Ibu Rahma pingsan melihat Satrio tidak terkendali dan abai pada mamanya sendiri.
"Oma..." panggil Rania berteriak melihat ibu Rahma sudah luruh terduduk dengan kepala bersandar di batas pintu utama.
Membuat Dewa melepas peluk pada istrinya. Keduanya turun ke bawah dan betapa terkejutnya Dew melihat mama nya tidak sadarkan diri.
Dewa kemudian membawa ke rumah sakit. Mereka semua gelisah saat mama nya tengah diperiksa oleh seorang dokter di UGD.
"Bagaimana dok?" tanya Dewa dan Mega kepada dokter.
"Tidak apa-apa. Memang tekanan darahnya sangat tinggi. Biarkan pasien istirahat. Baru boleh dibawa pulang."
"Terima kasih dok."
Tidak lama, ibu Rahma tersadar. Perlahan membuka matanya dan memanggil Dewa pelan. "Kamu harus cari adik mu. Bawa dia ke mama. Mama nggak mau pulang dulu dari rumah sakit, kalau Satrio belum kamu temukan. Mama juga nggak mau, menjalankan operasi pengangkatan tumor mama yang kurang dua hari lagi, kalau Satrio tidak ada."
"Dewa harus cari Satrio kemana ma?"
"Coba kamu cari di rumah teman-teman nya. Mega pasti tahu, dimana rumah mereka."
"Iya ma," jawab lesu Dewa.
.
.
Dewa dan Mega mencari satu persatu ke rumah teman-teman Satrio. Namun dari mereka malah tidak ada yang tahu jika Satrio sudah selesai studi dan pulang ke Indonesia.
Dewa terus menghubungi adiknya itu. Namun selalu Satrio abaikan dan beberapa kali sengaja dia alihkan. "Kamu dimana sih Sat?" tanya Dewa yang menghempas punggung dan kepalanya pada jok mobil. Sembari berpikir dimana adiknya kini berada.
Mega pun yang duduk di samping suaminya ikut berpikir keras kemana arah Satrio akan tinggal. Petang sudah menjelang, membuat Dewa memutuskan pulang dan menginformasikan kabar tentang apa yang terjadi padanya dan Satrio di grup keluarga.
Sontak membuat semua orang terkejut mendengar announcement dari Dewa kepada seluruh anggota di dalam grup keluarga. Dewa juga menyuruh seluruh anggota keluarga untuk ikut serta menemukan keberadaan Satrio dimana.
Malam itu hati Mega dan Dewa tidak tenang. Tidurpun rasanya juga tidak nyaman. Meskipun keduanya saling memberi sentuhan, malam ini terasa hambar dan berbeda.
Ada ketakutan Dewa perihal yang disampaikan adik nya tadi siang. Perkara rela tidaknya dia misal Mega kembali kepada Satrio. Membuat Dewa terserang takut dan mendekap erat istrinya yang tengah tertidur pulas.
Sampai pada esok hari.
Pencarian Satrio tidak terlalu rumit ternyata. Karena apa? Banyak sebagian besar dari fasilitas umum adalah milik keluarga besar. Jadi posisi Satrio sangat mudah terdeteksi. Hingga Dewa cukup kaget karena dengan mudah saat dia mengabarkan pencarian Satrio, foto Satrio tengah berada di mana pun, terkirim di grup WhatsApp keluarga dan ramai.
Dewa dengan cepat pergi untuk menuju alamat yang dimana Satrio tengah berada. Dia ternyata sedang makan di salah satu restoran milik teman tante nya.
"Pulang," kata Dewa yang masih berdiri di belakang adiknya yang tengah duduk makan siang.
Satrio menoleh dan malas saat tahu ternyata kakaknya dengan mudah menyuruh antek-antek nya menemukannya.
"Mama nggak akan operasi pengangkatan tumor, kalau kamu tidak pulang," bujuk Dewa kepada Satrio yang enggan beranjak.
"Apa menurut kakak mudah? tinggal bersama kalian, yang semuanya adalah pembohong."
"Setidaknya kamu dengarkan dulu penjelasan kakak."
Satrio bangkit dan berdiri hendak pergi karena sudah muak.
Namun Dewa dengan cepat mencengkeram lengan adiknya untuk tidak pergi. "Apa kamu tahu? Kakak menodai Mega saat malam pesta penyambutan kepulangan kakak dari Melbourne. Kakak mabuk berat disitu." Dewa dengan cepat mengatakannya. Supaya adiknya tidak terus berlari menghindarinya.
Seketika seluruh syaraf Satrio melemah. Ternganga dan terdiam. Nafasnya terasa berat hingga dia menoleh ke kakaknya. Membentuk garisan pada dahi menatap tajam kakaknya.
"Iya, Mega tidak salah apa-apa. Tadinya aku menolak menikah dan menyuruh Mega menggugurkan kandungan nya. Namun Mega tidak mau dan mempertahankan anak itu, Rania sekarang. Awalnya pernikahan kami hingga anak Mega lahir, namun..." Dewa yang belum selesai bicara dengan cepat dipangkas oleh Satrio.
"Namun seiring berjalannya waktu kakak mencintai Mega, begitu kan kak?"
"Semua demi Rania, begitu juga dengan Mega. Semua dia lakukan demi Rania."
Satrio tersenyum getir. "Bilang aja kalau kakak mencintai Mega."
"Okay, iya. Kakak mencintai Mega. Kamu puas kan?"
Namun Satrio yang marah dan langsung pergi dari hadapan kakaknya dan Dewa mengejarnya. Dia berusaha meraih tubuh adiknya untuk dia peluk. Namun Satrio terlihat sekali kecewa parah dan pergi secepat mungkin.
"Aku mohon kamu pulang. Ini adalah operasi penentuan buat mama. Kalau kamu tidak pulang bersama kakak. Kamu harus siap-siap aja, melihat mama..."
"Iya aku akan pulang," jawab Satrio yang dari dulu tidak tega jika itu menyangkut mama nya.
Dewa lega.
.
.
Di rumah sakit.
"Sayang, syukurlah kamu pulang." Ibu Rahma yang senang melihat Dewa bisa membawa adiknya pulang.
Satrio langsung menggenggam tangan mama nya dan mengecupnya. "Mama harus operasi ya," ucapnya dengan bola mata berkaca-kaca yang sulit dia sembunyikan. Masih terkait perasaanya. Mengapa mama nya tidak jujur padanya perihal kakaknya dan kekasihnya?
Ibu Rahma juga balas mengecupi tangan putranya itu sembari terus berkata maaf. "Maafkan mama ya," ulangnya lebih dari beberapa kali.
Satrio paham dengan untaian kata maaf mamanya. Semua tertuju pada persoalan cinta segitiga.
Tidak lama Mega dan Rania mengetuk pintu ruang rawat ibu Rahma. "Hallo Oma..." sapa Rania girang kepada Omanya.
"Hallo sayang... Rania ... sayang nya Oma ... sini sayang." Ibu Rahma terlihat bahagia sekali dan itu ditangkap oleh Satrio.
Rania kemudian mendekat. Namun tidak pada Satrio yang bersikap dingin dan tatapan malas yang dia tujukan untuk Mega.
"Mama ini ciapa?" tanya polos dari bibir Rania saat menunjuk Satrio.
Mega terdiam dan melirik ke arah Satrio.
"Oh, dia om Satrio sayang," jawab Dewa yang kemudian berjalan ke tempat putrinya berdiri.
"O, om Catrio."
Dewa kemudian keluar dari ruang rawat, karena gerah melihat Dewa, Mega dan Rania. Satrio bahkan bersikap dingin kepada bocah tidak berdosa itu.
Ibu Rahma hanya mengelus punggung Dewa dan berucap sabar untuk menghadapi adiknya yang pasti tidak mudah.
Tidak lama Mega pamit untuk pergi ke toilet. Dan setelah membuka pintu, Satrio ternyata juga keluar dari toilet pria. Namun dia dengan tatap dan sikap dinginnya berjalan tanpa menyapa Mega.
Terlihat ada sebuah ponsel dan Mega yakin itu milik Satrio. Mega bermaksud akan memberikannya kepada Satrio. Namun tidak lama pria itu kembali karena merasa ponselnya tertinggal di atas wastafel.
"Ini," ucap Mega menyerahkan ponsel Satrio.
Satrio mengambilnya dan hendak pergi.
"Apa kamu masih marah?" tanya Mega menghentikan langkah Satrio.
"Menurutmu aku nabi? hatiku seperti malaikat? Yang tidak bisa marah dengan apa yang kamu perbuat," cetus Satrio untuk membalas pertanyaan Mega.
"Aku minta maaf."
"Hanya itu?" tanya Satrio.
"Aku harus apa?" Mega masih berjuang untuk mendapatkan kata maaf dari Satrio. Dia tidak ingin dibenci oleh pria itu sedemikian rupa. Hingga bertemu wajahnya saja, Satrio enyah pergi dan merasa jijik padanya.
"Memangnya kamu bisa? Kalau aku suruh kamu tinggalkan kakak ku? Enggak kan?" tatapan Satrio berubah ke wanita itu. Berubah tidak kasar, setelah tahu jika Mega tidak sepenuhnya salah.
Mega terdiam.
"Aku tanya sama kamu? Besar mana cinta mu terhadapku dan cintamu terhadap kakak ku?" Satu pertanyaan yang lolos dari mulut Satrio yang jelas tidak bisa dijawab oleh Mega. Menekan detik itu juga. Sia-sia. Karena jelas, cinta wanita itu untuk suami dan anak perempuan nya.
Mega setengah tertunduk. Buliran jernih satu persatu jatuh.
Satrio mengangkat janggut wanita itu. "Aku tidak mau kita begini," lirihnya yang masih terdapat penuh cinta untuk Mega. Hatinya bahkan tidak teralihkan oleh apapun dan siapapun.
Jarak keduanya semakin dekat. Dengan wajah bertatap kurang dari tiga puluh senti.
Satrio tidak dapat menahan hasrat hingga lepas kendali. Diciumlah bibir Mega dengan lembut dan Mega tidak dapat menolaknya. Sebentar, tidak lama namun bermakna dalam. Hingga keduanya berjarak.
Namun sejak tadi, ada sepasang mata yang melihat dan telinga yang mendengarkan apa mereka katakan. Dewa berdiri tidak jauh dari keduanya. Tertutup dinding dan bisa mengartikan apa yang dilakukan istrinya. Terbawa suasana yang mungkin rindu pada sosok adiknya. Detik itu juga, dirinya terserang ketakutan hebat, jika Satrio bisa mengambil alih hati Mega darinya.
Dewa pergi, memutar waktu dimana lebih dari itu yang dia lakukan dengan Arumi saat mereka sudah dalam ikatan pernikahan.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments