Hari Pertama sebagai pengasuh

Keesokan harinya menjelang sore, Vania telah bersiap diri serta semua barang-barangnya untuk ia angkut ke villa milik bos barunya.

Tak lama menunggu, sebuah mobil pun datang menjemputnya. Tentu saja yang menjemput Vania adalah supir suruhan Gama.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 30 menit, tibalah Vania di Villa tuannya.

"Kakak!" terdengar sudah seruan gadis kecil itu. Dengan binar bahagia ia menyambut kedatangan Vania, pengasuhnya.

Vania menyapa tuan putri kecil itu seraya tersenyum. Si kecil Arin memeluk tanpa diminta.

Bu Nina, selaku ART tertua di villa ini, mengantar Vania menuju kamar yang akan gadis ini tempati selama tinggal di villa ini sebagai pekerja. Kamar para pelayan termasuk Vania, berada di lantai dasar, bersebelahan tepatnya. Sedangkan, kamar tuan Gama dan putrinya tentulah berada di lantai atas.

Vania tidak banyak bicara maupun bertanya, ia hanya mendengar arahan serta mengangguk seraya tersenyum jika merasa mengerti.

Semua sudah dijelaskan oleh Bu Nina, mulai dari tugas-tugas kecil sampai seragam yang akan dikenakan Vania saat bertugas.

Sore berganti dengan malam. Suasana di villa berlangsung seperti biasa. Para pelayan yang berjumlah 3 orang mengerjakan rutinitasnya yakni menata menu makan malam di meja makan. Lain halnya dengan Vania yang hanya berfokus mengurus nona Arin.

"Mbak Vania, makan malam telah siap." lapor bi Ani, salah satu ART. Ini menandakan bahwa sudah saatnya nona kecil mereka untuk makan malam.

"Arin mau tunggu papa. Kak Va, telpon papa." apakah gerangan yang sudah terjadi, Arin sedang menunjukkan gejala aneh. Ia murung sejak matahari tenggelam beberapa menit lalu, padahal sebelumnya ia baik-baik saja, ceria bersama Vania.

"Arin, papa kamu kan kerja. Mungkin saja ada banyak pekerjaan menumpuk." Vania mencoba memberinya pengertian.

Tapi kenapa ini? Arin menutup telinga. Ini menjelaskan bahwa ia tidak ingin mendengar alasan. Yang dia inginkan saat ini adalah papanya, Gama.

Terus diperintah menghubungi papanya, Vania pun mencoba menghubungi bos besarnya itu menggunakan ponsel yang biasa digunakan Arin menghubungi ayahnya.

Panggilan telpon...

"Iya, sayang..." sahut Gama dari kejauhan. Sontak saja membuat Vania berdebar tak karuan. Sapaan lembut Gama untuk putrinya benar-benar mendebarkan hati, tak terkecuali Vania yang mendengarnya.

"Maaf pak, ini saya, Vania."

Terdengar suara deheman dari kejauhan. "Ya ada apa?" suara dingin yang menakutkan. Vania harus mengatur napasnya saat ini.

"Pak, nona kecil menunggu bapak."

"Tuan Gama, aku sudah siap." terdengar jelas pula suara menggoda seorang wanita. Vania sontak menjauhkan ponsel dari telinganya sejenak.

"Dia sedang bersama wanitanya." Vania melirik Arin yang wajahnya semakin terlihat menakutkan. Antara ingin marah atau menangis.

"Vania, kau dengar aku?" suara dengan nada sedikit meninggi tentu membuat Vania terbangun dari lamunannya tentang Arin.

"Iya, Pak. Saya dengar."

"Katakan, ada apa dengan putriku?"

"Em..." Vania kemudian menjauh dari Arin. "Dia tidak mau makan. Katanya bapak harus pulang. Kalau tidak, dia yang akan mendatangi kantor bapak." terang Vania apa adanya.

"Kau sama sekali tidak bisa membujuknya?"

"Untuk saat ini tidak berhasil, pak."

"Tuan Gama, Kau yakin kita tidak bermain sebentar?" kembali terdengar suara menggoda seorang wanita. Sedikit menjijikan bagi Vania.

"Vania, katakan pada Arin, aku sedang dalam perjalanan pulang." telepon berakhir setelah Gama mematikannya.

Sementara di sebuah kamar hotel.

Gama yang memang benar sedang bersama seorang wanita, sudah kehilangan selera untuk bersenang-senang. Membayangkan Arin sedang menunggunya membuat ia yang tengah haus belaian harus mengabaikan hasratnya kali ini. Ia pun bergegas pergi meninggalkan wanita itu.

.

.

Kembali ke kediaman Gama.

"Arin, papa sedang dalam perjalanan pulang. Apakah sekarang bisa tersenyum?" Vania kembali membujuknya. Namun, Arin malah membuang muka.

"Ya Tuhan, belum sehari aku bekerja tapi anak ini sepertinya sudah bosan denganku."

Terlahir dari keluarga yang kurang harmonis serta tidak memiliki orang terdekat, Vania merasa tidak punya cara mengambil hati Arin.

"Oh iya, karena papamu sedang di perjalanan pulang, bagaimana kalau kita keluar menunggunya disana?"

Tak disangka, tawaran dari Vania berhasil menarik perhatian anak perempuan ini. Ia pun merentang kedua tangan ke arah Vania sebagai tanda minta di gendong.

Vila dengan ukuran luas ini cukup membuat Vania merasa pinggangnya nyeri ketika menggendong Arin sampai ke luar.

Keduanya kini duduk di lesehan luar villa.

Tak lama sebuah mobil terlihat memasuki halaman.

Dari dalam mobil. "Apa ini? Dia membuat putriku terkena udara dingin di malam hari?" penampakan yang tak pernah dilihat Gama sebelumnya, Arin menunggunya di luar. Belum pernah ada pelayan disini yang berani berbuat seperti ini.

"Papa!" Arin berlari ke arah mobil yang baru saja berhenti. Sementara Vania hanya diam di tempatnya berdiri. Ia tersenyum lega melibat kepulangan Gama, satu-satunya obat manjur buat si tuan puteri Arin.

Gama tersenyum lalu keluar dari mobil. "Arin, kenapa tunggu papa di luar? Udara dingin, Arin bisa sakit sayang." mencium pipi Arin. "Bagaimana nanny-nya? Apa dia baik atau jahat?" bertanya dengan cara berbisik di telinga Arin. Gama memang penasaran, bagaimana putrinya itu diperlakukan oleh Vania.

"Kakak sangat baik Papa," jawab Arin. Gama pun melangkah, Arin masih dalam gendongannya. Arin memeluk leher papanya dengan perasaan yang benar-benar bahagia.

"kakak Va, ayo kita masuk bareng papa," meski sedang bahagia, rupanya tidak membuat Arin melupakan keberadaan pengasuhnya, Vania yang dia panggil 'kak Va'.

"Baik Arin," jawab Vania, membiarkan Gama melewatinya masuk bersama Arin. Vania tetaplah mengikuti dari belakang, sadar bahwa dirinya hanyalah pengasuh yang tidak mungkin jalan bersebelahan dengan tuannya.

Arin terus melempar senyum manisnya pada sosok Vania yang berada di belakang. Anak itu memang menghadap ke belakang karena sedang memeluk tengkuk ayahnya.

Vania pun membalas senyuman Arin yang berjarak lima meter darinya.

Tiba di ruang makan, seperti maunya anak kecil itu, Gama-lah yang menyuapinya. Sementara Vania kini sedang mengupas buah yang juga permintaan anak itu.

Masih menyuapi makanan ke dalam mulut Arin, terdengar langkah berbarengan dengan suara siulan yang cukup berirama. Siapa lagi yang datang kalau bukan Harris, sang assisten kepercayaan Gama.

Tanpa di persilakan, Harris menuangkan beberapa menu makanan ke dalam mulutnya, mengingat perutnya yang sedang minta untuk di isi.

"Bagaimana Harris? Sudah ada yang aku minta?" tentu saja Gama masih menagih hasil penyelidikan Harris tentang wanita yang masuk ke mobilnya malam itu.

"Tenang boss, aku membawanya. Tapi biarkan aku makan dengan kenyang dulu." jawab Harris dengan bibirnya yang tiba-tiba tersenyum, memgingat rekaman yang sudah ia lihat lebih dulu.

"Arin, ini buah buat Arin,"

Uhuk uhuk uhuk...

Harris tiba-tiba tersedak melihat kemunculan Vania. Walaupun gadis ini mengenakan seragam pengasuh, tapi wajah cantiknya sudah tertanam diingatan Harris. Dia adalah wanita yang sama dalam rekaman. Harris yakin seratus persen.

Tanpa Harris ketahui, Gama sedang menyadari keganjilan dirinya, yang kini tengah menatap Vania dengan mata membulat, syok.

.

.

Bersambung...

Guyssss. Karena karya ini sedang dilombakan, maka mohon dukungannya ya..😍

Terpopuler

Comments

❤️⃟Wᵃf🕊️⃝ᥴͨᏼᷛAna

❤️⃟Wᵃf🕊️⃝ᥴͨᏼᷛAna

lanjut thor, up yg banyak yaaa

2023-02-20

1

Mom's vcl

Mom's vcl

penisirin...
Kak VA, gimana nasibmu selanjutnya?

2023-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!