~Rumah Abah~
Keluargaku sampai di rumah Abah. sesampainya kami di sana ternyata Kakak dari Papaku sedang sibuk menyiapkan beberapa masakan.
"Wak. Mari aku bantu," ujarku saat sudah di dapur.
"Tari sudah kamu duduk saja sana tidak perlu membantu kami." Uwak berteriak.
Tidak seperti biasanya mereka menyuruhku untuk santai dan duduk-duduk saja. karena merasa senang tidak perlu membantu mereka menyiapkan masakan dan membantu membereskan rumah. Aku pun pergi ke halaman belakang untuk bermain game kesukaanku.
"Game aja terus."
Sepupuku yang bernama Devan menghampiriku yang sedang duduk. Devan adalah anak dari Uwak ku yang nomor satu.
Usia Devan lebih muda daripada aku, akan tetapi tetap saja statusnya dalam keluarga. dia adalah Abang, karena dia adalah anak uwakku.
Aku dan Devan akhirnya Mabar atau main bareng game online kesukaan kami.
"Woi bantu dong, bantu bantu gimana sih nih."
Kami sangat seru bermain game bersama. tanpa terasa sebuah mobil memasuki pekarangan rumah abahku.
Mobil berwarna hitam berbentuk panjang dan memiliki logo titik tiga di tengahnya.
"Sepertinya tamu Abah sudah datang tuh."
Aku dan Devan langsung menghentikan permainan game kami dan kami berdua langsung menuju ke dalam rumah kembali.
Di dalam rumah berbagai menu masakan sudah tersedia di meja makan. Sepertinya kami akan makan siang bersama dengan tamu tersebut.
Abah sudah berdiri di teras rumah untuk menyambut para tamu yang datang. Dua mobil terparkir sudah di pekarangan rumah. Dan para tamu keluar satu persatu dari dalam mobil.
Mama menyenggol-nyenggol bahuku dan aku mengernyitkan dahiku. entah kenapa mamaku sepertinya sangat sumringah sekali wajahnya.
Apalagi ketika seorang pria muda turun dari mobil sedan berwarna putih. Wajah mama sangat berseri-seri dan ia semakin mendorong tubuhku hingga aku berdiri tepat di samping Abah.
"Selamat datang." Sambut Abah kepada seorang pria yang nampaknya usianya sebaya dengan dirinya.
Mereka berdua berjabat tangan. Terlihat sekali keakraban diantara mereka berdua. Usut punya usut pria yang berjabat tangan dengan Abah adalah teman semasa duduk di sekolah dasar.
Sungguh pertemanan yang sangat terjalin begitu erat. Jarang sekali anak zaman sekarang memiliki teman yang sangat akrab dan bisa menjalin hubungan sangat lama.
Abah ke arahku dan seketika temannya pun melihatku.
"Pasti ini Mentari," ujarnya sambil memandang ke arahku.
"Benar sekali ini adalah Mentari cucu bungsuku, sekaligus perempuan yang terakhir yang akan aku nikahi di usiaku yang sudah sangat lanjut ini."
Abah bicara dengan sedikit tawa di bibirnya. Melihat mereka berdua, sepertinya ini bukan pertemuan kali pertamaku dengan sahabat Abah.
"Perkenalkan ini adalah cucuku. Namanya Kenzi. panggilan akrabnya adalah Ken."
Pria itu memperkenalkan cucunya kepada kami semua. Sepertinya dia begitu menyayangi cucunya. Sangat terlihat sekali dari wajahnya dan tatapan lembutnya.
"Mari kita masuk ke dalam. Istriku dan anak-anak sudah menyiapkan masakan ke sukaan dirimu."
"Ada lalap labu dan Pete bakar?" tanya pria itu kepada Abah.
Mereka berdua kemudian tertawa terbahak-bahak. Orang kaya ternyata tidak gengsi untuk makan pete bakar dan juga lalap labu. begitulah yang ada di benakku saat ini.
Mobil mewah mereka ternyata tidak mencerminkan keluarga kaya yang sombong seperti di televisi yang biasa aku tonton.
kami semua masuk ke dalam rumah dan beberapa di antara para tamu duduk di bangku sofa yang tersedia di ruang tamu.
Abah dan keluarga sahabatnya itu begitu bahagia. sedikit yang diobrolkan lebih banyak suara tawa yang keluar dari bibir mereka.
Rindu diantara mereka sepertinya telah terbayar. Pertemuan hari ini sangat bermakna untuk mereka. Beberapa kenangan indah dimasa lalu semasa mereka sekolah diceritakannya semua hari ini.
"Ingat tidak janji kita dulu. Kalau akan menjodohkan salah satu anggota keluarga kita?" Pria yang merupakan sahabat Abah mengingatkan janji mereka dulu.
"Ingatlah. Makanya hari ini kita tentukan saja kapan acara lamarannya." Abah langsung menyambut dengan tangan terbuka.
Terlihat Abah sangat bersemangat membahasnya namun, siapa yang akan di jodohkan? Aku lihat hanya ada pria muda yang duduk di sana sepertinya dia belum menikah. Sedangkan yang lain aku lihat mereka sudah berumur.
Di dalam keluargaku juga sudah tidak ada tersisa wanita yang bisa di nikahkan. Karena anak Abah sudah menikah semua kecuali Uwakku nomor dua. Dia janda beranak dua. Tidak mungkin kalau Uwak yang akan dinikahkan. Apa jangan-jangan Aku? Sebab sejak tadi tamu datang. Mamaku sudah bersikap agresif sekali, tapi tidak mungkin usiaku masih remaja belum siap untuk membina rumah tangga.
"Mentari." Abah memanggil namaku dengan suara beratnya.
Aku langsung menghentikan pikiranku yang sedang menerka-nerka tadi dan langsung maju ke sisi abahku.
"Ini Mentari. Dia masih kuliah. Usianya baru menginjak Dua puluh satu tahun, tapi sudah bisa memasak dan mengurus rumah." Abah memperkenalkanku seperti sedang mempromosikan suatu produk.
"Cocok sekali dengan cucuku Kenzi. Dia seorang pria yang sudah mapan meski diusianya yang masih muda. Kenzi berusia dua puluh tiga tahun. Mereka hanya berbeda dua tahun saja." Kakek Handoko memperkenalkan cucunya.
Aku menyatukan kedua alisku. Aku mulai merasa ketakutanku akan segera terjadi. Perjodohan diantara pria dan wanita dan rencana pernikahan akan segera terlaksana.
"Kalau begitu kapan kamu akan melamar Mentari, Ken?" Abah bertanya kepada pria muda yang sejak tadi duduk tegap diatas sofa.
"Untuk lamaran, sebaiknya kita adakan hari ini saja. Kenzi beberapa Minggu ke depan akan pergi ke Bali. Sepulangnya dari Bali. Kita akan melangsungkan pernikahan." Seorang wanita yang sepertinya usianya tidak jauh berbeda dengan mama mulai ikut bicara.
Aku benar-benar tidak mengerti kenapa hal ini bisa terjadi kepada diriku. Mama dan papa sudah tahu kalau aku memiliki pacar yang sekampus dengan diriku dan dia sudah bekerja dan sedang menyusun skripsinya.
Aku memandang wajah cemberut yang sangat mengkerut. Aku tidak terima jika harus dijodohkan seperti ini. Aku ingin menikah dengan pilihanku sendiri yang sesuai dengan hatiku.
Pria yang di depanku ini seperti kanebo kering. Sejak tadi dia hanya diam padahal ini menyangkut masa depan kami berdua. Seharusnya dia menolak perjodohan ini. Bukan malah diem ajah kayak orang lagi sariawan.
Puas menatap pria yang bagaikan patung Pancoran itu. Aku izin undur diri dan pergi ke ruangan samping dimana sepupuku berkumpul.
"Jadi gimana? Udah disematkan belum cincinnya?" tanya kakak sepupuku.
Aku menatap padanya penuh tanda tanya. Sebab mereka semua seakan sudah tahu apa yang akan terjadi hari ini.
"Apa kalian sudah tahu?" tanyaku penuh selidik.
Mereka malah saling berpandangan satu sama lain. Aku semakin curiga dengan tingkah mereka.
Mereka kemudian mengangguk. Benar sudah dugaan aku. kalau mereka semua ternyata sudah tahu dan menyembunyikan hal ini dari ku. Aku sangat kesal sekaligus lemas sekali dengan situasi yang sulit ini.
"Aku enggak mau nikah muda." Tegas Ku.
"Udah nikah ajah. Kakak juga dulu nikah muda kok. Lihat hidup kita semua. Biasa saja, normal-normal saja bahkan bahagia. Jadi ibu-ibu sosialita. Rumah beres sama pembantu. Kita tinggal santai sambil urus anak dan suami." Oceh kakak sepupuku.
Memang benar kehidupan mereka berubah dan menjadi tambah bahagia. Namun, definisi pernikahan yang aku dambakan bukan seperti ini. Aku tidak terima dijodohkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments