Xichen paling tidak bisa berdiam lama di satu tempat tanpa melakukan apa pun. Ia pergi ke kamar seperti yang diminta oleh Song Tuoli. Namun, setengah jam kemudian, ia keluar lagi. Ia berjalan-jalan di sekeliling.
Sekte Elang Surga tidak sebesar sekte Pedang Abadi. Di dunia persilatan, hanya beberapa pendekar yang terkenal dari Sekte Elang Surga. Bahkan, di antaranya tidak pernah menempati urutan nomor satu.
Akan tetapi, tetap banyak yang ingin berguru ke sekte Elang Surga. Tak banyak pendekar dari Sekte Elang Surga yang menempati jajaran pendekar paling terkenal, bukan berarti mereka lemah. Kebanyakan murid dari Sekte Elang Surga lebih memilih untuk tidak ikut campur pada masalah yang tidak berhubungan dengan mereka.
Beberapa murid berpapasan dengan Xichen. Ia semakin menyadari bahwa para murid sekte ini sangat takut padanya.
Tiba-tiba, seseorang menabrak Xichen dari belakang hingga ia terjerembab. Dua orang murid yang menabraknya itu membantu Xichen berdiri. Ketika mereka tahu yang ditabrak adalah Xichen, keduanya sontak mundur.
“Maaf. Kami minta maaf!” ujar dua murid itu sembari membungkuk, lalu bergegas melewati Xichen.
Karena saling berebut jalan, salah satu dari dua murid itu terjatuh. Xichen mendekat. Ia menghalangi jalan hingga murid itu tak tahu harus ke mana.
“Kemarin!” perintah Xichen sambil menggerakkan telunjuknya.
Murid yang tingginya hanya sedada Xhichen itu menoleh ke belakang. Ia ingin kabur, tapi kakinya tak bisa digerakkan saking takutnya.
“Kemari!” Xichen mengulangi perintahnya.
Dengan tangan bergetar, murid itu mendekat dengan kepala menunduk.
“Siapa namamu?”
“Cheng Phezi.”
“Cheng Phezi, kau kenapa? Bukan hanya kau, tapi semua orang yang ada di sini. Apa aku punya tanduk sampai semua orang di sekte ini ketakutan melihatku seperti mereka sedang melihat setan?”
Cheng Phezi menatap sekeliling. Tak ada orang yang lewat. Dalam hati, ia merutuki dirinya sendiri kenapa juga ia mau ikut lewat dari koridor samping. Jika tak lewat dari sini, ia pasti tak akan bertemu dengan orang yang paling dihindari di Sekte Elang Surga sekarang.
“Ayo jawab. Jangan hanya diam.”
“Aku tidak tahu. Guru Song hanya mengatakan untuk tidak mengganggumu.” Cheng Phezi menggeleng dengan gerakan yang cepat.
Xichen merangkul Phezi membuat jantung pria itu hampir meledak.
“Aku yakin kau pasti mengetahui sesuatu. Katakan, atau aku akan menebas lehermu. Kau tahu kalau murid Sekte Pedang Abadi memiliki jurus pedang yang sangat hebat, bukan? Pedang kami bisa memotong kayu tanpa menyentuhnya.”
Phezi menelan ludah. Membayangkan pedang Xichen menebas lehernya, membuat ia bergidik ngeri.
“Jadi, katakan sebelum kesabaranku habis. Jangan coba-coba berteriak.”
Pezhi mengangguk.
“Ayo kita cari tempat lain untuk bicara.”
Xichen tahu seluk beluk Sekte Elang Surga karena ia pernah menjelajahi sekte ini ketika masih kecil. Beberapa perubahan tak akan membuatnya tersesat. Ia lantas membawa Phezi ke pohon buah persik di belakang gudang. Tidak akan ada orang yang datang ke sana.
“Ayo ceritakan kenapa kalian semua takut padaku.”
“Aku akan cerita. Tapi, aku mau kau berjanji tidak akan memberitahu Guru Song tentang ini. Kalau Guru Song tahu, dia akan mengusirku dari sekte.”
Xichen tersenyum. “Ya, aku berjanji. Sekarang, ceritakan.”
“Waktu kejadian di Sekte Pedang Abadi, kau hampir membunuh semua murid Sekte Elang Surga yang datang membantu. Guru Song juga terluka parah waktu itu. Kalau kau melepas baju Guru Song, kau akan lihat banyak luka di tubuhnya.”
Xhicen menunjuk dirinya sendiri. “Aku? Hampir membunuh murid Sekte Elang Surga? Kau bercanda? Apalagi, Guru Song. Tidak mungkin aku mengalahkannya. Pasti, sebelum aku mengangkat pedang saja, Guru Song sudah langsung melumpuhkanku. Aku juga melihat murid-murid sekte baik-baik saja.”
“Terserah kau percaya atau tidak. Memang itu kenyataannya. Murid-murid yang terluka masih ada yang dirawat sampai sekarang. Untung saja tidak ada yang mati karena Guru Song dan guru yang lain melindungi mereka.”
Masih sangat sulit untuk Xichen menerima cerita itu. Mengalahkan Guru Song? Yang benar saja. Ia bahkan tidak yakin bisa melawan murid pilihan di Sekte Elang Surga.
“Apa kau ikut ke Sekte Pedang Abadi malam itu?”
Phezi menggeleng.
“Oh, berarti kau hanya mendengar cerita dari orang lain.” Xichen tertawa. Ia yakin apa yang dikatakan Phezi tidak benar. Orang-orang terbiasa melebih-lebihkan ketika bercerita. Jadi, tidak mustahil kalau cerita yang didengar olehnya sekarang juga sudah dilebih-lebihkan.
“Namaku Xichen. Kau bisa memanggilku Kak Xichen.” Xichen mengulurkan tangannya.
Phezi menelan ludah. Ia meraih tangan Xichen dengan senyum tipis.
“Nggak usah takut begitu. Aku nggak mungkin melakukan apa yang mereka ceritakan padamu. Kemampuan beladiriku tidak sehebat itu. Guru Song pasti melebih-lebihkannya.” Xichen menarik Phezi, lalu merangkul pemuda itu. “Satu lagi, aku nggak punya pedang sekarang. Lalu, bagaimana aku akan menebas lehermu?”
Xichen menghela napas. “Kau masih terlalu polos, Phezi. Kau seperti adik seperguruanku.”
Napas Xichen tercekat. Matanya berkaca-kaca. Ia mengingat wajah Weijie hari itu. Ia lantas menunduk, menyembunyikan air matanya yang tak bisa dibendung.
Phezi yang melihat bahu Xichen berguncang, menggaruk kepalanya. Ia menatap sekeliling, berharap ada yang ada dan menyelamatkannya.
Setelah sepuluh menit, Xichen menegakkan kepalanya kembali. Ia menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Meski air matanya sudah tak menetes, tapi matanya jelas memerah.
“Kau masih di sini? Sana pergi. Kalau ada yang mengganggumu, datang saja padaku. Aku akan menghajar mereka.”
Phezi tidak melewatkan kesempatan ini. Ia langsung berlari terbirit-birit meninggalkan Xichen.
Dengan helaan napas yang begitu berat, Xichen berdiri. Ia mengecek satu per satu ruangan di sekitar kamarnya. Kamar pertama hingga ketiga tak ada orang. Kamar keempat, Xichen melihat dua orang yang sedang berbaring di ranjang yang sama.
Tanpa mengetuk pintu, Xichen masuk. Ia menghampiri dua orang yang sedang tidur dengan tubuh dibalut potongan kain putih itu.
Xichen memperhatikan luka keduanya yang beberapa telah mengering hingga tak perlu dibalut lagi. Luka-luka itu akibat tebasan pedang. Xichen mengenalinya. Semua anggota Sekte Pedang Abadi bisa tahu jenis pedang dengan hanya melihat luka yang disebabkannya saja.
Xichen keluar dari kamar itu, lalu mengecek kamar lain. Tidak terasa, ia sampai di sisi lain rumah. Saat ia membuka pintu salah satu ruangan, seorang gadis berteriak histeris.
“Argh!”
Sebuah bantal mendarat di wajah Xichen. Ia ingin segera kabur. Sialnya, tiga orang pelayan datang lebih dulu. Si pemilik kamar juga sudah berada di belakangnya.
“Xichen!” teriak gadis pemilik kamar.
“Song Hanyi?” Xichen menelan ludah. “Aku minta maaf. Aku nggak sengaja.”
“Nggak sengaja?” Gadis bernama Hanyi itu menendang bokong Xichen. “Ini bukan pertama kali kau mengintipku. Ini ketiga kalinya. Tahun lalu juga begitu. Sudah berapa kali aku katakan, kenapa kau tidak menikahiku saja?”
Xichen menelan ludah. Ia tak takut pada Song Tuoli atau siapa pun murid Sekte Elang Surga. Satu-satunya orang yang ditakutinya di sekte ini adalah Song Hanyi, putri pemimpin.
“Xichen, sialan!” teriak Hanyi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
SP
Kasihan anak orang jadi ketakutan
2023-03-05
9
SP
typo ya, harusnya kemari
2023-03-05
9
Tuti Kasmita
Kasihan anak orang diancam
2023-03-05
7