Xichen berjalan pelan ke kamar tempat Xingchen dirawat. Guru Song Tuoli, Hanyi, dan pelayan tadi sudah berjalan lebih dulu. Jantungnya berdebar kencang, berharap Xingchen benar-benar kembali sehat. Tak peduli dengan rambut saudaranya itu hilang, yang penting mereka masih bisa bersama.
Untungnya, saat Xichen sampai di depan pintu, Xingchen jauh lebih bisa menerima kondisinya daripada perkiraan Xichen. Hati Xichen lebih lega sekarang melihat Xingchen tersenyum walaupun dengan wajah pucat.
Seorang tabib sedang memeriksa kondisi tubuh Xingchen. Pria berjanggut putih dan mengenakan penutup kepala dari kain itu mengecek denyut nadi dan detak jantung Xingchen.
“Kondisinya sudah lebih baik. Usahakan agar dia tidak beraktivitas berat untuk satu minggu ke depan. Aku juga akan mengirimkan ramuan ke sini nanti malam,” ujar tabib itu pada Song Tuoli.
“Terima kasih.”
“Kalau begitu, aku sudah bisa pulang ke rumah, ‘kan?”
Song Tuoli tersenyum. “Silakan. Maaf merepotkanmu.”
Tabib itu pun buru-buru pergi seakan takut Song Tuoli berubah pikiran.
Setelah sang tabib meninggalkan kamar, Xichen mendekat ke ranjang. Ia langsung memeluk Xingchen. “Aku senang kau sudah sadar. Kau tahu betapa takutnya aku melihat kondisimu seperti ini?”
Xingchen menepuk punggung Xichen. Mulut Xingchen terbuka untuk membalas ucapan saudaranya itu. Namun, ia akhirnya memutuskan untuk diam. Matanya melirik Song Tuoli. Ada banyak pertanyaan di mata Xingchen.
“Xichen, ambilkan buah untuk Xingchen. Dia pasti sangat lapar setelah akhir-akhir ini hanya memakan makanan cair.”
Mata Xichen melebar. Kali ini, ia langsung melaksanakan perintah Song Tuoli. Ia berlari secepat mungkin ke arah dapur.
“Hanyi, bantu Xichen untuk mengambil buahnya. Dia pasti nggak tahu letak buahnya di mana.” Song Tuoli kembali memberi perintah pada putrinya.
“Kan ada orang di dapur, Ayah. Aku juga masih marah padanya.”
Song Tuoli mendengkus. Ia mengatakan itu bukan berarti Hanyi harus menyusul Xichen ke dapur, melainkan supaya putrinya itu keluar saja. Ada beberapa hal ingin dibicarakannya dengan Xingchen.
“Kalau begitu, kembalikan tongkat di tanganmu itu. Kalau aku melihatmu di kamar ini dalam tiga detik, aku tidak akan pernah mengizinkanmu memegang pedang lagi.”
Kaki Hanyi spontan berlari keluar kamar. Ia menutup pintu dengan kencang karena terburu-buru sebelum hitungan ayahnya selesai.
Song Tuoli menggeleng melihat tingkah putrinya. Ia mengunci pintu, sebelum berbicara.
“Kau sudah tahu kondisimu, ‘kan?” Song Tuoli duduk di pinggir ranjang. “Ini pasti berat bagimu. Tapi, aku berharap kau tetap kuat. Karena hanya kau yang bisa menghentikan Xichen. Kita tidak tahu kapan kejadian itu akan terulang lagi, tapi yang pasti kami akan membutuhkanmu ketika saat itu tiba.”
Xingchen tersenyum. “Ini adalah takdirku, Paman. Aku tidak akan mengeluh. Aku juga tidak ingin membahas itu. Yang ingin aku tanyakan adalah bagaimana dengan perjodohan Xichen dengan putri pemimpin Sekte Sungai Hitam? Di hari kejadian itu, mereka mengirim surat ingin membatalkan perjanjian.”
“Membatalkan perjanjian?”
“Iya, Paman. Pemimpin Sekte Sungai Hitam tidak ingin menjodohkan putrinya dengan Xichen lagi.”
Song Tuoli menatap ke arah jendela. Keningnya mengerut bingung. Perjanjian antara Sekte Pedang Abadi dan Sekte Sungai Hitam sudah ditetapkan sejak delapan belas tahun lalu. Ini adalah janji Sekte Sungai Hitam karena Sekte Pedang Abadi membantu mengusir pendekar yang ingin menguasai wilayah mereka.
“Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa menahan Xichen. Karena sudah berkurang satu, tinggal lima kali kesempatan lagi. Kita harus memindahkan Pedang Iblis ke wadah yang baru sebelum pedang itu mengamuk lagi. Aku dengar dari Ayah, dari amukan pertama, pedang itu akan lebih mudah mengamuk lagi selanjutnya.”
“Iya. Sejak amukan pertama hari itu, segel dalam tubuh Xichen akan semakin melemah.” Song Tuoli memegang bahu Xingchen. “Fokus saja dengan kesehatanmu sekarang. Setelah kau pulih, pergi ke Sekte Sungai Hitam dan tagih janji mereka. Hanya kau yang akan mereka dengarkan, karena aku bukan bagian dari Sekte Pedang Abadi.”
Xingchen mengangguk. Ia mengusap kepalanya. Sudut bibirnya perlahan terangkat. “Rasanya, kepalaku jadi lebih ringan sekarang. Tidak buruk juga kepalaku botak.”
Song Tuoli balas tersenyum meski ucapan Xingchen terdengar menyedihkan di telinganya.
Keputusan yang diambil oleh Lan Xiaoli dan Song Fang Yin sembilan belas tahun lalu adalah keputusan yang terbaik. Ia tak tahu jika yang menjadi wadah Pedang Iblis adalah Xingchen. Apa mungkin Xichen bisa bersikap setenang dan sedewasa seperti Xingchen?
Pedang Iblis adalah kekuatan kuno yang tak tahu pasti dari mana datangnya. Banyak yang berspekulasi Pedang Iblis datang dari neraka untuk membuat kekacauan di dunia. Siapa pun yang memiliki pedang itu akan memiliki kekuatan tak terbatas. Mampu membantai satu kota dalam hitungan jam.
Yang menakutkan dari Pedang Iblis adalah penggunanya akan dikendalikan oleh pedang itu. Jadi, bukan si pemegang yang mengayunkan pedang, melainkan pedang yang menggerakkan manusia. Saat pedang itu beraksi, tak kenal lawan atau teman, semua yang ada di depan akan ditebas.
Banyak orang mencari pedang itu untuk menguasai dunia persilatan. Namun, banyak juga yang mencari cara untuk mengendalikan pedang itu agar keseimbangan di dunia persilatan tetap terjaga. Yang berhasil menemukan cara mengendalikan pedang itu adalah seorang pria dari Gunung Wang Luo. Ia menyegel Pedang Iblis dalam tubuh saudaranya. Saat Pedang Iblis mengamuk dan keluar dari tubuh saudaranya, ia melakukan pengorbanan agar pedang itu kembali ke tubuh saudaranya.
Hal pertama yang dikorbankannya adalah rambut. Satu per satu, rambutnya jatuh untuk menenangkan pedang itu hingga benar-benar botak dan tidak pernah tumbuh lagi. Saat pedang itu mengamuk lagi, matanya yang ia korbankan. Ia tak bisa melihat lagi setelah itu.
Menyadari apa yang dilakukan saudaranya. Pria dengan pedang di tubuhnya, mencari wadah baru sebelum saudaranya benar-benar mati karena Pedang Iblis semakin sering mengamuk. Setelah mata, lalu telinga, kemudian lidah. Saudaranya yang berkepala botak, tak bisa lagi melihat, mendengar dan juga berbicara. Tiga kali lagi Pedang Iblis keluar dari tubuhnya, giliran kedua tangan, kaki, dan terakhir jantung yang harus dikorban untuk menenangkannya. Sebelum itu terjadi, ia pun menjadikan anak pertamanya sebagai wadah Pedang Iblis selanjutnya.
Hal itu terus berlanjut hingga Sekte Pedang Abadi berdiri dan sampai pada Xichen dan Xingchen. Xichen adalah wadah, sementara Xingchen yang harus berkorban ketika Pedang Iblis mengamuk.
Xingchen sudah mengorbankan rambutnya. Tinggal lima kesempatan lagi. Mata, telinga, lidah, tangan, kaki, dan jantung. Ia tak peduli jika harus mati untuk tetap membuat Pedang Iblis tenang. Yang dikhawatirkannya adalah ketika semua bagian dari dirinya sudah digunakan, tak ada lagi yang bisa menenangkan Pedang Iblis di dalam tubuh XIchen. Ia tidak ingin itu terjadi. Karena jika sampai jantungnya sudah dikorbankan dan Pedang Iblis mengamuk lagi, Xichen tak akan pernah bisa dikendalikan. Saudaranya itu akan menjadi monster selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Bohlam Tujuh
Belum ada yg lihat langsung ya kehebatan Pedang Iblis ini
2023-03-05
10
Tuti Kasmita
Lanjut Thor
2023-03-05
9