Amira berjalan memasuki gedung tinggi itu. Perusahan itu adalah perusahaan skincare, make up, dan baju-baju yang sedang trend di negara ini. Yang Amira tau perusahaan ini punya Ibu Karina Mayangsari tapi rumor mengatakan telah diturunkan kepada anak laki-lakinya.
Semua staff disini ramah menyambutnya. Amira sedang duduk di lobi karna mbaknya menyuruh dia tunggu disini, sedangkan dia pergi ke toilet. Disana ada layar besar selalu menampilkan iklan dari produk ini. Amira bosan memainkan ponselnya, menatap layar besar sana. Mendekati karna ingin lihat secara jelas.
Iklan seorang artis kpop itu berganti dengan tayangan wawancara seorang pria dan wanita. Jantung Ami seolah langsung berdegap kencang karna merasa kenal seseorang itu. Disana mereka berbincang ramah, berbasa basi soal produk yang baru launching.
"Ami, ngapain?" Mbaknya sudah berada di sampingnya.
Amira menoleh dengan linglung, "Mbak, yang punya perusahaan ini, dia?" Tunjuk Ami ke layar besar itu.
"Iya, kenapa? Ganteng kan? Kan udah mbak bilang, kamu cari tau soal perusahaan ini. Gimana sih?" Mbaknya mulai mengomel.
"Mbak, aku gak mau."
Mata mbak langsung membelalak, "Hah? Gak mau apa?"
"Gak mau jadi model disini."
"Apa-apaan sih kamu? Ngelindur ya? Mana bisa!"
"Mbak... aku gak mau, batalin please..." Ami memegang tangan mbaknya, membujuk supaya dituruti. Raut wajah Ami sudah memelas ingin menangis kalau bisa.
"Kenapa mau di batalkan?" Suara seseorang dari belakang mereka. Ami dan mbaknya langsung menoleh, menatap seorang pria yang mirip ada di layar besar itu.
Degup jantung Ami semakin kencang, ingin kabur. Ingin melarikan diri sebisanya.
"Eh, selamat siang, Pak. Perkenalkan saya manager Amira. Dan ini Amira. Tadi Amira hanya sedang latihan akting hahaha." Jawab mbaknya dengan tawa super garing. Mbaknya langsung memegang kedua pundak Amira, membuat dirinya berdiri tegak. Menatap lurus ke arah pria itu.
Tatapan pria itu lurus kepada Ami. Membuat Ami kikuk, ingin pingsan saja. Namun beberapa detik dia tersenyum ramah. "Hallo, saya Alkan. Selamat datang." Ucapnya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan ke depan Ami.
Mbaknya menggeplak bahunya untuk mengambil salam perkenalan itu. Ami ikut menyambut tangan itu. Sebuah sentuhan lembut terasa di tangan Alkan. Alkan memegangnya dengan erat dengan jempolnya mengelus tangan Ami.
"Saya Amira." Ucap Amira dengan ingin, membuat mbaknya melotot. Amira langsung melepas tangannya.
"Maafkan, sikap Amira ya, Pak. Dia sedang dengan agak tidak sehat, hehe..." Mbaknya mencairkan suasana.
Alkan masih tersenyum ramah, "Tidak apa-apa. Mari ke atas. Kita akan mulai rapatnya sebentar lagi." Alkan langsung berjalan duluan ke arah lift. Diikuti oleh kedua orang asistennya.
Amira dan mbaknya mengikuti mereka. Mbaknya berbisik, memberi peringatan. "Heh jaga sikap kamu. Bisa ancur citra baik kamu. Gimana kalau ada yang bikin gosip yang ngga-ngga soal sikap lo yang dingin itu?"
"Iya maaf, Mbak." Ami menghela nafasnya. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Ini seperti bencana baginya.
Lift itu sudah terbuka, posisinya Alkan di depan dan kedua asisten atau mungkin sekretarisnya di belakang. Mbaknya masuk duluan berjejer dengan asisten Alkan. Sedangkan Ami dengan langkah berat berdiri di samping Alkan. Ami bisa merasakan tatapan Alkan padanya. Membuat Ami membalas tatapannya.
"Kenapa?"
"Gak akan kamu pencet liftnya? Kan dekat sama kamu." Tunjuk Alkan ke arah nomor-nomor lift lantai itu.
Ami langsung malu membuat wajahnya sedikit memerah. "Oh, nomor berapa?"
"4." Ami langsung memencet nomor 4 itu dengan terburu-buru seakan mereka sedamg cemas padahal hanya Ami.
Lift itu tertutup. Pintu lift itu menampilkan bayangan mereka. Agak seperti kaca. Kalau mau ngaca disini bisa untul membenarkan make upnya. Hanya saja, Ami tidak memakai itu. Karna rasa kikuknya kembali. Alkan menatapnya dari pantulan kaca itu. Astaga rasanya Amira ingin menginjak kaki pria di sampingnya ini. Apalagi di tambah senyumannya yang menurut Ami menyebalkan.
...---...
Meeting sudah selesai. Semuanya yang ada di ruangan itu sebagian telah keluar. Meetingnya menjelaskan kalau nanti akan ada trip ke solo pelosok untuk menggelar memperkenalkan skincare mereka. Lalu di tambah pemotretan dan syuting iklan baru.
Sesil dari tadi tersenyum ke pada Ami. Setelah selesai meeting. Sesil menghampiri Ami dengan riang. Sepertinya memang karakter perempuan ini ceria vibes. Apalagi ditambah kecantikannya yang membuat Ami salah fokus. "Hi, Ami! kita ketemu lagi. Masih inget aku kan?" Ami dan Sesil cipika-cipiki.
"Hi, Kak. Masih kok." Ami membalas senyuman Sesil dengan tulus.
"Oiya kenalan dong sama dia. Ini Langga. Hati-hati ya dia buaya." Ucapnya terkekeuh. Sedangkan langga malah mendelik.
Langga mengulurkan tangannya untuk salaman yang dibalas oleh Ami.
"Kalian ngobrol dulu ya," Sesil pergi dari sana untuk menghampiri Alkan.
Alkan masih duduk di kursinya. Sebelahnya ada sekretarisnya, Lana. Mereka sedang berbicara, membicarakan konsep-konsep yang akan di gelar nanti.
Sesil berdiri di samping Alkan dengan tersenyum cantik, "Hi, Kak Alkan!"
Sekretarisnya dan Alkan menoleh pada Sesil. Alkan langsung menyuruh sekretarisnya pergi duluan. Lalu mereka berdua berdiri dari kursinya. "Hi, Sesil?"
Sesil masih mempertahankan senyuman manisnya. "Hehe akhirnya inget nama aku. Padahal kita beberapa kali ketemu loh di acara-acara. Malahan Ibu kamu sempet ngenalin aku. Tapi kamu lupa lagi, tapi ya perkenalan kita singkat sih soalnya kamu kan sibul. Tapi gapapa."
Alkan hanya menganggukan kepalanya. "Oh gitu ya? Maaf ya?"
Langga berbisik ke telinga Amira. Membuat Amira terkejut. "Lagi caper tuh dia." Ucap Langga, dengan menunjuk mereka memakai dagunya. "Ayok kita keluar."
Langga pergi duluan, Amira akan mengikutinya namun tertahan karna Alkan memanggilnya.
"Amira!" Alkan menghampiri Amira.
Langga dan Amira keduanya berhenti berbarengan menatap Alkan. Langga menatap Amira dan Amira melirik ke arah Langga sekilas. "Gue duluan deh ya?" Pamit Langga. Amira hanya mengangguk.
"Iya, Pak?" Sebenarnya Amira tidak nyaman memanggil Pak. Karna menurutnya Alkan masih terlihat muda untuk dipanggil sebutan Pak.
"Udah makan siang? Mau makan siang sama saya?" Tawarnya. Sesil yang sedang di belakang sana melihat ke arah mereka, dengan raut sedikit terkejut mendengar tawaran Alkan.
Amira belum menjawab, ingin berbohong bahwa dia sudah makan namun kalah cepat dengan mbaknya yang kembali masuk ke ruangan meeting ini. "Ami, ayok kita pulang. Katanya lape- Eh lagi ngobrol ya ternyata? Maaf mengganggu Pak."
"Gapapa kok. Jadi Amira belum makan? Kalau begitu. Bareng aja, saya juga belum makan. Ayok?"
Amira tidak menjawab ajakan Alkan, malah bertanya pada Sesil yang sedang di belakang Alkan. "Kak Sesil sudah makan? Ayok makan bareng."
Alkan menunjukan raut bingung pada Amira.
"Eh? belum. Ayok kalau mau bareng." Sesil berjalan menghampiri Amira.
Amira tersenyum karna jawaban Sesil. "Ayok, Pak? Mau lunch kan?" Alkan tidak menjawab, hanya mengangguk mengartikan 'ya'.
Amira menarik Sesil untuk pergi duluan dari sana. Sedangkan Alkan di belakangnya mengikuti.
Alkan menatap ke arah Amira. Sedikit jengkel dengan penolakannya. Amira benar-benar mengambulkan perkataanya kemarin soal omongan kalau mereka tidak pernah terjadi apa-apa. Hebat sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments