Dalam perjalanan menuju ke sekolah tempatnya mengajar, Bulan kembali mendapat laporan dari atasannya mengenai kasus kematian seorang siswa SMA.
Dia segera menggunakan earphone ke telinganya. Mendengarkan perkataan atasan. "Baik pak. Siap, laksanakan."
Bulan mencabut earphone di telinganya. Ponselnya menyala. Bulan tahu jika itu adalah pesan bergambar yang dikirim oleh atasannya.
Bulan tidak membuka pesan tersebut. Membiarkannya dan akan melihatnya nanti saat dirinya sudah sampai di sekolahan. "Apa tujuan mereka!?" tanya Bulan pada diri sendiri. Mencoba menebak.
Sudah terjadi setidaknya sepuluh lebih pembunuhan yang menewaskan murid SMA baik perempuan maupun laki-laki dalam beberapa bulan terakhir.
Pihak kepolisian masih terus menyelidiki siapa dalang dari kejadian tersebut. Namun sang pelaku terlalu lihai dan rapi saat melakukan hal tersebut.
Hingga pihak keamanan kesulitan untuk melacak dan mencari bukti.
Bulan mengurangi laju mobilnya, saat memasuki pelataran sekolah. Matanya melihat sekeliling, sembari menyetir perlahan. Mencari area parkir khusus guru.
Dapat. Mata Bulan membaca papan yang bertuliskan parkir khusus guru dan staf lain. Bulan mengarahkan mobilnya ke tempat yang masih kosong.
Sadar akan kedatangannya menjadi pusat perhatian, Bulan menetralkan perasaannya. "Oke Bulan, kamu pasti bisa." ujarnya menyemangati diri sendiri.
Bulan yakin, ada yang tersembunyi di sekolah ini. Jika tidak, tidak mungkin mereka menyuruhnya menyamar sebagi pengajar. Dan diletakkan di sekolah ini.
"Pasti ada banyak hal yang mereka sembunyikan dari gue. Dan gue harus mencari tahu sendiri. Salah sendiri tidak sepenuhnya percaya sama gue." seringainya.
Bulan merapikan penampilannya. Melihat kembali wajahnya di kaca pantau yang ada di depannya. "Cukup cantik untuk menjadi seorang guru." pujinya pada diri sendiri tersenyum manis.
Bulan membuka pintu, keluar dari dalam mobil. Melangkah dengan anggun. Menampilkan ekspresi datar.
Awalnya Bulan berencana akan merubah karakternya menjadi seorang yang murah senyum, ramah, dan penyayang selama menjadi guru.
Tapi niatnya terurungkan. Bulan memilih untuk tetap menjadi dirinya sendiri. Cukup dirinya berpura-pura menjalani profesi orang lain. Tapi tidak berpura-pura menjadi orang lain.
"Gillaaaa...." ujar Mikel melongo, melihat seorang perempuan cantik berjalan dengan santai.
Arya tersenyum penuh makna. "Jangan bilang dia guru baru itu." tebak Arya, saling pandang dengan Mikel.
"Bisa jadi." sahut Mikel, kembali memandang ke arah Bulan. Terpesona dengan kecantikan Bulan.
Claudia memandang ke arah Bulan sebentar, lalu berpindah ke arah sang kekasih. Tampak Jevo juga sedang memandang ke arah Bulan tanpa ekspresi.
"Sayang,,, ayo masuk." rengek Claudia dengan manja, memanyunkan bibirnya. Tentu saja Claudia tak suka dengan apa yang dilihatnya.
Sang kekasih memperhatikan perempuan lain. "Ayo..." Claudia menyeret Jevo untuk masuk ke dalam.
"Kalian juga. Masuk..!!" seru Claudia.
Arya dan Mikel mendengus sebal. Claudia merusak mood paginya. Inilah kenapa mereka berdua sangat jengah dengan Claudia.
Setiap ada masalah atau apapun itu yang berkaitan dengan Jevo. Keduanya pasti akan terseret ke dalamnya.
Keempatnya berjalan menjauh dari Bulan. Padahal Arya dan Mikel masih ingin lama-lama memandang wajah cantik Bulan. Yang mereka tebak adalah guru baru di kelas mereka.
"Sayang, nanti jika benar dia guru baru di kelas kamu bagaimana?" tanya Claudia bergelayut di lengan Jevo.
"Bagus dong." sahut Jevo. Arya dan Mikel menahan tawanya agar tak sampai bersuara.
Claudia menarik lengan Jevo dengan kesal. "Kok bagus...!!" rajuknya.
Beberapa murid yang lewat menatap jengah dengan kelakuan Claudia. Bisa-bisanya mengumbar kemesraan di depan umum, apalagi di lingkungan sekolah.
Namun Claudia tetap Claudia. Dia sama sekali tidak risih dengan tatapan semua murid. Dia malah mempunyai pikiran jika mereka iri dengan dirinya yang mampu menjadikan Jevo sebagai kekasihnya.
"Ya, terus gimana lagi. Memang aku bisa mencegah." ucap Jevo dengan lembut.
"Kamu nggak akan tertarikkan?" tanya Claudia menampilkan bibir manyunnya.
Jevo mencubit gemas pipi Claudia. "Kamu lebih muda. Lebih cantik sayang." rayu Jevo.
Mikel dan Arya melongo dengan tampang sinis, mendengar gombalan Jevo.
Kedua pipi Claudia bersemu merah hanya dengan beberapa kata dari Jevo. "Dan kamu lebih hot." bisik Jevo mengeringkan sebelah matanya.
Claudia memukul dada Jevo dengan manja sambil tersenyum malu-malu. "Minggir...." Mikel berjalan, dengan memisahkan Claudia dan Jevo.
Berjalan di tengah-tengah, disusul oleh Arya belakangnya dengan tampang cuek. "Iiihhh,,,,, kalian." geram Claudia.
"Sayang lihat...!" adu Claudia.
Jevo merangkul Claudia. "Biarkan saja." ucap Jevo, kembali berjalan dengan Claudia di sampingnya.
Bukan hanya Jevo dan kedua temannya memperhatikan Bulan. Juga seluruh murid yang berada di sekitar sana, semua tampak melihat ke arah Bulan.
Begitu juga dengan Jeno. Sama seperti Jevo, Jeno menatap Bulan tanpa menampilkan ekspresi apapun.
Jeno melangkahkan kakinya ke dalam. "Maaf." cicit seorang siswi yang entah sengaja atau tidak menabrak Jeno.
Siswi tersebut tersenyum manis. Jeno memandangnya sekilas lalu meninggalkannya tanpa mengatakan apapun.
Raut wajah siswi tersebut tampak sendu. "Sulit sekali mendekati kamu." gumamnya, menatap punggung Jeno.
"Jangan terlalu berharap. Dia tidak seperti murid lainnya. Yang tertarik dengan siswi cantik. Lebih baik elo mundur." ucap siswi lain di sebelahnya tersenyum remeh.
Sella mendesah pelan. Dia siswi kelas satu. Perasaan sukanya pada Jeno tumbuh semenjak beberapa kali Jeno menolongnya saat dirinya di goda oleh kakak kelas dengan cara yang menurutnya keterlaluan.
Meski Jeno tidak seperti Jevo. Tapi keduanya sama di mata para murid. Mereka enggan mencari masalah dengan keduanya.
"Maaf, boleh bertanya?" suara seorang perempuan membuyarkan lamunan Sella.
Segera Sella memandang ke arahnya. "Iya bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Sella dengan sopan.
"Di mana ruangan kepala sekolah?" tanya Bulan. Dirinya malas memutari sekolah sekedar mencari ruangan kepala sekolah. Lebih baik bertanya bukan. Lebih menghemat waktu dan tenaga.
"Kebetulan kelas saya melewati ruang kepala sekolah. Ibu bisa bareng sama saya." tawar Sella.
"Oke." Bulan dan Sella jalan berdampingan.
Merela berdua langsung mencuri perhatian murid lain. Apalagi jika bukan keberadaan Bulan di sisi Sella.
"Ibu guru baru di sini?" tanya Sella.
"Iya." jawab Bulan singkat.
"Mengajar di kelas berapa?"
"Dua."
"Nama ibu siapa?"
"Bulan."
Sella ingin berbasa-basi dengan Bulan. Dirinya ingin lebih akrab. Tapi Sella merasa jika Bulan terlalu cuek untuk ukuran seseorang yang ingin menjadi guru.
"Ini bu, ruangan kepala sekolah."
Bulan mengangguk. "Terimakasih." ucap Bulan.
"Sama-sama." Sella segera meninggalkan Bulan. Berjalan ke kelasnya.
"Ganti tanya kek. Malah acuh." omel Sella, saat dirinya sampai di kelas dan duduk di kursi.
"Elo kenapa?" tanya Mita, melihat Sella datang dengan ekspresi kesal.
"Pasti karena Jeno." tebak Mita berbisik.
"Salah satunya." tutur Sella. Mita hanya mengangguk. Dan tak bertanya lebih jauh.
Bulan mengetuk pintu ruang kepala sekolah. "Semoga beliau sudah datang." gumam Bulan.
"Masuk...!!" teriak seorang dengan suara laki-laki dari dalam.
"Permisi pak." ucap Bulan dengan sopan.
Kepala sekolah segera berdiri. "Silahkan masuk. Silahkan duduk. Pasti anda yang bernama Bulan. Guru baru pengganti."
"Benar pak." ucap Bulan tersenyum manis.
"Saya Prapto. Kepala sekolah di sini." ucapnya memperkenalkan diri, mengulurkan tangannya.
"Bulan." kata Bulan, menyebut namanya sendiri sembari menerima uluran tangan dari pak Prapto. Meski tadi beliau sudah mengetahui namanya.
"Bagaimana, langsung saya perkenalkan dengan guru lain. Sekalian saya tunjukkan di mana ruangan para guru." tawar pak Prapto.
"Baik pak." ucap Bulan.
Bulan menilai jika pak Prapto adalah sosok pemimpin yang tegas, meski terlihat murah senyum dan sangat mengayomi.
Pak Prapto membawa Bulan ke ruangan para guru. Di mana ruangan guru semuanya menjadi satu. Tertata rapi dengan meja yang berjarak sama semua.
"Pagi semua." sapa pak Prapto.
Beberapa guru yang sudah hadir langsung melihat ke arah pak Prapto dan Bulan. "Saya hanya ingin mengantar guru baru di sekolah kita. Silahkan." ucap pak Prapto.
"Terimakasih pak."ujar Bulan.
"Silahkan kalian berkenalan sendiri. Saya akan kembali ke ruangan saya." tukasnya.
Semua guru tersenyum ramah pada pak Prapto dan Bulan. "Pagi." sapa Bulan.
"Pagi bu."
Bulan bersalaman dan berkenalan satu-persatu dengan beberapa guru yang sudah hadir. "Semoga betah ya bu." ujar bu Lidya. Salah satu guru di sekolah ini.
Bulan tersenyum. "Itu meja anda bu." ucapnya menunjukkan sebuah meja yang masih bersih. Tak ada apapun di atasnya.
"Terimakasih."
"Sebagian guru belum datang bu. Makanya masih sedikit." ucap seorang guru laki-laki. Bulan kembali tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
ciru
cakeep. smangat ya Bulan dlm menjalankan misi 💪💪
2023-06-24
2