“Kau pasti sedang bercanda, Selena.”
Selena pura-pura menatap keluar jendela, menghindari tatapan tajam Ocean. Kalau saja posisinya lebih baik, jelas Selena akan balas berteriak, lebih kencang dan beringas.
“Kau sebut ini makanan?” Kening Ocean mengernyit dalam saat matanya kembali tertuju pada sandwich dengan bentuk mengenaskan di depannya. Potongan sayur yang tidak beraturan, telur gosong di satu sisi, mayones dan keju leleh yang berantakan. Singkatnya, sandwich itu membuat selera makan lenyap seketika.
“Apa yang kauharapkan dari tujuh menit? Sudah bagus aku memberimu sarapan.” Selena bersedekap, mendengus pelan.
Suara helaan napas Ocean terdengar setelahnya. Pria itu mengangguk pelan, lantas menopang kepalanya dengan satu tangan. “Meskipun cukup kesal sekarang, tapi aku akan mencoba memahamimu. Seumur hidup kau mungkin belum pernah menyentuh papan penggorengan. Baiklah, lupakan sarapan. Kalau menyapu dan mengepel, kau pasti bisa, bukan?”
Bibir Selena komat-kamit merapalkan sumpah serapah. Lihatlah wajah menyebalkan itu. Selena bersumpah suatu hari nanti akan menyambitnya dengan heels tujuh sentinya.
Sayangnya, meskipun tengah dilanda kesal luar biasa, Selena tidak bisa berbuat banyak. Entah karena otaknya yang encer atau memang pada dasarnya Ocean belum pernah kalah, dia selalu berada satu langkah di depan Selena.
Dengan langkah lebar-lebar, Selena berjalan menuju ruang penyimpanan alat kebersihan yang baru saja ditunjuk Ocean. Dia mengambil vacuum cleaner, mencoba menyalakannya. Mati. Tidak terdengar desing mesin sekecil apa pun.
“Rusak, aku belum sempat beli yang baru.” Ocean sudah berdiri di ambang pintu, berucap santai. “Di pojok sana, ada sapu. Kau bisa menggunakannya. Ah, sekalian bersihkan semua barang-barang dan meja menggunakan lap dan kemoceng. Semangat, ya!”
Tangan Selena semakin erat mencengkeram vacuum cleaner, rasa ingin melemparkan benda itu untuk menimpuk kepala Ocean semakin besar. Penghinaan macam apa ini? Seorang Selena Jasmine disuruh menyapu dan mengelap? Bahkan di peran-perannya selama ini, Selena selalu menjadi putri keluarga kaya atau konglomerat.
Dengan kaki yang sesekali dientakkan ke lantai, Selena meraih sapu dan kemoceng, memulai dari sudut ruangan. Sudah tak terhitung berapa kali dia menyumpahi Ocean agar terjerembab masuk ke selokan atau tiba-tiba alien datang ke rumah ini lantas menyeretnya pergi. Kapal pesiar dan vila? Memang seharusnya dia lupakan saja. Ocean jelas ingin menginjak-injak harga dirinya.
Sementara objek sumpah serapah Selena kini tengah meluruskan kaki di sofa, memakan apel, sembari membaca surat kabar. Sesekali Ocean melirik Selena, memastikan dia mengerjakan tugasnya dengan baik.
Baru lima menit, Ocean dibuat tersentak ketika bunyi pecahan benda terdengar nyaring. Selena sudah berteriak lebih nyaring lagi di sudut ruangan, kaget bercampur takut.
Salah satu guci pecah. Selena tidak sengaja menyenggol guci itu ketika sedang membersihkan meja.
Jangan tanya bagaimana Ocean sekarang. Lenyap sudah raut wajah setenang Sungai Amazon itu. Kesabarannya menguap.
“Apa kau tidak bisa mengerjakan satu hal saja dengan benar? Guci itu aku dapatkan dengan susah payah, membayar mahal di pameran. Apa memang tidak ada yang bisa kau lakukan selain merengek dan bertingkah, Selena? Benar-benar kekanakan dan tidak berguna!” Ocean meluapkan kekesalannya pada Selena yang sudah dia pendam sejak pertemuan kembali mereka pada makan malam. Ocean sungguh tidak tahan dengan sikap Selena yang seperti itu. Sehingga, tepat rasanya Ocean melabeli Selena dengan julukan ‘Tuan Putri Manja yang Bodoh’.
Ucapan tajam Ocean membawa perubahan dalam wajah Selena. Raut kaget dan takut itu digantikan oleh tatapan nanar dan terluka. Cekalan tangannya pada sapu semakin mengerat. Matanya tiba-tiba memanas.
“Ya ....” Selena mencoba untuk mengalahkan rasa rendah dirinya, namun suaranya malah terdengar serak karena tangis yang dia tahan sekuat mungkin. “Aku memang tidak berguna. Kekanakan. Tidak berbakat. Sok berkuasa, padahal aku hanya benalu bagi keluargaku. Meskipun aku memperoleh banyak penghargaan, nyatanya aku hanyalah aktris gagal. Semua itu hanyalah apresiasi untuk nominal uang Papa yang diberikan pada mereka. Tidak lebih ....”
Sunyi menyelimuti ruangan itu. Ocean terdiam menatap Selena yang menahan tangis. Waktu seakan merangkak, detik demi detik turut membawa rasa bersalah yang menelusup di hati Ocean.
“Kalau kau sebegitunya tidak suka denganku, kenapa kau tidak berusaha menolak dan menghentikan pernikahan ini, Ocean? Sama seperti saat kau menolakku dulu ....”
Membawa kenangan paling buruk dalam hidupnya, membicarakannya seolah dia tidak cukup terluka, tanpa Selena sadari malah membuat luka menganga itu semakin lebar. Dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya tercekat.
Merasa air matanya akan segera luruh jika terus berhadapan dengan Ocean, Selena memutuskan untuk pergi dari sana. Namun belum selangkah pun dia bergerak, baru hendak mengangkat salah satu kakinya, Ocean lebih dahulu berucap pelan, “Diam di sana.”
Selena mendengus, tidak mengindahkan kata-kata Ocean.
“Kubilang diam di sana!”
Seruan Ocean membuat Selena mengurungkan niatnya untuk pergi dari sudut ruangan. Sebagai gantinya, dia melayangkan tatapan tajam seperti hendak menancapkan anak panah tepat di jantung Ocean.
Hanya sedetik, sebelum akhirnya Selena sedikit tersentak saat Ocean melewati pecahan guci begitu saja. Meskipun dia memakai alas kaki yang membungkus kakinya, tetap saja pecahan kaca bisa melukainya.
Dan yang membuat mata Selena membeliak seketika adalah ketika Ocean membalikkan badan, lantas sedikit menurunkan badannya di depan Selena. “Ayo, naik. Kau tidak memakai alas kaki.”
Selena membeku. Naik ke punggung Ocean? Maksudnya Ocean ingin menggendongnya? Entah Selena sedang bermimpi atau berhalusinasi, yang pasti Ocean sama sekali tidak terlihat seperti pria yang akan melakukan hal itu.
Tiga detik menimbang-nimbang, Selena mendorong pelan punggung Ocean. Begini-begini dia masih punya harga diri. Akan memalukan sekali jika dia mengikuti perkataan Ocean padahal kejadian dramatis nan emosional baru saja terjadi.
“Jangan membuatku mengulangi perkataanku, Selena.”
“Lupakan. Aku tidak butuh bantuanmu.” Selena membuang muka.
“Baiklah kalau itu maumu.”
Tanpa aba-aba, Ocean menurunkan badannya, menempatkan tangan kiri di punggung Selena dan tangan kanan di kakinya, lantas hap, dengan mudah Ocean mengangkat wanita itu. Jelas saja Selena memberontak, menggerak-gerakkan kakinya ke atas-bawah sembari berteriak minta diturunkan. Namun jangankan menuruti kemauan Selena, Ocean seperti sama sekali tidak terganggu dengan segala hal yang dilakukannya, terus berjalan melewati pecahan guci.
Selena baru diturunkan setelah sampai di sofa panjang. Mendengus sekilas, Selena langsung bangkit berdiri, berderap menuju kamarnya, lantas membanting pintu.
Yang tidak Selena ketahui, setelah pintu berdebum tertutup, Ocean berjalan tertatih mengambil obat merah. Kakinya terluka terkena pecahan guci.
Dan yang tidak Ocean ketahui, setelah pintu berdebum tertutup, Selena merasakan panas menjalari pipinya. Wajahnya bersemu merah.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Leyna Ainee
next ka!! semangat!!
2023-02-22
2