Hadiah Cinta

Hadiah Cinta

Cinta dibalas luka

"Tapi aku suka sama kamu, Kak. Dari dulu! Dari aku masih kecil!" Erika, gadis 22 tahun itu memandang Axel laki-laki yang lima tahun lebih tua darinya tersebut dengan mata yang memerah karena menahan tangis. Sampai kapan Axel akan terus bersikap dingin padanya dan juga selalu ketus kalau berbicara dengannya?

Erika lelah! Erika lelah selalu tersakiti, ia lelah selalu memohon, ia letih untuk mengejar Axel yang terus berlari menjauh.

"Suka? Apa itu suka? Bulshit!" tegas laki-laki tampan dengan setelan jas lengkap yang bernama Axel itu, ia memandang Erika tajam, tapi itu tidak membuat Erika takut sedikitpun. Karena ia sudah terbiasa dengan tatapan tajam yang Axel layangkan padanya.

Erika yang berada di dalam ruangan Axel tersebut bangkit dari duduknya. Ia berjalan mendekat ke kursi kebesaran yang kini sedang diduduki oleh Axel.

"Kak ... kamu beneran gak ada rasa sedikitpun sama aku?" kini Erika berdirinya di samping Axel yang masih fokus pada laptop yang ada di depannya. Ia sangat berharap kalau Axel akan menjawab setidaknya sedikit saja. Sebesar beras pun bagi Erika tidak apa daripada dia harus mendengar kata tidak untuk yang kesekian kalinya.

"Rika!" Axel ikut berdiri dari duduknya, berdiri berhadapan dengan Erika yang hanya setinggi dadanya saja, "Sudah berapa kali aku bilang, aku gak suka kamu! Jangan pernah ganggu aku lagi! Paham! Mending sekarang kamu pergi dari sini!" tegas Axel yang membuat kedua mata Erika terasa memanas. Ia menatap Axel dengan tatapan yang penuh dengan kesedihan. Untuk yang kesekian kalinya, hati Erika dibuat hancur oleh Axel.

"Kamu tega, Kak! Kamu benar-benar tega!" Erika menunjuk dada bidang Axel dan memukulnya beberapa kali. Dengan penuh rasa sakit hati dan mata yang luruh mengeluarkan air mata, Erika keluar dari ruangan Axel. Ia mengusap air matanya yang tanpa malu menetes keluar membasahi pipinya.

Dengan menundukkan kepalanya, Erika berjalan melewati staf sekretaris Axel yang menatap Erika dengan iba. Mereka selalu melihat Erika keluar dari ruangan Axel dengan berlinang air mata.

Erika masuk kedalam lift, ia berjongkok dan mengeluarkan tangisannya di dalam lift itu. Dengan tangisan yang menyayat hati, Erika memukul dadanya yang terasa sesak.

"Kenapa kamu jahat banget, Kak? Kenapa kamu berubah? Dulu kamu gak kayak gini, Kak! Kenapa kamu gak pernah menganggap aku lagi? Kenapa aku gak pernah ada nilainya di mata kamu? Kamu benar-benar berubah, Kak!" isak Erika dengan suara yang cukup besar. Ia terus memukul dadanya seakan hal itu bisa membuatnya merasa sedikit lebih tenang, dan sesak yang ia rasakan berkurang.

Erika berdiri, ia mengusap air matanya dengan tangannya karena ia tidak memiliki tisu.

Lift berdenting, kemudian pintunya terbuka. Erika berjalan keluar dari dalam lift itu dengan langkah yang cepat. Sepatu yang di pakainya beradu dengan lantai marmer yang dingin, Erika berjalan menuju loby.

Sedangkan di dalam ruangannya, Axel abai dengan kepergian Erika, ia masih tetap fokus pada pekerjaannya.

Erika masuk ke dalam mobilnya yang ada di parkiran VVIP, di dalam mobilnya Erika mengusap air matanya dengan tisu yang ada di sana. Erika melihat pantulan dirinya di cermin mobil. Maskara yang sudah luntur dan juga bedak yang sudah tidak enak di pandang dari wajahnya.

"Kamu ini menyedihkan sekali, Rika! Sudah berapa kali kamu menyatakan cinta pada dia, dan dia selalu mengatakan hal yang menyakitkan padamu! Kuatlah, Erika! Kuatlah!" tekan Erika pada dirinya sendiri. Ia membersihkan wajahnya yang tampak mengerikan dengan tisu basah yang ada di dalam mobilnya.

Erika melajukan mobilnya meninggalkan parkiran tersebut. Ia butuh makanan pedas saat ini untuk menaikkan moodnya kembali.

Erika adalah seorang perempuan yang sempurna, terlahir dari orangtua yang juga sempurna. Ia kaya, pintar dan juga memiliki wajah yang cantik. Semua kesempurnaan ada padanya. Tapi ... yang tidak Erika miliki hanya satu. Yaitu cinta dari laki-laki yang bernama Axel.

Axel adalah teman atau laki-laki yang Erika anggap sebagai kekasih masa kecilnya. Axel selalu melakukan apapun untuk Erika dulunya. Dulu! Ya, itu dulu! Dan semenjak masuk kuliah, Axel berubah. Semua sikap dan juga perlakuannya pada Erika berubah. Erika sendiri tidak tahu kenapa.

Axel selalu mengatakan kalau dia benci pada Erika, dan Erika sendiri tidak tahu alasannya apa yang membuat Axel jadi membencinya. Padahal dulu mereka seperti sepasang kekasih masa kecil yang membuat orang-orang menjadi iri.

Membelokkan mobilnya ke parkiran warung bakso yang cukup besar dan terkenal, Erika kemudian turun dari dalam mobilnya. Ia butuh bakso yang dicampur tiga sendok cabai untuk mengembalikan suasana hatinya yang buruk karena penolakan Axel. Itu yang selalu Erika lakukan di setiap Axel mematahkan hatinya untuk yang kesekian kalinya.

Erika memainkan ponsel saat sementara pesanannya itu sampai. Saat sedang asik melihat sosial medianya, Erika dikejutkan dengan seseorang yang memegangi pundaknya.

"Om Rian ... Eh, maksudnya Kak Rian?" sapa Erika pada Rian, laki-laki yang lebih tua darinya sepuluh tahun, orang yang tadi menepuk pundaknya. Untung saja tadi Erika tidak langsung menjerit saat Rian menepuknya. Bisa-bisa ia menjadi pusat perhatian di sana.

"Galau lagi?" tanya Rian yang sudah hapal dengan tingkah Erika.

Erika tertawa kecil, "Biasalah, Kak," jawabnya singkat.

"Axel lagi?" tebak Rian, dan itu tidak akan mungkin salah.

"Hemmm," dehem Erika. Ia menoleh pada pelayan warung bakso itu yang meletakkan semangkok bakso beranak pedas didepannya.

Erika sangat senang karena disiang hari seperti ini, warung bakso itu sudah buka.

"Kenapa kamu hanya melihat Axel saja, Rika?" Rian menatap wajah Erika yang langsung kaku, "Sedangkan aku ... orang yang selalu menyatakan cinta ke kamu, tapi tidak pernah kamu hiraukan," ucapan Rian yang menatap Erika membuat gadis itu semakin terdiam.

Erika batal menyendokkan bakso pedas ke dalam mulutnya. Ia mengangkat kepalanya dan saling bertukar pandang dengan Rian. Pria yang lebih tua sepuluh tahun dirinya itu dan sampai kini masih setia untuk melajang.

"Itu ...." Erika diam, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Erika menggigit bibir bawahnya dengan bingung, bagaimana caranya dia mengatakan pada Rian, kalau hatinya sudah terpaut terlebih dahulu pada Axel bukan pada laki-laki yang duduk didepannya ini.

"Rika ... kenapa kamu gak kasih aku kesempatan, dan membuka hati kamu untuk aku?" Erika diam. Ia menunduk, menatap nanar pada mangkok baksonya. Seleranya untuk memakan makanan berkuah itu kini menjadi hilang. Dan sekarang pikiran Erika kembali bercampur aduk.

"Tapi Om, eh Kak?"

"Memangnya apa yang kamu harapkan dari Axel, Rika? Selama bertahun-tahun dia tidak pernah bersikap lembut terhadap kamu. Dia selalu saja membentak kamu dan juga mengusir kamu ketika kamu datang ke kantornya. Yang ada di dalam pikirannya itu hanya pekerjaan saja, dan dia tidak pernah memikirkan kamu sekalipun. Buka mata kamu, Rika! Lihat aku! Aku bahkan dari dulu masih setia berjalan di belakang kamu!" Rian mengatakannya dengan tatapan yang sangat tulus, itu terlihat dari matanya.

Ucapan Rian bagaikan sebuah tamparan untuk Erika. Bagaimana Rian mengingatkan lagi rasa sakit yang Axel torehkan pada hatinya. Luka baru yang hadir setiap harinya karena laki-laki yang bernama Axel itu membuat dada Erika kembali merasa sesak.

Erika membalas tatapan Rian dalam-dalam. Ia menatap mata lembut tersebut cukup lama. Kemudian Erika mendesah pelan, dan memijit pelipisnya. Kepala Erika pusing, kenapa masalah hatinya harus serumit ini?

Erika tahu, kalau kisah cintanya sangat pedih, menyakitkan dan selalu bertabur garam. Luka yang selalu di buat oleh Axel setiap harinya terus bertambah dan semakin pedih. Tapi ... Erika tidak bisa lepas dari jerat Axel.

Dan kini, ada Rian yang menawarkan sebuah cinta padanya, apa yang harus Erika lakukan? Apakah dia memang sudah seharusnya membuka hati untuk Rian, dan mulai mengikhlaskan Axel? Tapi ... apa Erika akan rela? Apakah ia sanggup?

Apakah perkataan Rian benar? Apakah dia harus membuka hati terlebih dahulu? Dan juga, apa dia perlu membuat Axel merasa kehilangan atas dirinya? Tapi ... bagaimana kalau Axel baik-baik saja, bagaimana kalau Axel malah bahagia saat dia pergi dari sisi laki-laki itu?

Erika menjadi galau sendiri saat memikirkannya. Apa ini waktunya dia harus berhenti untuk menjadi wanita murahan yang selalu mengejar Axel, dan berjalan bersama dengan Rian yang mau untuk berjalan beriringan dengannya? Tidak seperti Axel yang selalu meninggalkannya dan bahkan terus mengusirnya.

"Rika ... jawab pertanyaan aku? Apa kamu gak mau membuka hati sedikit saja untuk aku? Apa kamu gak mau mencoba melupakan Axel, pria yang bahkan tidak pernah menganggap kamu ada?" tanya Rian, ia menatap Erika sangat lama. Tatapannya dalam, membuat Erika menelan ludahnya kasar.

"Itu ... anu .... a-aku ...."

***

Bersambung ....

Welcome to my new story'. Semoga suka, happy reading! Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar, ya.;))

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!