003. Tragedi

Mobil itu berbeda dengan yang kemarin Ami lihat. Kali ini mobilnya berwarna putih dan Ami tidak tahu mobil apa itu karna ditambah pandangannya yang mengabur.

Wangi adalah deskripsi saat Ami memasuki mobil itu. Namun fokusnya tetap buyar karna keringatnya mulai bercucuran. Rasanya tubuh Ami tidak mau diam. Ingin sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan.

Alkan ingin menyentuh pundaknya kembali memastikan Ami baik-baik saja atau tidak. Namun, Ami keburu menepis tangan itu. "Jangan sentuh-sentuh."

Alkan langsung menarik tangannya. "Okay, sorry. Jadi kamu kenapa sih?? Kamu keringetan begini."

"A-aku gak tau... Tadi minum, minuman dari orang terus sekarang rasanya badan aku gak enak."

Alkan mengernyitkan jidatnya, "Maksudnya? Gak enak gimana sih? Coba jelasin."

"Aku gak tau. Aku malu jelasinnya, huaaa." Ami malah semakin menangis membuat Alkan kebingungan sendiri.

"Calm, calm ok? Jelasin yang jelas supaya saya tau apa yang kamu rasain. Saya gak tau kamu ini kenapa. Tenang aja saya dokter. Mungkin, saya bisa bantu kamu."

"Rasanya gak enak bagian bawah aku." Ami menjelaskan dengan nada cepat dan langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menangis semakin kencang.

"Bawah apa?? Kamu ngomong yang jelas coba."

"Bagian bawah aku!" Ucap Ami menaikan nada tinggi suaranya membuat Alkan bungkam seketika. Terkejut lebih tepatnya.

Alkan mengerjapkan matanya, Dia sekarang tau apa yang sudah wanita minum itu. Mungkin minuman yang dicampur dengan obat perangsang. Entah siapa yang melakukan hal sebejat ini. Dia juga tau rasanya pasti sangat menyiksa jika tidak dilepaskan. Alkan jadi bingung sendiri harus bagaimana.

"Kamu... Kamu dokter kan? Tolong bantu aku. Aku gak tau harus gimana..."

Alkan menatap Ami yang masih menangis dengan gersah mengelap keringatnya di daerah sensitifnya. Alkan rasanya jadi ikutan berkeringat memikirkan hal yang tidak jelas.

"Ayok kita ke rumah sakit dekat sini." Alkan baru saja akan menghidupkan mobilnya namun Ami langsung menghentikan, memegang tangan Alkan di atas setir. Tangan halus dan rasa panas menyalur ke tangan Alkan.

"Jangan... Aku gak mau nanti masuk berita atau pasti heboh ketauan manager aku. Please apa gak ada cara lain? Aku tau sekarang, aku kenapa. Minuman yang tadi aku minum itu ada obat perangsangnya kan?"

Alkan mejilat bibirnya yang mulai kering karna kebingungan akan situasi ini. Rasa iba karna melihat gadis di depannya merintih kesakitan. Penampilannya sudah acak-acakan, dress sudah acak-acakan karna teringsek oleh tangannya.

Tangan Ami masih memegangi tangan Alkan malahan meremasnya semakin kuat, seakan menyalurkan rasa apa yang sedang dia rasakan. Sekelibat pikiran kotor memasuki otaknya.

"Nama kamu siapa?" Alkan melepaskan genggaman tangan itu dan meraih wajah Ami oleh tangannya.

"Apa penting nanya perihal nama disaat keadaan begini?" Wajah Ami memucat dengan keringat bercucuran.

"Saya bisa bantu laporin soal soal kejadian ini biar ditindak lanjuti, tanpa sedikit pun informasi ini masuk ke media."

Dalam keadaan seperti ini, Ami mana bisa berpikir dengan baik? Yang ada pikirannya hanya ingin segera menyelesaikan kegerahan.

"Gak. Saya gak jadi repot. Tolong bantu saya aja bisa?"

Alkan kelimpungan, mengusap wajahnya dengan kasar. Merutuki nasibnya mengapa dia berada di situasi begini? Situasi yang membuatnya kelimpungan, ini berbeda ketika dia menangani pasiennya yang seperti biasa.

Dia langsung mengambil air minumnya yang berada di belakang jok kedua membuka tutup botolnya, langsung menyerahkan pada Ami. "Minum ini, habis itu kamu tarik nafas pelan-pelan, habis itu kamu hembuskan juga pelan-pelan. Denger saya, fokusin pikiran kamu ke dalam hal positif. Tenangin diri kamu ya?" Setelah dia menjelaskan itu, dia menghidupkan AC mobilnya dengan tingkat paling tinggi agar mendinginkan suhu tubuh Amira yang panas.

Amira meminum air itu dengan buru-buru. Lalu melakukan instruksi yang Alkan berikan tadi. Keringatnya mulai menipis tidak sebanyak tadi ketika AC mobilnya dia tingkatnya, tapi dengan ini Alkan yang malah kelimpungan, kedinginan lebih tepatnya.

Ketika selang beberapa menit telah membaik, dia menyenderkan badannya ke jok tempat dia duduk, lalu menutup matanya perlahan. Rasa matanya berat, emosionalnya menjadi meningkat ingin menangis lagi.

Dia pun menangis kembali membuat Alkan kembali kebingungan.

"Alkan... Aku gak tau harus ngomong apa. Aku malu banget." Ami rasanya ingin menangis, menyembunyikan dengan kedua tangannya.

"Its okay. Ini udah berakhir. Kamu gapapa kan sekarang?" Dengan berani kali ini dia memegangi pundak Ami.

Amira mulai melepaskan tangannya, make upnya sudah sedikit berantakan lalu dia membenarkan dressnya yang tersingkap sedikit kzrna dari tadi dia memeganginya dengan kuat. "Aku gak tau harus bilang makasih atau maaf sama kamu."

"Gapapa. Lain kali jangan sembrangan nerima minuman dari orang lain." Ucap Alkan sambil menatap ke arah lain.

"Iya, aku bakalan hati-hati mulai sekarang."

Alkan hanya menanggapinya dengan anggukan, matanya masih memandang ke arah luar.

"Alkan..."

"Ya?" Kali ini matanya kembali beradu dengan mata Ami.

"Kalau kita ketemu lagi. Tolong pura-pura tidak kenal saya, ya. Tolong jangan cerita soal ini sama siapa pun. Kalau pun kamu minta imbalan silahkan hubungi nomor manager saya ini. Bilang aja karna kamu sudah menolong saya tapi jangan jelaskan secara rinci menolong karna apa ya? Aku bakal bayar berapa pun."

Alkan menaikan alisnya kebingungan. Dia jadi merasa sedikit tersinggung, padahal dia murni membantunya tanpa meminta imbalan apa pun. Ditambah, apa katanya? Pura-pura tidak kenal? Memangnya dia sudah melakukan hal apa sampai mereka harus menjadi asing? Wajah Alkan langsung datar menatap Ami.

"Gak usah. Saya gak ikhlas." Ucapnya dengan dingin.

Ami langsung kebingungan lalu terdengar suara telpon dari handphonenya. Ami mengambil tas kecilnya yang jatuh ke bawah. Mengambil ponselnya untuk mengangkat telpon itu.

Ketika telpon itu terangkat, Amira bisa mendengar suara gelisah Mbaknya yang sedang mencari Amira.

"Ya hallo, Mbak?"

"Aku lagi di..." Ami menatap Alkan yang sedang menatap ke arah luar.

"Aku di parkiran."

"Iya nanti aku tunggu di parkiran." Sambungan telpon itu akhirnya terputus. Lalu Handphone itu dimasukan kembali ke dalam tas kecilnya.

"Mas, saya keluar ya? Terimakasih dan maaf merepotkan terus."

"Ya." Karna merasa respon Alkan terlalu dingin akhirnya Ami langsung keluar dari mobil itu dan berjalan ke arah parkiran C untuk mencari mobil mbaknya.

Sepanjang jalan Ami berdoa semoga dia tidak bertemu kembali dengan pria tadi. Dan kalau pun bertemu Amira harus sebisa mungkin menghindarinya karna ini adalah hal paling memalukan yang pernah dia lakukan di dalam hidupnya. Semoga semesta menyetujui permintaanya ini.

Terpopuler

Comments

Kyara

Kyara

aku suka ceritanya thor ... semangat up yang banyak!! 💪

2023-02-21

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!