Authority of Author ... skill macam apa dirimu ini?
Dilihat dari namanya semata aku kurang lebih bisa sedikit banyak menebak ke mana arah skill ini, tapi ....
"Hanya karena aku seorang penulis novel sebelum bereinkarnasi bukan berarti aku harus mendapat skill seperti ini, 'kan?"
Aku bergumam memperhatikan nama 'Authority of Author' skill pada kolom Unique Skill-ku kemudian membaca deskripsinya.
Authority of Author (1) ; dapat mengubah dan menulis ulang realita sesuai imajinasi dan keinginan seperti menulis sebuah cerita. Hanya bisa digunakan satu kali sehari.
...
....
.....
.... Seriusan?
Aku bangkit dari posisi berbaringku dan duduk bersandar pada dinding reyot, lalu membaca deskripsi skill Authority of Author sekali lagi, dan lagi, lagi, lagi, lalu lagi dan hal ini terus berulang hingga lewat kesepuluh kalinya aku memeriksa.
Hingga ke titik belasan aku akhirnya menyerah dan dipaksa menerima kenyataan bahwa deskripsi pada skill tersebut bukanlah kesalahan pada pandanganku ataupun salah tulis. Aku juga sempat membuka tutup layar skill ini demi memastikan kemampuan Authority of Author.
Ini sungguhan? Maksudku, aku mempunyai kemampuan untuk mengubah dan menulis ulang realita seperti aku menulis novel, meski hanya dapat digunakan sekali sehari?
Tidak tidak, aku tak percaya ini.
Sebagai pembuktian mari kita coba dulu.
Tapi, pertama-tama apa yang harus kuubah atau kutulis ulang? Apa seluruh ruangan ini supaya kualitas tidurku meningkat?
Tidak, jangan lakukan hal itu, Fain. Jika kamu melakukan itu maka semua orang di kediaman ini bisa menaruh kecurigaan terhadap dirimu.
Oke, kemungkinan itu ditutup.
Hmm .... Ah, sebuah ide terlintas di benakku.
Baik, mari kita coba!
Aku mengangkat tanganku hingga sejajar dada dan mengaktifkan skill tersebut. "Authority of Author."
...
....
.....
Sudah kuduga tidak berhasil. Skill ini hanya akal-akalan dari para dewa untuk membuatku senang sesaat di tengah kemalanganku.
Mana mungkin seorang manusia mampu mengubah dan menulis ulang realita seperti menulis cerita, dasar dewa-dewa sialan.
.... Tunggu sebentar .... Mengubah dan menulis ulang realita, huh?
Ah, yang kulakukan tadi adalah mencoba mewujudkan sesuatu yang ada dipikiranku tetapi kekuatan Authority of Author bukanlah mewujudkan atau menciptakan, namun mengubah dan menulis ulang suatu realita.
Jadi, misalkan aku ingin segenggam penuh uang maka aku harus menyediakan sesuatu sejumlah sama untuk diubah? Pertukaran setara mungkin?
Baiklah, mari kita coba.
Ehm, sesuatu yang ditukar ... sesuatu yang ditukar .... Ah, itu saja.
Aku mengambil sebuah balok kayu tak berguna seukuran telapak tanganku yang tergeletak di sudut ruangan dan menggenggamnya erat, kemudian sekali lagi mengaktifkan Authority of Author.
"Kalau kau memang sungguhan maka ubahlah balok kayu ini menjadi yang kuinginkan! Authority of Author!"
Selang sepersekian detik setelah aku mengaktifkan Authority of Author, balok kayu di tanganku bersinar redup dan secara perlahan mengubah bentuknya dari segenggam balok kayu tak berguna menjadi suatu lempengan logam pipih nan ringan.
Aku yang melihat keajaiban tersebut sontak berseru gembira sekuat tenaga. "Oh, berhasil! Ini berhasil! Aku berhasil, kurang ajar!"
Ah, ini? Kau mengenal smartphone, 'kan? Yep, inilah yang kuciptakan—lebih tepatnya kutulis ulang.
Balok kayu seukuran genggaman tanganku sekarang berubah menjadi sebuah smartphone yang mirip kepunyaanku dahulu—daripada mirip, ini lebih seperti ponselku sendiri. Bahkan sampai stiker dan aksesorisnya juga ....
Yah, abaikan bentuk fisiknya, aku penasaran apakah benda ini dapat berfungsi seperti smartphone sungguhan.
Nyalakan dulu .... Oh, ponsel ini sungguh nyala! Tapi, apa fungsinya sesuai yang kuinginkan? Periksa terlebih dahulu ....
Oh ... "Oh! Smartphone ini sungguh berfungsi! Benda ini sungguh dapat terkoneksi dengan internet bumi!"
Bujug gile! Authority of Author ini sungguh bukan tipuan! Kemampuannya sungguh mampu mengubah dan menulis ulang realita! Balok kayu lusuh yang tak berguna sebelumnya berhasil diubah menjadi smartphone sungghan!
Aku tidak mengerti bagaimana dan mengapa ponsel ini dapat terhubung dengan internet bumi, namun untuk sekarang ini lebih dari cukup.
Dengan kekuatan Authority of Author maka aku bisa membuat—tidak, mengubah realita di dunia ini sesuai keinginanku, meski aku yakin terdapat batasan tertentu yang mungkin tak akan bisa dilampaui.
Lagipula, level skill ini juga masih satu. Level paling rendah dan kemampuannya juga cukup terbatas.
Mungkin ketika levelnya naik maka pengaruh atau kekuatan Authority of Author juga akan meningkat. Semoga saja begitu. Kuharap juga begitu, ya.
Baik, dengan begini aku bisa memastikan Authority of Author bukan sekedar omong kosong belaka. Skill ini sungguh mampu menulis ulang realita sesuai imajinasi dan keinginanku.
Kalau tak salah penggunaan Authority of Author dibatasi sekali sehari, ya? Apa sekali sehari ini terhitung sampai lewat jam dua belas malam atau aku perlu tidur hingga besok agar dapat digunakan lagi?
Ah, kebetulan waktu di smartphone menunjukkan sekarang sudah pukul 12 lewat dua menit. Sekalian kucoba saja mungkin, ya?
Aku kemudian mengambil sebuah barang tak berguna lain dan sekali lagi mengaktifkan Authority of Author, lalu benda itu memancarkan sinar redup dan bentuknya berubah menjadi sebatang logam di tanganku.
"Jadi, patokannya jam 12 malam, ya? Tepat saat pergantian hari." Aku mengangguk puas mengetahui cara kerja dan batasan skillku.
Baiklah, kegiatan hari ini lebih baik dicukupkan dulu. Aku masih mempunyai pekerjaan berat menunggu di esok hari.
Dan juga, aku sudah cukup puas mengetahui beberapa dasar dunia ini seperti papan status dan skill, jadi sudah saatnya untukku tidur.
Mataku juga mulai berat.
Sebenarnya aku masih penasaran terhadap statusku yang teramat kecil dan nampaknya begitu lemah untuk ukuran dunia ini, namun kuserahkan semua itu kepada diriku besok.
Sekarang aku perlu ... tidur ....
Keesokan harinya setelah aku bangun—tidak, mungkin lebih tepatnya dibangunkan oleh suara gedoran pintu, aku segera bangkit dari kasur dan membuka sumber suara tersebut.
Di sana aku mendapati seorang wanita paruh baya yang telah memiliki sedikit keriput pada wajahnya dengan gaun merah berdiri di hadapanku disertai sekepak kipas tangan di genggaman.
Dia ditemani oleh sosok lelaki remaja seusiaku yang kukenal, Leonard serta sesosok pelayan perempuan berdiri dua langkah di belakang sang wanita—si pelayan berdiri tiga langkah di belakang.
".... Anak kurang ajar, mau sampai kapan kau berdiri di hadapanku seperti itu? Apa kamu melupakanku?" Wanita bergaun merah mengibaskan kipas tangannya sebelum berkata demikian.
Aku segera disadarkan oleh perkataan sang wanita dan berlutut setengah kaki, "Maafkan atas ketidaksopananku, Nyonya Ardenheim—tidak, ibunda."
"Hmph, walaupun kau hanyalah anak haram sepertinya kau masih tahu sedikit sopan santun." Wanita tersebut mendengus menanggapi responku dan menutup kipasnya. "Aku sadar kau adalah hasil dari perbuatan suamiku dan pelayan rendahan itu bertahun-tahun lalu dan kita masih terikat hubungan ibu dan anak, tapi aku tak sudi dipanggil ibu olehmu."
"Kamu mengerti?" Dia melotot kepadaku.
Aku mengangguk pelan dalam posisi berlutut. "Tentu saja, Nyonya Ardenheim—atau haruskah aku panggil Nyonya Seratina?"
"Ya, panggil aku begitu saja." Seratina mendengus pelan terlihat sedikit tidak puas namun tak memilih mundur.
Benar, wanita paruh baya bergaun merah di hadapanku ini merupakan ibu tiriku, Seratina von Ardenheim, ibu dari Leonard serta nyonya besar sekaligus istri sang kepala keluarga Ardenheim saat ini.
Walaupun terlihat songong dan kata-katanya kurang enak didengar, sebenarnya dia cukup perhatian kepadaku—atau setidaknya hanya untuk memeriksa apakah aku, anak tirinya masih hidup atau tidak.
Setidaknya dia belum pernah mengusikku secara verbal ataupun fisikal, tidak seperti bocah di belakangnya—sesudah aku bereinkarnasi tentunya.
Aku tak tahu apa yang telah dia lakukan terhadap Fain asli sebelum aku mengambil alih tubuhnya.
"Aku tidak ingin berbasa-basi jadi aku akan langsung ke intinya." Seratina berdeham sejenak sebelum melanjutkan. "Suamiku, Gustav von Ardenheim mengundangmu untuk makan malam bersama malam ini."
"Suamiku dan diriku tidak menerima jawaban negatif." Seratina segera berbalik dan melangkah meninggalkanku di gudang reyot bersama pelayan serta anaknya, Leonard. "Aku berharap kamu sungguh datang, anak haram."
...
....
.....
Huh?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Danda Saputra
nih ceritanya ngundang makan malem atau ngajak gelud sih
2023-03-08
1