Perjanjian Kerja

“Ehmm. Baru kali ini si Bapak ajak gadis ke Vila, sejak kepergian Nyonya. Nona ini sangat beruntung.” Samar-samar terdengar pelayan saling berbisik.

Apa? Nona beruntung? Hei ... kita sama saja. Aku tidak ada bedanya dengan kalian. Aku bahkan masih calon pelayan nona kecil itu. Vania berteriak dalam hati menjelaskan siapa dirinya.

“Ehmm. Supaya tidak menimbulkan salah paham, aku ini calon pengasuh anak itu. Bukan seperti yang kalian pikirkan.” Ujar Vania, setengah berbisik. Ketiga pelayan itu serentak menutup mulut. Ketiganya bahkan menatap Vania dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Hei. Kalian lihat apa? Apa aku seperti tipe-nya? Hehe ... mungkin iya, tapi ... dia bukan tipeku.” Bisiknya pelan.

“Marni!”

“Iya, Pak,” Marni yang dipanggil namanya segera memisahkan diri dari dua pelayan lainnya.

Tak lama kemudian ia kembali.

“Mbak Vania, dipanggil ke dalam.”

“Baiklah. Semoga aku berhasil.” Vania memasuki kamar dimana ayah dan anak itu berada. Keduanya sedang menatap keluar melalui tembok kaca. Anak perempuan itu masih dalam gendongan ayahnya.

“permisi, Pak.” Ucap Vania, sopan.

Keduanya berbalik.

“Arin, main sama aunty ini dulu, ya,”

Arin mengangguk. Gamma menurunkan putrinya itu. ia lalu memberi kode pada Vania agar mendekati Arin.

“Hai, Arin, senang bertemu denganmu.” Ucap Vania, yang hanya dibalas dengan senyum kecil anak manis di depannya.

Gamma memilih keluar, membiarkan Vania dan Arin saling mengenal.

Tiba-tiba Arin berlari menuju nakas di samping tempat tidurnya. Ia membuka laci dan mengambil sesuatu dari sana lalu kembali kearah Vania dan menyerahkannya.

“Pita rambut? Arin mau diikat rambutnya?”

Lagi-lagi anak itu mengangguk.

Arin tampak sangat suka dengan hasil jari jemari Vania yang telah mengikat rambutnya membuatnya terlihat semakin menggemaskan.

“Arin suka?”

“iya,” jawab Arin, tersenyum lebar.

"Tidak sia-sia menghabiskan puluhan menit hanya untuk mengurus rambutnya. Ternyata dia senang. Semoga dia menerimaku."

Tangan kecil anak itu terlihat mengusap perut. Vania yang peka akan kode langsung menebak.

“Arin lapar? Mau makan?”

“Iya ...” anak itu masih terlihat malu-malu.

“kalau begitu ayo kita keluar dari kamar dan cari sesuatu untuk dimakan.” Vania mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Arin.

Dengan manja anak itu menerima suapan demi suapan. Bibir  kecilnya  tersenyum sesekali.

Tak terasa, waktu sudah sore hari. Kebersamaan dihari pertama terlihat sangat dinikmati oleh anak itu. kebahagiaan diwajahnya terlihat begitu jelas. Hal itu tak lepas dari penglihatan Gamma. Saat ia baru saja pulang, terdengar tawa bahagia dari dalam kamar putrinya. Ia pun memantau dari luar. Rasanya tidak ingin mengganggu kebahagiaan anaknya, ia pun menyingkir dari sana.

"Arin terlihat menyukai gadis itu. semoga saja semua baik-baik saja dengan hadirnya pendamping Arin."

Setelah memastikan bahwa putrinya menerima Vania sebagai pengasuhnya, Gamma dan Vania pun siap untuk menandatangani kontrak kerja.

“ikut ke ruanganku.” Seperti biasa layaknya seorang pelayan, Vania mengikuti Gama dari belakang.

.

Di dalam ruang kerja Gama.

Sebelum membahas kontrak kerja, Gamma merasa perlu membahas sesuatu yang lain. Dirinya  perlu meminta maaf atas perkataannya sebelumnya.

Keduanya kini duduk berhadapan.

Dengan santai Gamma menatap lurus sosok di depannya. Sebaliknya, Vania tidak seberani itu menatap wajah bos barunya. Bukannya apa, takut dikira tidak sopan.

“Emm. Soal pertanyaanku mengenai hubungan dengan keluargamu saat wawancara kemarin, aku minta maaf.” Gamma memulai pembicaraan.

“Yah? Oh. Saya mengerti, Pak.” Vania sedikit merasa bangga pada dirinya sendiri akan permintaan maaf yang tiba-tiba ini. Bagaimana mungkin seorang Gamma yang sedikit bergaya songong meminta maaf dengan mudah.

“Aku sangat pemilih dalam menempatkan seseorang disamping putriku. Aku punya alasan kuat. Banyak berita diluar sana dimana anak-anak kecil mendapatkan perlakuan kasar dari pengasuh mereka. Bagiku, orang seperti itu adalah seseorang dengan mental terganggu. Mungkin saja mereka punya dendam di masa lalu terhadap keluarga atau orang terdekatnya. Atau mungkin pernah mendapat perlakun kasar saat kecil dulu. Tapi... melihatmu bersama Arin hari ini, kurasa kamu cukup baik dan tahu bagaimana menyayangi anak kecil.” Gamma mengutarakan penjelasannya panjang lebar.

Vania hanya mengangguk. Meski dalam ingatannya hanya ada perlakuan tidak mengenakkan dari keluarga, tapi Vania pastikan bahwa dirinya tahu cara menyayangi orang. Apa lagi hanya seorang anak. Apa susahnya bersikap baik pada anak orang, begitulah pikirnya.

Masuk pada pembahasan inti. Gamma ingin membacakan isi dari kontrak kerjasama ini agar Vania bisa mengingatnya dengan baik.

“Vania, perlu kamu tahu bahwa mulai besok, kamu harus pindah dan tinggal di Vila ini.”

“ya? Benarkah?”

Vania menampakkan wajah berbinarnya.

“kenapa kau terlihat sangat senang?” pertanyaan Gama berhasil menyadarkan Vania dari reaksi yang berlebihan.

"Heran, sepertinya dia selalu waspada. Apa dia tidak mudah mempercayai orang?" Bukannya menjawab, Vania sibuk dengan pikirannya.

"Kenapa tidak jawab?"

“Oh, maaf. Itu hanya reaksi dari rasa bahagia karena saya diterima bekerja, Pak.” Jelas Vania. Dalam hati ia sujud syukur karena mulai bulan depan tidak lagi harus membayar sewa rumah.

"Patut dicurigai..." lagi-lagi Gama harus meningkatkan level waspada terhadap gadis satu ini.

“lanjut, suatu saat bisa saja putriku menyusahkanmu. Perlu diketahui, anak itu memiliki trauma dari perpisahanku dan ibunya. Itu sebabnya dia terserang rasa cemas yang berlebihan. Namun reaksinya adalah menangis dan terkadang melempar benda apapun yang ada di dekatnya. Aku harap kamu harus belajar mengatasi hal ini.”

Vania mencerna dengan baik.

“Masa percobaanmu dua bulan. Jika dalam masa itu kamu melakukan kesalahan yang merugikan putriku, kamu akan dipecat tanpa kompensasi. Tapi jika dalam masa percobaan kamu coba untuk berhenti, maka kamu harus membayar denda 10 kali lipat dari gajimu.”

Poin ini terasa cukup mengejutkan bagi Vania. Denda? Di pecat? Melakukan kesalahan? Vania berjanji dalam hati bahwa ketiga hal itu tidak akan menimpanya.

“Poin berikut, kamu hanya boleh fokus pada putriku. Hanya putriku. Tidak diperkenankan mengurus pekerjaan lain.”

Vania kembali mengangguk.

“Sampai disini, adakah yang tidak kamu pahami?”

“Saya mengerti semuanya, Pak.”

“terakhir, ini poin penting yang agak sensitif. Jangan pernah berkhayal untuk sesuatu yang mustahil.”

“Yah? Emm ... saya kurang mengerti maksud Bapak. Bisa dijelaskan?”

“kau tidak mengerti?” Gamma menahan napas, lalu menghembusnya perlahan. “Apa aku benar-benar harus memperjelasnya?”

“Oh, iya Pak. Saya mengerti sekarang. Jangan khawatir soal hal itu, Pak. Saya pastikan hanya akan fokus bekerja dan mengabdikan diri untuk putri bapak.” dengan sikap patuh Vania menunduk.

“Sepertinya kau cukup pintar memahami maksudku. Oke, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.” Gamma mengulurkan tangannya. Vania pun membalasnya.

"Tangannya sangat dingin. Apa dia gugup bersalaman denganku? Jelas dia sedang menyembunyikan sesuatu diotaknya itu. Dia bahkan tidak bisa membalas tatapanku dengan benar." batin Gamma menerka-nerka.

"Anda memang tampan, kaya, berkulit putih mirip aktor korea. Tapi apa maksudmu? Menghayal  sesuatu yang mustahil? Hah, maaf Tuan, seleraku bukan bapak-bapak." cecar Vania dalam hati saja. "Tapi... bagaimana kalau yang kulakukan malam itu sampai ketahuan? Kau mungkin akan memutilasiku hidup-hidup." Vania histeris dalam hati

.

.

.

bersambung...

Mohon dukungannya, karena karya ini diikutkan lomba. Terima kasih😊😉

Terpopuler

Comments

Reno Junaedi

Reno Junaedi

maaf pak seleraku bukan Bapak-bapak

2023-03-30

1

Mom's vcl

Mom's vcl

ok, good luck Thor...

2023-02-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!