Retta kemudian membuka ponselnya. Dibacanya pesan dari Dr. Didi tersebut.
'Mbak Retta, dimana?'
'Ini, lagi dirumah.!'
'Mbak Retta, nggak kenapa-kenapa, kan?'
'Enggak! emangnya kenapa?'
'Nggak apa-apa. Soalnya setiap saya ketemu Mbak Retta, kok wajahnya selalu nggak ceria. Maaf, kalau saya lancang.'
'Nggak apa-apa, kok. Maaf, ya. Saya mau istirahat dulu.'
'Oke, Mbak. Maaf sudah ganggu.'
'Oke, bye.!'
Retta kembali menutup ponselnya. Hatinya masih berkecamuk berbagai rasa ingin ini ingin itu. Tak lama kemudian dia beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Dia buka shower dikamar mandinya, dia guyur seluruh badannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Air matanya menyatu dengan guyuran air sehingga tak terasa kalau air amatanya bercucuran. Masih tak habis pikir olehnya, jika usia pernikahannya secepat ini akan berakhir.
(*****)
Pagi ini Yoga pulang dari rumah sakit. Meskipun hubungan rumah tangganya sudah tak seharmonis dulu. Retta masih melaksanakan tugasnya sebagai istri, karena memang dirinya masih sah istri Yoga. Jadi hari ini dia minta cuti sama kantor untuk menjemput suaminya pulang dari rumah sakit.
Dirapikan kamarnya biar nanti pas suaminya pulang bisa langsung istirahat. Setelah dirasa semuanya selesai, Retta langsung meluncur ke rumah sakit. Dia langsung menuju bagian kasir guna mengurusi semua administrasi yang diperlukan.
Kemudian Retta menuju ke kamar suaminya. Disana masih ada Mama dan Papa Yoga. Retta lalu membantu Yoga untuk bangun. Setelah semuanya beres, akhirnya mereka pulang juga.
Dalam perjalanan, Retta masih banyak diam karena dia kini nggak terlalu banyak bicara, karena dia pikir percuma. Jadi, bicara seperlunya saja. Yoga sesekali melirik ke arah istrinya, tapi Retta justru fokus menyetir.
Sesampainya dirumah, Retta langsung membantu suaminya ke kamar. Mertuanya membantu membawa barang-barangnya.
Kemudian dia membantu suaminya untuk berbaring diatas tempat tidur.
"Istirahat dulu, Mas." ucap Retta.
"Terima kasih, Ta." jawab Yoga pelan.
Seketika mata mereka saling pandang. Tapi, mereka tampak kaku dengan keadaan ini. Retta sendiri kayak sudah enggan berlama-lama dekat suaminya. Mungkin dia sudah nggak nyaman saja dengan laki-laki yang baru dua tahun menjadi suaminya.
Dia melangkah kebelakang. Dilihat Mama mertuanya sedang didapur lagi membuatkan kopi buat Papa mertua.
"Retta sudah siapkan makanannya, Ma. Kalau Mama sama Papa mau makan, silahkan." ucap Retta.
"Iya, Nak. Nanti Mama akan makan." jawab Mamanya.
Tak lama kemudian Papa mertuanya masuk dan duduk di ruang tengah. Lalu dia memanggil Retta.
"Retta, kamu tidak ngantor hari ini?" tanya Papa mertuanya.
"Retta ambil cuti sehari, Pa." jawab Retta.
"Kamu sudah pikirkan baik-baik keputusanmu untuk melepaskan suamimu?" tanya Papa mertuanya.
"Sudah, Pa. Saya rasa ini sudah keputusan terbaik meskipun ada yang tersakiti. Tapi, Retta nggak mau egois, dan Retta bukan nggak mau memperjuangkan rumah tangga Retta. Ini, murni karena Retta kasihan sama bayi yang dikandungan wanita itu." jawab Retta.
"Ya sudah kalau memang kamu tetap menginginkan pisah dari Yoga. Papa juga nggak bisa melarangnya. Cuma, Papa akan kehilangan menantu sebaik kamu." ucap Papa mertua.
"Baiklah, Pa. Retta mau ngecek kerjaan dulu. Kebetulan, bisa dipantau dari rumah pake laptop." ucap Retta.
"Iya, Nak silahkan." jawabnya pelan.
Kemudian orang tuanya Yoga makan makanan yang sudah disediakan oleh Retta.
(******)
Beberapa bulan kemudian, tepatnya hari ini Retta dan Yoga resmi berpisah. Memang cepat urusannya, karena perceraian ini memang kesepakatan mereka berdua, jadi prosesnya cepat dan tidak bertele-tele.
Hari ini pertama kalinya Retta menyandang sebagai status Janda. Pahit sih, tapi bagaimana lagi, hidup harus tetap berjalan. Setelah perceraiannya dengan Yoga, Retta memutuskan untuk mengontrak rumah sendiri yang jalannya searah sama kantornya. Rumah yang dulu mereka tempati adalah rumah hadiah pernikahannya sama Yoga dari orang tua Yoga. Pernah sebelum resmi cerai, rumah itu diberikan oleh Yoga untuk tetap ditinggali sama Retta, cuma Retta yang menolak karena rumah itu banyak kenangannya sama Yoga.
Retta ingin memulai hidup baru setelah resmi bercerai, memang butuh waktu lama banget untuk kembali menata hati dan hidupnya seperti sebelumnya. Tidak mudah memang menghilangkan kenangan dengan suaminya dulu, karena memang mereka saling mencintai.
Orang tua Retta sudah mengetahui soal perceraian anaknya, mereka tidak bisa mencegah karena yang menjalani adalah Retta, jadi mereka serahkan saja pada dia. Awalnya memang susah, tapi lama kelamaan sudah terbiasa.
(****)
-----Enam bulan kemudian-------
Pagi ini Retta melakukan aktivitasnya seperti biasa. Dia ke kantor agak terburu-buru karena dirumah dia sendirian, dan semua dilakukan juga sendirian.
Setibanya dikantor, dia memarkirkan mobilnya seperti biasa. Setelah itu dia keluar mobil. Baru saja dua langkah dia berjalan, tiba-tiba ada yang memanggilnya.
"Marreta.,!" teriak Vivi dari belakang.
"Ish., kamu nih, ya. Pagi-pagi udah teriak-teriak. Ada apa?" sahut Retta.
"Pulang kerja anterin aku beli baju, yuk!" seru Vivi sambil menggelayutkan lengannya dibahu Retta.
"Hmmm., kalau sudah merajuk gini, apa bisa nolak, ya?" jawab Retta sambil mencebikan bibirnya.
"Jadi, mau nih anterin aku.?" ucapnya.
"Iya-iya., aku anterin.!" jawab Retta singkat.
"Kamu tuh ya, teman rasa saudara, tahu!" sahutnya sambil mencium pipi Retta.
"Ish..! geli ach" jawab Retta.
Begitulah becandaan sepasang sahabat selama ini. Retta merasa beruntung sekali karena mempunyai teman sebaik Vivi di tempat ini. Misal nggak ada dia mungkin Retta bisa kesepian, apalagi sekarang dia statusnya Janda dan nggak punya saudara dikota ini.
Akhirnya sepulang ngantor Retta dan Vivi menuju Mall dimana Vivi akan mencari baju. sesampainya di Mall tersebut, mereka langsung ke area pakaian cewek.
"Ta, ini bagus, nggak?" tanya Vivi sambil menyodorkan sebuat blouse warna peach kearah Retta.
"Bagus, tapi, ini kok warna nyolok banget, ya. Warna yang lain nggak ada?" tanya Retta.
"Ada, tinggal warna putih sama kuning. Aku nggak suka." sahutnya.
"Ya sudah, putih aja netral. Cantik tahu kalau dikulit. Bersih." jawab Retta.
"Oke, deh Bu bos!" sahut Vivi.
Tak lama kemudian ponsel Retta bergetar. Dibukanya tas lalu dkeluarkan ponselnya itu. Terlihat sebuah pesan terkirim, tertera jelas nama Dr.Didi.
"Ya ampun, dia hubungi aku. lama nggak bertemu, sejak ketemu diruko sampai aku cerai aku belum ketemu dia sama sekali. Dia masih menyimpan nomorku." batin Retta.
['Hai Mbak Retta cantik., apa kabar?']
['Aku baik, kamu sendiri apa kabar, lama nggak ketemu!']
['Aku juga baik, mbak. Syukurlah kalau Mbak sendiri juga baik.']
['Eh, bentar ya. Nanti dilanjut lagi, ini lagi anterin temenku soalnya']
['Okey.!']
Kembali Retta menutup ponselnya. Kemudian mendekati Vivi yang dari tadi teriak-teriak memanggil.
"Gimana, sudah selesai belanjanya, Bu?" tanya Retta.
"Sudah, Bu bos. Ayo kita pulang!" ajak Vivi seraya menggandeng tangan Retta.
"Hmm., kalau sudah dapat yang diburu, mesti langsung minta pulang." jawab Retta.
"Lah terus, apa kamu mau tetap disini?" tanya Retta.
"Ya enggaklah,! Aku juga pingin lekas pulang." sahut Retta.
Dalam perjalanan pulang Retta banyak diam. Dia masih memikirkan Dokter Didi. Padaha sudah enam bulan berjalan nggak bertemu, dia tiba-tiba menghubunginya kembali.
"Ta, aoa kamu nggak bermaksud membuka hati lagi?" tanya Vivi.
"Ish, apaan sih, kamu Vi. Jangan dulu lah, butuh waktu juga." jawab Retta pelan.
"Iya, juga sih. Tapi, jangan lama-lama, nanti hatimu keburu nggak bisa kebuka.!" ucap Vivi sambil mencubit lengan sahabatnya itu.
"Eh, Vi. aku butuh asisten buat dirumah donk. Cariin ya?" ucap Retta.
"Okey, besok aku carikan.!" jawab Vivi.
"Makasih Vi...," jawab Retta.
Retta membelokan mobilnya menuju rumah Vivi. Dia langsung masuk ke halaman rumah itu.
"Aku nggak mampir, ya. Udah sore juga!" ucap Retta.
"Oke, nggak apa-apa. Makasih udah mengantarku!" jawab Vivi.
"Baiklah. Aku pulang dulu. Bye..!" jawab Retta.
Kemudian Retta melajukan mobilnya menuju rumahnya. Iya mobil, itu mobil memang hasil kerja kerasnya selama ini tanpa bantuan suaminya. Jadi setelah bercerai dia membawa mobilnya. Akhirnya dia sampai dirumahnya. Rumah yang tergolong rumah mewah tapi nggak begitu besar. Diparkirkan mobilnya ke garasi, lalu dia masuk dan membuka kunci rumahnya.
Sesampainya dikamar, dia menghempaskan tubuhnya dikasur. Pandangannya keatas memikirkan dirinya yang sekarang berstatus Janda. Status yang dimana begitu rawan dan selalu dipandang sebelah mata.
Tak lama kemudian, ponselnya pun berdering. Dr. Didi.
"Hallo Mbak Retta cantik," ucapnya dari ujung telpon.
"Ish, masih juga suka ngegombal. Ada apa?" sahut Retta.
"Hmm..gimana kabarnya nih dah lama nggak ketemu" ucapnya.
"Aku baik, kamu sendiri gimana?" tanya Retta.
"Suntuk nih,!" jawabnya.
"Kenapa, ada masalah kah?" tanya Retta lagi.
"Iya, aku butuh seseorang untuk mendengarkan ceritaku. Besok pulang kerja ketemuan, yuk" ucapnya.
"Besok aku ada meeting, tapi, setelah metting aku free. Oke aku usahakan." jawab Retta.
"Baiklah, kamu istirahat aja dulu. Baru nyampai juga," sahutnya.
"Okey, bye..!" jawab Retta.
Akhirnya Retta menutup kembali ponselnya. Kenapa Dr Didi menghubunginya, padahal sudah enam bulan tidak berkomunikasi. Kenapa Retta jadi memikirkan Dr.Didi, ya. Batinnya.
(*****)
Keesokan harinya pulang kerja mereka ketemuan yang sudah mereka janjikan. Retta dan Didi membawa mobil sendiri-sendiri karena memang baru pulang dari aktivitasnya masing-masing.
Setelah bertemu, Dr. Didi menatap Retta tanpa kedip. Retta sendiri jadi kikuk dan salah tingkah. Kemudian Retta mencoba mengalihkan pandangannya dengan memanggil pelayan.
"Mbak, saya minta tolong. Ya!" teriak Retta.
"Iya, Bu. Mau pesan apa?" tanya pelayan itu.
"Kamu pesen apa, Di." tanya Retta pada Didi.
"Aku samain aja sama kamu, Mbak." jawab Didi.
"Oke, Mbak. Nasi goreng jawa dua, sama jus melon dua, ya?" ucap Retta.
"Baik, Bu!" jawabnya sambil meninggalkan meja Retta dan Didi.
"Oh iya, ada apa. Kemarin kamu bilang katanya ada masalah!" tanya Retta.
"Aku mau dijodohin sama Mama aku!" ucap Didi.
"Terus, kenapa kamu bilang suntuk. Kan nggak apa-apa, dicoba dulu." jawab Retta.
"Aku nggak mencintainya, Mbak." jawab Didi.
"Cinta itu bisa datang belakangan, yang penting kenal dulu sama dia." jawab Retta meyakinkan.
"Tapi, aku belum bisa." jawab Didi.
"Kenapa Mamamu sampai menjodohkanmu sama orang lain. Apakah kamu belum punya pacar?" tanya Retta.
"Aku dulu sempat mau tunangan, Mbak. Tapi, calonku ketahuan selingkuh. Jadi, sejak itu aku belum pernah terlihat menggandeng seorang cewek sama sekali. Mungkin Mamaku takut kalau aku kelamaan menjomblo." terang Didi.
Retta menundukan wajahnya. Dia membatin, untung kamu ketahuan selingkuh masih mau tunangan. Coba kalau kayak aku, yang sudah dua tahun menikah, ditinggal nikah.
"Mbak, kok kamu diam. Apa ada yang salah sama ucapanku?" tanya Didi.
"Nggak apa-apa, kok. Tapi, kenapa kamu nggak mau.?" tanya Retta.
"Jujur saja, aku sekarang sudah mulai suka sama sesorang cewek. Tapi, aku takut, karena dia sudah menikah" jawab Didi sambil menatap Retta tanpa kedip.
---------------------------------
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Sept September
Aku g suka klo Ada kata perceraian 😭
2020-08-01
3