Retta sedikit gugup saat Didi terus menatapnya tanpa kedip. Dia dibuat salah tingkah oleh sikap Didi saat ini.
"Apa kamu sudah bilang sama wanita itu kalau kamu suka?" tanya Retta.
"Belum. Karena aku masih menunggu waktu yang tepat." jawabnya datar.
Kemudian mereka melanjutkan makannya sambil ngobrol-ngobrol. Didi belum tahu kalau Maretta sekarang sudah cerai sama suaminya.
"Di, habis ini kamu mau kemana?" tanya Retta sambil meminum jus nya.
"Mungkin habis ini aku langsung pulang. Soalnya prakteku libur hari ini." jawab Didi.
"Oh, ya sudah. Aku juga mau pulang. Capek pingin istirahat." jawab Retta.
Akhirnya keduanya menyudahi ketemuannya. Didi membayar semua makanan ke kasir, Retta masih menunggu dimeja. Lalu mereka keluar menuju mobilnya masing-masing.
Sesampainya dirumah, Retta langsung menuju kamarnya. Dia membuka ponselnya karena dari tadi bunyi terus. Tak lama dilihati ponselnya.
"Bunda..!" batinnya.
"Assalamuaikum.," terdengar suara Bu Dahlia diujung telpon.
"Waalaikumsalam., Bund." jawab Retta.
"Anak Bunda lagi apa, nih?"
"Retta baru aja pulang kerja, Bun."
"Bunda mau ngasih tahu aja. Kamu ingat Pak Burhan, nggak?
"Pak Burhan teman Ayah yang di Jogja itu."
"Betul, sayang. Kamu ingat, Nak."
"Emang kenapa dengan Pak Burhan, Bun?"
"Hmm.. Ayah berniat kenalin kamu sama anaknya."
Retta terdiam. Kenapa orang tuanya sampai mengenalkan sama laki-laki. Bukannya dia nggak mau. Tapi, dianya belum siap menerina laki-laki setelah dulu dia mengalami kegagalan.
"Hallo, Nak. Retta.!"
"Eh. ah iya, Bun."
"Kamu kenapa, Nak. Kamu nggak suka, ya?"
"Bukannya nggak suka, Bun. Cuma Retta masih belum bisa menerima laki-laki setelah Retta mengalami kegagalan yang kemarin."
"Ya sudah, kalau gitu. Coba Bunda bilang Ayah kamu dulu, ya?"
"Iya, Bun."
"Assalamualaikum.,"
"Waalaikumsalam.,"
Retta menaruh ponselnya dinakas sebslah tempat tidurnya. Dia kembali menatap langit-langit kamarnya. Barusan Bundanya menelpon akan ngenalin dia sama anak dari teman ayahnya.
Retta kemudian bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Malam ini dia nggak mau kemana-mana, dia ingin beristirahat karena besok dia mau ada meeting.
(***)
Pagi-pagi sekali Retta sudah bangun dan siap-siap berangkat kekantor. Tak lama kemudian terdengar suara bel pintu.
Retta keluar kemudian membukanya. Ternyata Vivi sama seorang Ibu-ibu. Apa ini asisten rumah tangga yang Vivi tawarkan. Batin Retta.
"Wooii.,! nggak disuruh masuk, nih?"
"Eh, iya, Vi. Silahkan masuk."
"Ta, ini Bi Sila. Dia tetanggaku, karena anaknya sudah menikah dan ikut suaminya, dia berinisiatip mencari kerja sebagai asisten rumah tangga karena biar ada temannya. Makanya aku menawarkan pekerjaan ini sama dia, dan ternyata dia mau." jelas Vivi sambil melirik ke arah Bi Sila.
"Iya, Non. Bibi biasanya sama anak Bibi. Tapi, setelah dia ikut suaminya, Bibi jadi nggak ada temannya." jawab Bi Sila.
"Terus, rumah Bibi gimana? soalnya Bibi harus tidur sini, kan." tanya Retta.
"Rumah Bibi akan Bibi kontrakan aja. Kalau dibiarkan nanti rusak." jawabnya.
"Baiklah, kalau gitu mulai sekarang Bibi bisa sudah mulai kerja. Ya anggap aja rumah sendiri, jadi Bibi bisa langsung kerjain apa yang memang perlu Bibi kerjkan. Sekarang saya mau berangkat ke kantor dulu." jelas Retta.
"Baik, Non. Hati-hati." ucap Bi Sila.
Kemudian Retta dan Vivi berangkat ke kantor. Retta dengan santai mengemudikan mobilnya sambil ngobrol-ngobrol dengan Vivi. Mereka berdua bersahabat sejak mereka sama-sama kerja diperusahaan tersebut.
.
.
.
Siang ini Retta malas keluar, dia hanya dikantor saja. Dia tutup laptopnya sementara kemudian dia membuka ponselnya. Dia kaget ternyata banyak pesan yang masuk tapi, dia tidak tahu.
"Didi,!"
"Ngapain lagi sih, nih anak,!" gumamnya.
"Siang Mbak Retta cantik.,!"
"Dibalas apa nggak, ya. Malas nih," batinnya.
Akhirnya Retta nggak tega juga. Dia membalas pesan Dr Didi. "Siang juga, Di!"
"Mbak Retta sudah makan siang, belum?"
"Belum, emang kenapa?"
"Makan siang keluar, yuk?"
"Malas, Di. Lagian bentar lagi aku ada presentasi sama klien." jawabnya bohong.
"Oh ya sudah kalau gitu."
"Maaf, ya?"
Retta menutup kembali ponselnya. Dia nggak tahu kenapa dia selalu mencoba mendekati dirinya. Bukannya ke pedean, cuma Retta nggak enak saja. Dia usianya jauh dibawahnya. Memang dia seorang Dokter muda, tapi bagi Retta dia akan lebih berhati-hati lagi kalau soal laki-laki.
Sejak pertemuannya pertama kali dirumah sakit dulu, dia selalu menunjukan perhatiannya pada Retta. Sampai setelah nggak bertemu berbulan-bulan pun dia masih menghubungi Retta.
"Ta,!" teriak Vivi dari balik pintu.
"Ish, kamu nih ngagetin aja. Nggak pake ketuk pintu lagi,!" gerutu Retta.
"Maapin aye ye Bu?" ucap Vivi berlogat bahasa betawi.
Kalau kamu bukan temen baikku sudah aku SP. Batin Retta.
"Ada apa?"
"Itu, ada yang nyariin kamu. Sekarang ada didepan." ucap Vivi sambil mendekati Retta.
"Siapa?"
"Nggak tahu, aku dikasih tahu sama Pak Marto." jawabnya.
"Ya sudah, aku kedepan dulu."
Akhirnya mereka berdua melangkah keluar. Retta menuju depan dimana tadi ada orang yang ingin menemuinya. Dia masih penasaran siapa yang nyariin dia siang-siang gini.
Sesampainya didepan, ternyata Dokter Didi. Retta kaget kok bisa-bisa nya anak ini sampai disini.
"Hai Mbak Retta.!"
"Kamu ngapain kesini, terus kamu tahu dari mana kantor aku disini?" tanya Retta sambil memengok kanan-kiri kali aja ada yang melihat. Dia nggak enak.
"Mbak nanyanya satu-satu, dong." ucapnya santai.
"Kok, kamu nggak kerja.?" tanya Retta sembari duduk disamping Didi.
"Kan istirahat, mau makan siang. Mbak Retta sudah makan? keluar yuk!" ajak Didi.
"Tadi aku kan sudah bilang, Di. Habis ini ketemu klien." jawab Retta asal.
"Ya udah, kalau gitu ntar malam aku jemput ke rumah Mbak." Ucap Didi.
"Emang tahu rumahku?" tanya Retta.
"Tahu dong, aku kan pernah ikutin Mbak Retta dari belakang waktu itu. Jadi aku sudah tahu umah Mbak Retta." jawabnya sambil nyengir.
"Ish, kamu tuh ya. Okey deh. Nanti malam kamu boleh kerumah." jawab Retta singkat.
"Yess.,!! oke kalau gitu aku balik ke rumah sakit dulu, ya Mbak.?" ucapnya.
Retta hanya mengangguk kearah Didi. Kemudian Didi meninggalkan kantor Retta. Tak lama kemudian Vivi menghampirinya.
"Ta, siapa tuh cowok. Keren lho?" ucap Vivi sambil mengangkat alisnya sebelah.
"Kamu mau, ambil aja,!" seru Retta.
"Ih,! kayak barang aja main ambil segala." jawab Vivi.
"Ya udah, kita balik kerja lagi." ucap Retta.
.
.
.
Sore hari sepulang kerja Retta langsung memarkirkan mobilnya digarasi. Kemudian dia keluar lalu masuk. Dilihatnya Bi Sila lagi beres-beres rumah.
Retta tersenyum lalu duduk dimeja makan.
"Bi Sila hari ini masak apa?" tanya Retta sambil meletakan tasnya diatas meja.
"Bibi lihat dikulkas ada ayam sama sayuran wortel sama kol. Bibi bikinin sup ayam aja, Non." jawab Bi Sila.
"Okey, nggak apa-apa, Bi. Retta mau kok." jawabnya.
"Syukurlah kalau gitu. Sebaiknya Non Retta mandi dulu lalu makan." titah Bibi.
"Iya, Bi. Oh iya Bi. Disini Bibi sudah Retta anggap seperti Ibu Retta sendiri, karena di Jakarta Retta nggak ada keluarga. Jadi, Bibi nggak usah sungkan-sungkan sama Retta. Kalau capek meskipun kerjaan belum selesai, Bibi istirahat aja." jelas Retta.
"Baik, Non. Makasih Non Retta sudah perhatian sama Bibi." jawab Bi Sila.
Retta langsung masuk ke kamarnya untuk mandi. Tak selang lama kemudian Retta keluar lagi untuk duduk-duduk diteras samping sambil membawa novel untuk dibaca.
"Non, ini Bibi buatkan teh hangat sama camilan. Ini tadi Bibi coba bikin kue buat Non." ucap Bi Sila sembari menaruh minuman serta kue itu.
"Oh iya, makasih Bi..," jawabnya.
Kembali Retta dengan membacanya. Dia memang kalau nggak kemana-mana selalu menghabiskan waktunya untuk membaca novel kesayangannya. Seperti kali ini, dia masih menmbaca novelnya sambil menikmati kue bikinan Bi Sila.
"Ting..tong..!"
Suara bel diluar mengagetkan Retta. Dilihatnya sudah jam setengah enam sore. Siapa datang sore-sore gini.
Dia berdiri mencoba membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang.
"Didi.,!"
"Hay Mbak.,?"
"Kamu baru pulang, nih!"
"Iya, Mbak." jawabnya sambil memandangi Retta.
Retta sedikit canggung kalau dilihatin seperti ini. Kenapa nih anak jadi seperti ini. Batinnya.
"Aku nggak disuruh masuk, nih!" ucap Didi.
"Eh, iya. Silahkan." jawab Retta.
Kemudian Didi masuk dan duduk dikursi. Kemudian diikuti Retta. Didi mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan.
"Mbak, kenapa Mbak Retta nggak cerita sama aku kalau Mbak Retta sudah pisah sama suami.?" tanya Didi sambil terus memandangi Retta.
"Aku malu, Di."
"Kenapa malu, Mbak. Kan Mbak Retta nggak salah." jawab Didi.
"Aku malu dengan status baru ini. Aku nggak menyangka kalau aku akan menjadi seorang janda." jawab Retta sambil matanya berkaca-kaca.
"Emang kenapa dengan status janda, Mbak. Itu hanya sebutan saja." ucap Didi.
"Kok, kamu tahu kalau aku sudah pisah sama Mas Yoga.?" tanya Retta penasaran.
"Iya, Mbak. Setelah kepulangan Pak Yoga dari rumah sakit waktu itu. Dan lama nggak ada kabar dari Mbak Retta sendiri. Kemudian aku bertemu Sesil adik ipar Mbak Retta dirumah sakit. Saat dia mengantarkan Ibunya. Akhirnya aku tanya kabar Mbak Retta sama dia. Dan dia menceritakan semuanya sama aku." jelas Didi.
"Oh jadi kamu sempat ketemu Sesil. Dia anak baik, meskipun aku sudah nggak jadi istri abangnya, aku masih anggap dia seperti adikku sendiri." jawab Retta.
"Makanya sejak aku tahu Mbak Retta sudah pisah, aku berusaha mencari tahu keberadaan Mbak Retta. Untung saja aku masih simpan nomor Mbak Retta kemudian aku coba hubungi, takutnya sudah nggak aktif." jelas Didi lagi.
"Makasih kamu masih peduli sama aku, Di.!" ucap Retta.
"Mbak, bolehkah aku bicara sesuatu sama Mbak Retta?" tanya Didi.
"Iya silahkan. Ngomong aja" jawab Didi.
"Mbak, mulai hari ini, ijinkan aku selalu menjaga Mbak Retta.!" ucap Didi dengan memegang tangan Retta.
----------Bersambung----------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Amrih Ledjaringtyas
huuhuuyyy dpt brondong.....tangkap retta😛🤣
2021-12-16
0
Sept September
sendirian itu g enak Thor 😭
2020-08-01
1
Ayunina Sharlyn
kasihan.. semangat Retta
2020-07-31
1