pukul satu malam.
Sementara Indra berpamitan kepada teman-temannya sesama panitia konser, dia menghampiri Rara dan mengajaknya untuk menuju parkiran. Mereka akan menunggu Indra di sana saja sekaligus melihat keadaan motor mereka.
"Kamu seriusan dia orang baik, Nik? Gimana kalau semua ini hanya modus si Indra-Indra itu saja?"
Niki memutar bola matanya malas mendengar ucapan Rara yang kembali bernegatif thinking kepada orang lain.
"Kalau dia orang jahat, yasudah, mau diapakan lagi."
"Hah?"
*
Rara terpaksa memercayai Niki yang juga memercayai pria bernama Indra untuk mengantar mereka pulang. Berdebat dengan Niki tidak ada gunanya, dari pada dia pulang sendirian lebih baik dia ikut perkataan temannya itu saja.
Mereka saat itu sudah berada di parkiran dan sedang menunggu kedatangan Indra yang entah sedang apa dan di mana. Ponsel Niki tiba-tiba berdering yang ternyata Indra meneleponnya untuk menanyakan keberadaan mereka. Setelah menyebutkan titik keberadaan mereka, Niki segera menutup panggilannya dan meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas.
"Sejak kapan kalian bertukar nomor ponsel?" tanya Rara heran. Seingatnya, dia tidak melihat Niki memberikan nomor ponselnya kepada si Indra itu.
"Sebelum dia pergi. Katanya biar mudah menghubungi kita. Yasudahlah Ra, hanya nomor ponsel juga."
"Hanya? Gimana kalau nomor kamu dipakai buat daftar pinjol?"
Niki kembali memutar bola matanya malas mendengar tuduhan yang dilayangkan temannya satu itu. Entah kenapa Niki heran sekali dengan wanita si juara umum di sekolahnya itu yang terlihat sangat bodoh dalam menilai orang lain.
"Mulai lagi deh," gumam Niki dalam hati.
"Kalau dia mau daftar pinjol, nanti aku kasih nomor ponsel kamu," ucap Niki asal.
Rara terlihat serius menanggapi ucapan Niki, namun wanita itu tak menghiraukan omelannya dan lebih memilih mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Indra. Tak butuh waktu satu menit, sosok Indra dengan motor gedenya terlihat menuju ke arahnya.
"Jangan ngomong yang aneh-aneh. Ayo pulang," ucap Niki memberi peringatan kepada Rara terlebih dahulu sebelum Indra tiba di depan mereka.
Rara hanya menganggukkan kepalanya saja. Dia sebenarnya belum bisa percaya dengan Indra yang tiba-tiba ingin mengantar mereka pulang dan juga dengan mudahnya meminta nomor ponsel Niki. Namun lagi-lagi dia tidak bisa apa-apa di situasi yang seperti ini selain memercayai Niki dalam keputusannya.
Di perjalanan pulang Niki membawa motor dengan kecepatan tinggi baginya, namun tidak untuk seorang Indra yang terlihat mengantuk karena merasa Niki sangat lamban membawa motornya. Namun meski begitu Indra tetap sabar mengikuti dua wanita itu dari jarak dua meter di belakangnya.
Hampir lima belas menit akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah berlantai satu yang cukup luas. Indra memerhatikan rumah tersebut dan sekitarnya, kemudian dia tersenyum kepada Niki yang menatap ke arahnya.
"Makasih ya, Dra. Kamu hati-hati pulangnya," ucap Niki sebelum memasukkan motor milik Rara ke dalam halaman rumah.
"Iya. Aku pulang dulu ya."
Niki mengiyakan, setelah Indra membawa motornya menjauhi rumah Rara, dia langsung menarik gas motor itu memasuki area rumah temannya itu.
"Nggak sopan banget sih, masa dia pamitan sama kamu doang," ucap Rara sembari mencoba membuka pintu rumahnya menggunakan kunci cadangan yang sengaja dibawanya.
"Dia marah kali sama kamu, soalnya kamu sudah nuduh dia yang nggak-nggak," sahut Niki sambil terkekeh.
Rara menghela nafasnya mendengar perkataan Niki. Setelah pintu terbuka mereka segera masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu kembali dengan rapat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Swift Ali
lanjutt
2023-03-03
5