Semua orang yang ada di sana berbisik-bisik saat mendengar hal itu. Mereka memandang Erika dengan sinis. Tidak dapat di pungkiri, kalau kelakuan bar-bar Erika tadi menjadi nilai minus untuk citranya.
Satu tetes bulir air mata Erika jatuh membasahi pipinya. Tidak ada yang bisa menggambarkan bagaimana rasa sakit Erika saat ini. Ia benar-benar terpuruk, ia jatuh. Benar-benar jatuh sejatuhnya.
"Hahh ...." Erika mendesah berat, ia berusaha untuk tersenyum, tapi air mata yang semakin jatuh di pipinya sudah bisa menjelaskan bagaimana rasa sakit Erika saat ini.
"Terimakasih, Kak," ucap Erika serak. Ia memandang Axel dengan sangat dalam, kemudian tersenyum tulus. Sangat tulus, hingga kepedihannya terlihat jelas dari senyumannya itu.
"Rika, pulang aja, yuk?" ajak Sasa, ia sangat tidak tega saat melihat sahabatnya seperti ini.
"Iya, tenang aja," jawab Erika singkat.
Axel memandang Erika dalam diam, melihat bagaimana bulir air itu jatuh membasahi pipi Erika.
"Kak Axel ... Erika pergi, kalau itu yang Kakak mau. Erika sayang sama Kak Axel. Sayang banget, sampai gak ada yang bisa menyaingi rasa sayang Erika dengan siapapun yang menyayangi Kakak,"
Erika tersenyum, ia menundukkan kepalanya menyembunyikan rasa sakitnya yang membuat dadanya terasa terbakar.
Erika berjalan dua langkah ke depan. Semua orang mulai waspada, takut kalau Erika melakukan hal gila lagi.
"Tenang aja, Erika gak akan buat malu lagi, kok," ucap Erika saat ia tahu, kalau Axel sedang was-was terhadap dirinya.
Erika tersenyum, kemudian ....
Cup.
Satu kecupan lembut di pipi Axel dari Erika membuat mereka semua yang ada di sana menutup mulut. Kenapa Erika berani sekali?
"Jangan salah paham! Itu cuma tanda perpisahan, kok," ucap Erika tersenyum lembut pada semua orang yang menyaksikan kejadian tersebut.
"Selamat tinggal, Kak!"
Setelah mengatakan itu, dengan langkah berat, Erika pergi dari sana. Batal semua rencana yang tadi ia buat bersama dengan Sasa, sang sahabat.
Axel terdiam bagaikan patung, ia menatap langkah Erika yang menjauh. Rasa hangat di pipinya karena ciuman Erika masih membekas di sana. Apa dia benar-benar sudah sangat keterlaluan?
Erika naik ke dalam mobilnya, Sasa menyuruhnya untuk duduk di samping saja, biar dia yang menyetir. Bisa gawat nanti kalau Erika yang menyetir, bisa-bisa nanti mereka pulang sampai ke surga.
Di dalam mobil, Erika menumpahkan semua sesak yang membuat napasnya tersengal. Erika memukul dadanya, kenapa sesak itu tidak mau pergi dari dada dan juga hatinya?
Sasa benar-benar tidak tega saat mendengar tangisan Erika yang benar-benar menyakitkan. Ia benci Axel! Sasa benar-benar benci dengan laki-laki yang sudah membuat sahabatnya menjadi seperti ini. Sungguh demi apapun, Sasa bersumpah dan berdoa pada Tuhan, semoga Axel mendapatkan semua balasannya.
Tangisan Erika tidak kunjung berhenti, membuat Sasa akhir membawa sahabatnya itu ke apartemennya.
Bahkan mobil Erika penuh dengan tisu yang Erika gunakan untuk membersihkan wajahnya karena air mata.
"Rika ... ayo turun! Lo bisa nangis sepuasnya di dalam apartemen gue!" ucap Sasa. Ia kemudian turun dari dalam mobil dan membantu Erika untuk turun juga.
***
Sasa mendudukkan Erika di sofa yang ada di ruang keluarga apartemennya. Tangis Erika masih belum berhenti. Bahkan mata gadis cantik tinggi semampai itu bengkak dan juga terlihat sangat merah. Hidungnya pun begitu. Sasa benar-benar melihat Erika berada di titik terendah hidupnya.
"Kenapa dia benci gue, Sa?" Sasa yang sedang mengambilkan air minum itu menoleh pada Erika yang berucap dengan suara yang sangat serak.
Air mata Sasa ikut luruh saat ia melihat Erika memeluk kakinya dan meletakkannya di atas sofa. Tidak dapat Sasa bayangkan bagaimana rasa sakit hati Erika saat ini.
"Rika ... udah, jangan tangisin dia terus! Dia itu laki-laki brengsek, Ka!"
Bahkan untuk menyebutkan namanya saja, Sasa enggan. Demi Tuhan, Sasa sangat benci dengan Axel.
"Sa ... gue kurang apa?" tanya Erika lagi, ia menatap Sasa dengan mengiba, membuat Sasa semakin tidak tega.
"Lo gak ada kurangnya, Ka. Lo itu sempurna, Lo cantik, Lo tulus! Cuma si brengsek itu aja yang gak bisa membuka mata buat Lo! Dia gak pantas buat Lo cintai, Ka. Ingat, Ka, cukup sekali ini aja Lo nangis gara-gara dia, dan setelah ini jangan!"
Sasa membawa Erika yang masih terisak kedalam pelukannya. Kata-kata semangat dari Sasa setidaknya bisa membuat hati Erika sedikit membaik, walaupun hanya sedikit saja.
"Udah, Lo jangan sedih lagi. Laki-laki gak cuma dia aja, jangan buang-buang air mata Lo buat tangisin laki-laki seperti dia. Masih banyak laki-laki yang pantas buat, Lo, di luar sana, Ka!"
"Tapi ... tapi gue cintanya sama dia, Sa," jawab Erika serak.
"Cinta boleh, gila jangan, apalagi bodoh!"
***
Sudah tiga hari ini Erika selalu berada di dalam kamarnya. Selain untuk menenangkan dirinya, Erika juga tengah bersiap untuk pergi ke Australia. Melanjutkan kuliahnya di negeri kangguru itu.
Erick yang merupakan Papa Erika jelas terkejut dengan keputusan anak perempuannya yang sangat tiba-tiba. Karena sebelumnya Erika mengatakan kalau ia tidak ingat melanjutkan kuliah S2 nya. Tapi ... semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, hati Erika sudah tidak baik-baik lagi.
"Kamu yakin, mau berangkat malam ini?" tanya Airin, Mama Erika pada anak gadisnya yang sedang patah hati itu.
"Iya, Ma," jawab Erika singkat. Kalau ia lama-lama di negara ini, maka Erika tidak akan bisa lepas dari jerat cintanya pada Axel.
"Tapi kan masih ada waktu seminggu lagi, Sayang," ucap Airin, berusaha untuk membujuk putrinya itu agar tinggal lebih lama lagi.
"Gak, Ma. Aku mau berangkatnya hari ini aja, biar nanti gak kedesak!" elak Erika. Semakin cepat maka akan semakin baik.
"Kamu harus kuat, Sayang. Kadang memang kisah cinta itu awalnya pahit, tapi nanti pasti akan berakhir manis, Sayang,"
Erika diam, ia menatap mamanya itu cukup lama. Airin adalah seorang Mama yang sangat mengerti dengan dirinya. Dan Erika sangat mencintai Mamanya itu.
"Iya, Ma. Rika yakin, kalau nanti pasti akan ada seseorang yang bisa menerima cinta Rika dengan sepenuh hati," balas Erika tersenyum mencoba membuat supaya Airin tidak cemas lagi.
Airin merentangkan tangannya, kemudian Erika mendekat dan mereka berpelukan. Erick yang berdiri di balik pintu mendesah panjang. Ia terluka saat melihat Erika terluka.
Malam ini ... di bandara internasional Soekarno-Hatta, Erika pergi meninggalkannya keluarga, sahabat, dan juga kisah cintanya. Erika pergi membawa luka yang bertabur garam di hatinya.
Setidaknya nanti saat ia berada di negeri kanguru itu, Erika bisa melupakan Axel, walaupun tidak sepenuhnya. Karena memang hati Erika dari awal sudah berisikan nama Axel.
"Selamat tinggal kenangan, setidaknya untuk tiga tahun kedepan aku akan terus berusaha untuk melupakannya,"
***
Happy reading, semoga suka. Jangan lupa subscribe dan kasih review, ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments