Jangan memikirkan dia

Kepergian Erika ke negeri kanguru itu, tanpa sepengetahuan Axel. Laki-laki egois dan tidak memiliki rasa bersalah itu tidak memikirkan Erika barang sedetikpun.

Tapi ... saat hari-hari biasanya dia yang selalu akan didatangi oleh Erika dan gadis itu mengatakan cinta padanya, tapi kini tidak ada lagi kemunculannya gadis itu, membuat Axel heran.

"Kemana dia?" tanya Axel pada dirinya sendiri. Axel ingin menyuruh sekretarisnya untuk mencari tahu, tapi ia enggan. Gengsinya menolak untuk melakukan itu.

Akhirnya Axel abai lagi, memilih untuk melanjutkan pekerjaannya.

***

"Apa? Maksud Kakak, apa?" tanya Axel, pada Julian, laki-laki yang merangkap sebagai kakak angkatnya itu.

Axel adalah seorang anak laki-laki yang sudah yatim piatu. Orangtuanya meninggal karena kecelakaan, bersama dengan Kakak perempuannya yang bernama Nana.

Axel di angkat menjadi anak oleh keluarga Sebastian, keluarga yang awalnya akan menjadi besan keluarga Axel, karena Julian akan menikah dengan Nana, Kakaknya. Tapi Tuhan berkehendak lain, mereka direnggut dalam kecelakaan yang menghilangkan nyawa.

"Kamu masih bertanya apa, Xel? Erika pergi gara-gara kamu!" bentak Julian, ia menatap mata Axel dengan berkilat penuh amarah. Julian sendiri tidak tahu, kenapa sekarang Axel jadi seegois ini, padahal dulu dia sangat menjaga Erika.

Erika adalah anak perempuan satu-satu dari laki-laki yang bernama Erick. Dan Erick adalah kaki tangan Julian, yang akan melakukan apapun untuk Julian. Julian juga sudah menganggap Erick sebagai Kakaknya, jadi saat melihat Erick marah karena anaknya pergi gara-gara Axel, Julian jadi ikut merasa bersalah karena kelakuan adiknya itu.

Jadi ... dulu saat Axel dan Erika masih kecil, mereka selalu bersama. Axel selalu menjaga Erika dengan baik, maka dari itu, Julian benar-benar tidak habis pikir, kenapa Axel bisa melukai hati Erika sampai sebegitunya?

Apa yang sebenarnya terjadi dengan Axel?

"Pergi? Pergi kemana? Apalagi yang dilakukan oleh gadis manja itu?" tanya Axel yang membuat emosi Julian membesar.

"Jaga kata-kata kamu, Xel!" bentak Julian, ia memandang Axel dengan berkilat marah.

"Memang benar, kan, Kak! Dia itu gadis manja yang bisanya cuma merengek aja! Dan sekarang pakai cara kabur-kaburan segala! Drama yang basi!"

Plak

Dengan napas yang memburu, Julian menampar pipi Axel. Tangan Julian terasa panas karena tamparannya itu, ia yakin kalau saat ini pipi Axel berdenyut perih.

Axel memegangi pipinya yang terasa perih, menatap pada Julian yang melakukan itu padanya.

"Kamu benar-benar kurang ajar, Xel! Laki-laki yang tidak punya hati! Setidaknya kalau kamu memang tidak menyukai Erika, sedikit saja, tunjukkan rasa simpati kamu! Kamu benar-benar mengecewakan! Jangan menyesal nanti!" Julian menunjuk wajah Axel dengan perasaan kesal.

"Menyesal kemudian tidak ada gunanya!" tekan Julian lagi, kemudian ia pergi dari hadapan Axel, dengan segala emosi yang membara di dadanya.

Axel berdecih, ia masih memegangi pipinya, lalu ia berjalan kembali ke tempat duduknya. Julian datang ke perusahaannya hanya untuk memarahi dia saja? Dan itu semua karena Erika? Si gadis manja itu? Sungguh merepotkan!

Axel memegang ponselnya, ia menelpon salah seorang anak buahnya untuk mencari Erika. Tadi Julian tidak mengatakan kemana Erika pergi, jadi Axel ingin mencaritahu dan memberikan gadis itu pelajaran.

Sedangkan saat ini di Australia sana, Erika sudah berkutat dengan tugas-tugasnya, ia ingin lulus dengan cepat dan membuka perusahaannya sendiri. Erika mengambil jurusan desain, jadi nanti ia berencana untuk membangun perusahaan yang berhubungan dengan fashion.

"Erika, don't be too harsh like that, you will definitely become the best graduate here!" salah satu teman yang Erika dapatkan di kampus itu memperingati dirinya agar tidak terlalu keras dalam belajar. Karena Erika pasti akan menjadi lulusan terbaik juga nantinya.

"Kesuksesan itu tidak datang dengan sendirinya, jadi tentu saja aku harus bekerja keras, bukan? Biaya kuliahku disini tidak sedikit, jadi aku tidak ingin hanya menghabiskan uang orangtuaku saja!" balas Erika yang membuat temannya itu menggeleng.

"Okay, terserah kau saja!" balas teman Erika itu mengerlingkan matanya jengah.

Erika tersenyum kecil. Sebenarnya Erika melakukan itu juga untuk berusaha melupakan Axel. Kalau dia hanya diam saja, maka pikiran Erika akan terus tertuju pada Axel yang kini berada di Indonesia.

Bukan hal yang mudah bagi Erika untuk melupakannya Axel, meskipun laki-laki itu sudah beribu kali menyakiti hatinya.

Seperti yang dikatakan oleh Sasa, Erika boleh mencintai Axel, tapi ia tidak boleh gila karena cinta itu, apalagi dibodohi oleh cintanya yang semu.

Jadi setidaknya Erika harus menjadikan perjuangannya untuk menjauh dari Axel tidak menjadi sia-sia. Axel sudah terlalu kejam melukai hati Erika yang mencintainya dengan tulus.

"Tiga tahun lagi! Ya, hanya tiga tahun lagi! Aku harus bisa menyelesaikan kuliahku dan melupakan dia selama tiga tahun lagi." tekat Erika.

***

"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa mencaritahu dimana keberadaan Nona Erika," ucap anak buah Axel yang tadi ia suruh untuk mencari tahu dimana gadis itu berada.

"Apa maksudmu dengan tidak bisa mencaritahunya? Kau tidak bekerja dengan baik? Kau mau aku pecat? Hah?" bentak Axel marah. Hanya mencari Erika saja anak buahnya itu tidak bisa. Mana mungkin Erika bisa menghilang begitu saja?

"Sungguh, Tuan! Sepertinya Tuan Julian melindungi semua data-data tentang Nona Erika, sehingga saya tidak bisa mencaritahu dimana dia!" jawab anak buah Axel membuat laki-laki tampan yang kini memakai jas yang sangat pas di tubuhnya itu menjadi sangat marah.

"Sialan! Apa Kakak sengaja melakukan ini?" desis Axel kesal.

Tanpa mematikan sambungan telepon itu, Axel melemparkan ponselnya ke atas meja dengan sangat keras, bahkan hingga layarnya retak.

"Sial, kenapa aku jadi kesal?" tanya Axel pada dirinya sendiri.

Axel menyugar rambutnya dengan kasar, "Aakhh!" kemudian dia berteriak marah.

"Sialan, aku tidak boleh memikirkan dia! Dia bukan urusanku, jadi aku tidak boleh peduli! Dia hanya gadis manja yang merepotkan!" kesal Axel, ia kemudian meraih ponselnya yang sudah retak itu. Menghela napas, Axel menghubungi sekretarisnya dengan menggunakan telepon interkom.

"Bawakan aku ponsel keluaran terbaru secepatnya!" perintah Axel saat panggilan itu di angkat.

"Baik, Pak CEO," balas sekretaris Axel di luar sana.

Axel meletakkan kembali telepon interkom itu.

"Sial! Kenapa aku terus memikirkan dia?' racau Axel saat bayangan tentang Erika yang beberapa waktu lalu menangis karena perlakuannya di mall itu, membuat kepala Axel pusing.

"Aku tidak boleh memikirkannya dia! Tidak boleh, dia itu hanya pengganggu saja! Dan juga sekarang dia sudah pergi dari sini, jadi aku tidak akan di recoki lagi!" tekan Axel, ia meyakinkan dirinya sendiri, agar tidak memikirkannya Erika lagi, dan hanya fokus pada pekerjaannya.

Tapi ... sebenarnya itu tidak akan pernah terjadi!

***

Jangan lupa di subscribe dan kasih review, ya. Happy reading, semoga suka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!