Kaniya tidak terima atas sikap dingin Abian padanya. Hatinya tersiksa saat manik matanya selalu menyaksikan langsung kemesraan Abian dan Alice. Hey … ada apa dengannya. Usia pernikahan Abian bahkan belum setahun. Bukankah wajar mereka memang masih dalam euphoria pengantin baru. Dimana akal sehat Kaniya, harus cemburu dengan istri orang. Itu istri pamannya. Itu masuk dalam kategori tantenya bukan.
Hubungan LDR Kaniya dan Abian hanya berlangsung 6 bulan. Selebihnya, Kaniya tidak mendapatkan akses untuk menghubungi Abian. Hingga Abian resmi menyandang gelar Magister Manajemen. Kemudian sungguh pulang membawa Alice ke tanah air. Lalu tiga bulan setelahnya Abian sungguh bersanding di atas pelaminan bersama kekasih yang ia dapatkan di London. Dan Kaniya hanya sebagai tamu undangan. Miris memang. Tapi rasa cinta siapa yang bisa mengaturnya.
[Om Abi, ku tunggu di café SS] isi chat Kaniya pada kolom wassap. Setelah ia mendapatkan nomor kontaknya di dalam grup Keluarga. Ya, bahkan Kaniya tidak mempunyai nomor kontak Abian, jika tidak tergabung dalam grup wassap keluarga.
[Maaf. Saya sibuk] Jawab Abian singkat.
“What? Saya …?" Bahkan Abian memberi jarak akan hubungannya kini dengan Kaniya. Mengapa kata saya itu terdengar menjadi asing. Asing untuk ukuran Abian dan Kaniya yang pernah di landa cinta walau terlarang.
[Oke, Niya ke rumah Om saja.] Kaniya nekad. Ia bahkan berani mengancam akan menyambangi rumah kekasih di masa lalunya.
[Oke. Di café SS. Om hanya punya waktu 30 menit. Pukul 6 sore. Jangan telat] Abian tak berani menanggung resiko jika Kaniya sungguh nekad kerumahnya. Bagaimana dia memberi penjelasan pada Alice tentang keponakan yang sok akrab dengannya.
“Kenapa menjadikan meja ini sebagai penghalang kita untuk saling dekat. Bukankah dulu kancing bajuku saja Om larang untuk saling bertemu dengan lubangnya. Agar selalu terbuka. Dan tak menghalangi Om untuk bermain dengan buah-buahan yang ku punya ini?” Buset … Kaniya bahkan bicara selantang itu sambil memegang buah dua di dadanya. Bahkan di tempat umum. Tempat di mana siang tadi mereka sepakati untuk bertemu.
“Kaniya … jaga sikapmu. Apa maksudmu memegang benda itu di tempat umum ?” hardik Abian mengalihkan posisinya. Tidak lagi berhadapan, melainkan sejajar dengan Kaniya. Agar jarang mereka terpangkas.
“Om tidak kangen Niya? Om tidak kangen mereka?” Oh Tuhan lirikan mata Kaniya sangat jelas mengarahkan pada bukit yang sering di daki oleh Abian dengan tangan di masa kejayaannya, saat menjadi laki-laki satu satunya yang dekat dengan Kaniya.
“Niya … kisah kita sudah End. Move on Niya. Om sudah beristri.” Abian mencoba untuk memastikan jika hubungan mereka tidak boleh di lanjutkan.
Tes … air mata Kaniya jatuh tanpa ijin. Sakit ulu hatinya, saat Abian memintanya untuk move on.
“Tidak semudah itu Om. Move on itu tidak semudah menghapal teks Pancasila yang tiap Upacara Bendera selalu di ucapkan.” Kaniya memukul dada Abian. Dada yang dulu memang tempatnya bersandar juga menangis melepas segala rasa sedih yang menderanya. Tapi … kini dada itu tidak boleh ia gunakan semena-mena kembali. Itu menciptakan perih tersendiri bagi seorang Kaniya yang masih memiliki cinta untuk sang paman.
“Om … Niya sungguh sudah tidak ada di sini lagi?” Kaniya menunjuk dada itu berkali-kali. Dengan suara super lirih.
Abian menggeleng.
“Nama kamu tidak boleh ada di sini, sekarang bahkan sampai selama-lamanya.” Tegas Abian membuang muka. Ia sesungguhnya hanya sedang mengalihkan akan perasannya yang sesungguhnya. Kaniya terlalu sempurna untuk di lupakan begitu saja. Tentu saja Abian bohong dengan yang ia ucapkan. Antara ucapan dan hatinya sekarang sedang tidak singkron.
“Secinta itu Om Abian pada Tante Alice? Sampai sedemikian mudahnya Om melupakan aku.” Kaniya mereguk segelas oren juice di depannya.
“Melupakan memang tidak semudah di ucapkan. Itu hanya tergantung niatmu sendiri. Percuma kan Om mengolah rasa cinta untukmu. Toh, sampai kapanpun kita tidak akan pernah bersama.” Jawab Abian menyusul Kaniya untuk menikmati minuman yang tampak telah tersedia untuknya di atas meja. Sambil memaparkan logikanya yang tidak salah.
“Om Abi jahat. Sebab sungguh terniat untuk melupakanku.” Ujar Kaniya lirih. Tangannya sengaja meraih tangan yang dulu memang selalu ia pegang di saat suka apalagi dukanya.
“Percuma Niya. Kamu adalah anak Mas Abrar. Untuk apa selalu membingkaimu menjadi yang terindah, sedangkan restu itu tidak pernah menjadi milik kita.” Abian memegang kepalanya merasa ini sangat sulit untuk di jelaskan.
“Aku tau cinta kita terlarang. Tapi aku siap menerima hukuman asalkan tetap bisa memiliki Om sepenuhnya. Sejak ada Om di dunia, nampaknya ibu-ibu di seluruh dunia ini sudah berhenti memproduksi lelaki dewasa seperti Om Abi.” Kaniya melingkarkan tangannya pada pinggang Abian dengan erat.
Abian kaget dengan serangan itu. Dia tidak mengira Kaniya kecilnya kini tumbuh menjadi gadis pemaksa. Bahkan tak kenal tempat untuk lebih dahulu memeluknya. Lalu, ada apa dengan aliran darah Abian yang mendadak memanas. Kemudian ada apa dengan bisikan setan dalam tubuhnya. Hey .. buah jakun Abian naik turun saat buah-buahan itu tertempel di dadanya erat, dekat. Bukan hanya dekat, itu memamg menempel tidak berjarak. Kenapa lagi dengan suhu tubuhnya. Kenapa memanas. Dan otaknya memerintahkan untuk tangan-tangannya bergerirya pada tubuh yang dulu sering menggoda imannya di masa yang telah lama berlalu.
“Kaniya … kenapa tubuhku memanas?” Abian masih sempat berpikir, mungkin saja Kaniya memberikan sesuatu pada minuman yang baru ia minum tadi.
“Apa yang Om Abi pikirkan?” tanya Kaniya dengan polosnya.
“Jujur Niya … apa yang kamu berikan pada minuman tadi?” Abian merasa sungguh tak nyaman dengan segala rasa yang menjalardalam tubuhnya.
“Om … Niya sudah memutuskan untuk pergi. Niya akan pergi ke Negara tempat Om berhasil mencampakkan perasaan Om terhadap Niya. Karena itu, Niya ingin berpisah baik-baik dengan Om. Sebaik dulu, saat Om tinggalkan Niya ke London.” Jawab Kaniya dengan penuh rasa sadar. Ia dapat melihat jika lawan bicaranya sudah tidak fokus menatapnya. Bola mata putih itu sudah mulai keruh kemerahan, akibat menahan sesuatu yang sulit ia bendung.
“Niya … kami tega sama Om. Kenapa harus menyiksa Om dengan mimuman bedebah itu?” Abian yakin, minuman itu sudah tercampur dengan obat perangsang dengan dosis tinggi. Abian merasa kebutuhan biologisnya harus segera di tuntaskan.
“Aku hanya ingin om mengungkapkan perpisahan dengan benar. Persis oh… bukan. Bahkan lebih, seperti yang pernah kita lakukan di gudang belakang rumah papa.” Oh … celaka. Kenapa Kaniya sangat berani meraba bagian tubuh Abian yang sangat sensitive sekali. Apa dia sudah berani menerima akibat dari perbuatannya sore itu.
“Niya … kalo kamu masih cinta Om. Mestinya jangan siksa Om begini.” Ucap Abian dengan tatapan sayu. Makin tak berdaya menahan hasrat yang semakin membuncah.
“Aku tidak bermaksud menyiksa. Hanya ingin menerima ucapan selamat berpisah saja.” Tegas Kaniya berani merogoh kantong celana Abian untuk mencari sesuatu.
“Hey … kondisikan tanganmu…!” hardik Abian dengan tatapan nanar namun makin tak berdaya.
“Aku hanya sedang mencari ini. Tolong, bahagiakan aku sekali ini saja.” Ujar Kaniya dengan mengengam sesuatu dengan tangannya. Dengan tatapan mengiba. Nampak pada bola mata itu, sangat penuh harap. Bahkan ia tidak perduli dengan konsekuensi yang akan terjadi setelah kebersamaan mereka kali ini.
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
aryuu
Kania gatel diajarin Abian sih/Smug/
2024-10-14
0
bunda n3
waduh kaniya
2024-05-26
0
Elok Oren 🤎
Jangan Kania, itu dosa 🙈
2024-02-25
0