"Mbak Retta kenapa menangis?" tanya laki-laki itu.
Saat Retta mendongakan kepalanya, ternyata laki-laki itu adalah Dokter Didi. Dia tersenyum sambil menyeka air matanya.
"Eh, Pak Dokter. Nggak apa-apa, kok Dok!" ucap Retta.
"Tadi, saya habis dari ruangan Pak Yoga untuk mengontrol. Ada orang tua Pak Yoga serta Adiknya. Tapi, saya lihat kok nggak ada Mbak Retta.!" ucap Dokter Didi.
"Iya, Dok. Saya ingin membeli minuman saja." ucap Retta asal.
"Boleh saya gabung, tadinya saya mau duduk disana, berhubung saya lihat ada Mbak Retta disini, akhirnya saya kesini aja." jawab Dokter itu.
"Iya, Dok. Silahkan.!" jawab Retta.
Retta kembali melamun memikirkan tentang suaminya. Memang masih belum jelas kebenarannya bahwa suaminya selingkuh. Tapi, dengan kejadian-kejadian kemarin yang apa belum cukup, batinnya.
Dokter Didi kembali memeperhatukan wanita didepannya itu. Dia penasaran ada apa dengan dia. Menangis sendiri sedangkan diruangan suaminya dirawat lagi ngumpul keluarganya.
"Mbak, Mbak Retta.,!" seru Dokter Didi.
"Eh, iya maaf, Dok. Maaf saya lagi banyak pikiran, jadi sedikit nggak fokus.
"Iya, Mbak nggak apa-apa. Cuma kalau bisa Mbak Retta jangan seperti ini terus, itu malah menambah capek pikiran Mbak Retta sendiri. Jangan dipendam sendiri, karena akan merugikan Mbak Retta sendiri." tukas Dokter Didi.
"Iya, sih Dok. Cuma disini saya sendiri karena mengikuti suami, sedangkan keluarga saya semuanya di Surabaya." ucapnya lirih.
"Oh gitu, tapi mulai sekarang kita akan berteman. Jadi, Mbak Retta tidak akan sendiri lagi." jawab Dokter itu.
Maretta menatap wajah Dokter didepannya ini. Dia tersenyum lalu menganggu pelan. Sementara Dokter Didi mengeluarkan sesuatu dari dompetnya dan meletakan kartu nama itu didepan Maretta.
"Saya balik keruangan dulu, ya Mbak." ucapnya seraya melempar senyumnya yang manis.
Retta mengangguk pelan sambil menatap kepergian Dokter Didi. Sedangkan kini kembali sendirian. Diamatinya kartu nama yang tadi diberikan oleh Dokter itu.
.
.
.
Malam ini, Retta yang jaga suaminya sendirian. Sementara mertua dan adiknya pulang kerumahku. Dia duduk disofa yang letaknya tak jauh dari tempat suaminya. Kini dia lebih banyak diam.
"Retta, dari tadi kuperhatikan kamu kok diam saja." tanya Yoga.
"Tidak apa-apa, kok Mas. Cuma kepalaku sedikit pusing." jawabnya asal.
"Kalau memang kamu nggak enak badan, mendingan kamu pulang saja nggak apa-apa. Aku ada suster yang jagain." jawab Yoga.
"Nggak apa-apa kok, Mas." ucap Retta pelan.
Semenjak kejadian itu, Retta memang sengaja banyak diam dan jarang bicara sama suaminya. Sebenarnya pingin membahasnya, tapi waktunya belum memungkinkan.
"Oh iya, Mas. Besok aku sudah mulai masuk kerja. Aku sudah ijin beberapa hari
dan kerjaanku sudah menumpuk." ucap Retta.
"Iya, nggak apa-apa. Kan ada Mama yang jagain." jawab Yoga lagi.
"Oh iya, Retta. Aoa kamu masih memikirkan omongan Mama tadi pagi, ya?" tanya Yoga.
"Sebenarnya omongan seperti itu sudah sering aku dengar dari Mama, Mas. Aku sudah kebal. Tapi, aku juga manusia biasa, kadang sabar ada batasnya." jawab Retta.
"Maafin, sayang. Mungkin Mama terbawa emosi" jawab Yoga.
Retta hanya mengangguk pelan, dan kembali terdiam. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
(*****)
Keesokan harinya, Retta berangkat ke kantor sedikit terburu-buru. Dinyalakan mobilnya kemudian dia meluncur menyusuri jalanan menuju kantornya.
"Pagi, Nin.!" sapa Retta pada salah satu office girl disaat dia masuk lobby kantor.
"Pagi juga, Bu Retta," jawabnya sambil menunduk hormat.
Maretta menjabat sebagai Menejer pemasaran disebuah perusahaan garment. Karir dia memang dijalaninya dari nol, yang dimana dia dulunya karyawan biasa. Dengan segudang prestasi dan keuletan di perusahaan itu, akhirnya mengantarkan seorang Maretta anggraini menjadi seorang Menejer.
"Huuftt...!"
Dia menghempaskan tubuhnya dikursi kerjanya setibanya dia sampai diruangannya. Dipandanginya satu persatu file yang sudah menumpuk setelah dia tinggal ijin beberapa hari untuk mengurus suaminya yang baru saja mengalami kecelakaan.
Dari balik pintu terlihat Vivi sahabat dekatnya dikantor mau masuk ruangannya. Seketika Retta langsung tersenyum.
"Pagi Bu Menejer.!" sapa Vivi sambil mengerlingkan matanya menggoda Retta.
"Kamu Vi, tumben kesini. ada apa?" tanya Retta.
"Aku dengar suamimu habis kecelakaan. Gimana kabarnya sekarang?" tanya Vivi.
"Alhamdulilah Mas Yoga nggak apa-apa kok!" jawab Retta.
"Syukurlah, Ta. Aku senang mendengarkannya. Maaf, aku belum semoat jenguk suamimu, tahu sendiri kerjaan dikantor makin lama makin banyak." ucap Vivi.
"Nggak apa-apa, aku maklum itu, kok." jawab Retta.
Tanpa sengaja Vivi melihat kertas kecil yang dari tadi tergeletak diatas meja kerja Retta. Kartu nama Dokter Didi, tadi yang sengaja dia keluarkan dari tasnya yang rencananya mau menyimpan nomornya ke ponsel.
"Kartu nama siapa, itu Ta?" tanya Vivi.
"Oh ini, kartu nama Dokter yang menangani Mas Yoga." jawab Retta singkat.
"Ya sudah, aku balik ke ruanganku duly, ya" ucap Vivi.
"Oke, silahkan!" jawab Retta balik.
Kembali Retta kepikiran tentang permasalahan rumah tangganya. Dia nggak bisa membayangkan kalau sampai suaminya itu benar kebukti selingkuh. Dia menarik nafas dalam-dalam sambil meraih semua file yang ada didepannya.
.
.
.
Jarum jam sudah menunjukan pukul empat sore. Jam kantor ternyata sudah habis. Dia berencana pulang on time karena mau ada yan dia beli di minimarket.
Retta keluar dari ruangannya dan menuju parkiran untuk menuju mobilnya.
Sekitar dua puluh menit dia sudah sampai di minimarket tersebut. Minimarket itu terletak disebuah komplek pertokoan yang lumayan ramai. Selain minimarket, ternyata ada juga klinik kecantikan, salon dll.
Retta memarkirkan mobilnya ditempat parkir yang sudah disedikan. Kemudian dia masuk kedalam. Setelah milih-milih barang yang diperlukan, lalu dia membayarnya ke kasir.
Kemudian dia keluar kembali menuju mobilnya. Setibanya diparkiran, matanya menangkap sosok orang yang sudah dia kenal. Dia baru saja keluar dari mobilnya. Dan kebetulan dia juga melihat Retta yang tengah berdiri disebelah mobilnya.
Akhirnya dia mendekati Retta dan tersenyum. Ternyata orang itu tak lain adalah Dokter Didi.
"Mbak Retta disini?" tanya Didi.
"Iya, Pak. Saya habis dari minimarket." jawab Retta.
"Jangan panggil, Pak dong. kan sekarang kita diluar rumah sakit." ucap Didi.
"Baiklah kalau begitu. Saya harus panggil apa dong?" tanya Retta.
"Panggil nama saja." jawab Didi singkat.
"Okelah kalau begitu. Dok.., eh. Didi! sahut Retta.
"Sekarang Mbak Retta mau langsung pulang atau kemana?" tanya Didi.
"Mau pulang saja." jawabnya.
"Oh ya sudah kalau gitu, misal tadi nggak repot mau saya ajak mampir ke tempat praktek saya. Tapi, Mbak Retta sibuk ya nggak apa-apa lain kali saja." ucap Dokter Didi.
"Oh, jadi Dokter.., eh Didi, Maaf. Jadi, selain dirumah sakit, ternyata kamu juga buka praktek disini?" tanya Retta.
"Iya, Mbak. Kapan-kapan mampir nggak apa-apa." ucap Didi.
"Oke. Saya pulang dulu, ya?" ucap Retta.
"Baiklah, silahkan. Hati-hati.!" sahut Didi.
Seketika Retta langsung masuk mobilnya lalu meninggalkan parkiran diruko tersebut. Dalam perjalanan dia sempat bergumam dalam hati. Kenapa dia selalu ketemu sama Dokter itu.
Aaah..ditepiskannya pikiran yang nggak jelas. mungkin saja hanya kebetulan.
Saat tiba dirumah, Retta langsumg memarkirkan mobilnya. Rumah Retta nggak begitu besar cuma tergolong mewah. Dia menghempaskan tubuhnya dikursi ruang tengah. Tak lama kemudian ponselnya bergetar. Ada pesan masuk.
'Mbak Retta dimana, kalau sudah pulang kantor, tolong cepat ke rumah sakit. PENTING!!"
---------------------------------
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Oki Indriani
semangat up nya kak,
2020-08-01
1
Priska Anita
Jejak disini 💜
2020-07-31
0
Sept September
jempollll buat reta
2020-07-30
1