5. Berharap ...

Sudah berjam-jam lamanya Qiran berdiri di teras balkon kamar. Menyesap rokok yang entah telah habis berapa batang.

Sejak pulang dari penthouse, ia banyak merenung. Memandangi pantulan dirinya di depan kaca kamar mandi sambil mengelus lukisan gambar yang terukir di kulit putihnya.

Merenungi semua perbuatan terlarang yang melanggar syariat seorang muslimah. Ia tertunduk menelaah kembali setiap untaian kata penuh makna dari Qays. Pria yang menurutnya aneh dan misterius itu.

"Sejak tadi aku menghubungimu tapi ponselmu nggak aktif."

Suara yang begitu dikenalnya, seketika membuyarkan lamunan panjangnya.

Ia memejamkan mata merasakan hangatnya pelukan pria itu. "Ed," sebutnya seraya menyandarkan punggung dan kepalanya di dada bidang Ed.

Hening ...

Hanya suara hembusan angin yang terdengar sayup menerpa tubuh keduanya. Bahkan Qiran semakin mengeratkan kedua tangan pria itu yang melingkar di perutnya.

"Di sini dingin, ayo kita masuk," ajak Ed.

Qiran membuka mata namun tetap bergeming.

"Aku masih ingin di sini," tolaknya.

Tak ada jawaban melainkan Ed semakin memeluknya. Mengarahkan pandangan ke arah yang sama dengan Qiran.

Satu menit ...

Lima menit ...

Sepuluh menit ...

"Ed." Ia mulai membuka suara.

"Hmm."

"Aku ingin berhenti dan menjauh sejenak dari hingar bingar dunia malam."

"Total?" tanya Ed ingin memastikan.

Qiran menggeleng pelan. "Perlahan-lahan karena aku butuh proses." Ia berbalik lalu menatap lekat wajah pria berdarah Indo Spanyol itu.

"The reason?" Ed membelai wajah lalu menyugar rambut panjangnya.

Qiran menggedikkan bahu lalu mengulas senyum tipis.

"Maka menikahlah denganku." Untuk yang kesekian kalinya Ed mengucapkan kata penuh harapan itu pada Qiran.

Qiran bergeming, menatap manik grey pria tampan yang saat ini berdiri tepat di hadapannya. Sedetik kemudian ia menggelengkan kepala.

"Maaf ... jawabanku tetap sama. Aku nggak mau berkomitmen dengan siapapun. Aku bahagia dengan status single," tegasnya.

Setelah itu, ia berlalu meninggalkan Ed. Memilih masuk ke kamar lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil memejamkan mata.

"God ... setiap wanita pasti menginginkan sebuah pernikahan. Tapi aku takut ... aku takut ... karena aku bukanlah wanita baik-baik melainkan seorang pela*cur. Aku merasa tubuhku begitu kotor bergelimang dosa. God ... lebih baik seumur hidup aku tetap sendiri daripada harus menikah lalu memiliki anak. Aku nggak mau darah seorang pela*cur mengalir di tubuh anakku," gumamnya dalam hati.

Seketika perasaan sedih menyelimuti seluruh tubuhnya. Tanpa terasa, buliran bening dari ujung mata ikut menetes.

"Baby?" bisik Ed yang kini sedang mengungkung tubuhnya. Menyeka tetesan air mata lalu mengecup kening turun ke bibir.

"Ed." Dengan suara lirih perlahan ia membuka mata, menatap lalu mengelus rahang pria tampan yang sedang mengungkungnya. "Pulanglah, besok kita akan bertemu lagi," pintanya.

Ed menggelengkan kepala mengisyaratkan jika ia enggan.

"Biarkan aku menginap malam ini. Besok aku akan ke Spanyol. Ada urusan pekerjaan dan mungkin aku akan lama."

Qiran bergeming menatap dalam manik grey itu lalu mengusap bibirnya. Semakin lama semakin dekat. Perlahan dengan lembut Ed menautkan bibirnya, melu*mat pelan, lembut penuh gairah.

Merasa Qiran membalas, ia semakin menuntut. Tangannya bahkan tak tinggal diam menggerayangi setiap lekuk tubuh gadis itu tanpa terlewatkan.

Ia semakin bertambah liar ketika Qiran mulai mende*sah. Ia kembali mengecup, mengecap, mere*mas area paling sensitif gadis itu hingga membuatnya semakin terpancing.

"Aaah ... sh*it! Eeeed ...."

Ed tersenyum puas. Perlahan melepas gaun tidur Qiran, hingga menampakkan buah ranum gadis itu lalu menyesapnya bergantian.

Lagi ... suara desa*han itu lolos dari bibir Qira Membuat Ed semakin terbakar api gairah dengan nafas memburu.

"Eeeed ... ini bukan Qiran saat melayani klien-nya di kamar khusus club'. Tapi Qiran biasa tanpa obat perangsang dan narkoba."

Ya, tanpa obat perangsang, Qiran tak seliar apa yang dipikirkan. Setiap kali ia melayani klien-nya, ia menggunakan obat itu.

Ed hanya mengulas senyum namun penuh dengan sejuta arti.

"Aku sudah menduganya," batinnya.

Saat ini bukan itu yang Ed pikirkan, melainkan ingin menanam benihnya di rahim gadis itu. Berharap Qiran akan mengandung anaknya.

Alasannya tentu saja ingin menikahi Qiran. Sekaligus menjadikan itu alasan yang kuat.

"I don't care, Baby. Aku ingin kita melakukannya dalam keadaan sadar tanpa obat perangsang atau narkoba," bisiknya lalu mengecup lama kening Qiran.

Selesai berucap, Ed melepas semua pakaiannya. Sama-sama polos lalu menyatukan diri dengan melakukan pergumulan panas.

Seketika kamar itu menjadi saksi bisu keduanya melakukan hubungan terlarang tanpa ikatan apapun.

Terus seperti itu hingga pada akhirnya keduanya mencapai puncak pelepasan. Membuat tubuh keduanya terkulai lemas dengan keringat yang sama-sama membasahi tubuh.

Masih dengan nafas memburu, Ed membenamkan bibirnya cukup lama dan dalam di kening Qiran sembari membelai wajah dan rambutnya.

"Aku mencintaimu Qirani Swastika. Terima kasih," bisiknya.

Tak ada jawaban melainkan gadis itu hanya diam dengan mata terpejam. Lagi dan lagi ia melakukan dosa yang tak seharusnya bahkan secara sadar.

Tiga puluh menit berlalu ...

Qiran sudah terlelap dalam pelukan Ed. Namun tidak bagi pria itu. Perlahan ia melonggarkan dekapannya.

Sejenak ia menatap lekat wajah cantik gadis itu lalu kembali mengecup keningnya. Setelah itu ia beranjak lalu ke kamar mandi.

Di bawah guyuran air shower, tampak ia terus tersenyum membayangkan pergulatan panasnya tadi.

"Aku berharap ia akan tumbuh berkembang di rahimmu, Baby," gumamnya penuh dengan harap.

Beberapa menit kemudian, kini ia berada di balkon kamar sambil menyesap rokok. Entah mengapa ia merasa berat ingin meninggalkan Qiran besok pagi.

Setelah menghabiskan sebatang rokok, ia kembali ke kamar lalu duduk bersandar. Sedetik kemudian, ia menyibak selimut lalu mengecup perut rata gadis itu berharap benihnya akan tumbuh di sana.

"Qirani Swastika ... diantara banyaknya gadis, hanya kamu yang bisa membuat hati ini luluh. Jika kamu tahu siapa aku yang sebenarnya ...."

Ed menggantung kalimatnya lalu menatap lekat wajah Qiran.

"Aku takut kamu menjauhiku."

Ia ikut berbaring, membawa gadis itu masuk ke dalam pelukannya lalu ikut memejamkan mata.

Lima menit ...

Sepuluh menit ...

Dua puluh menit ...

Akhirnya ia pun terlelap menyelami alam mimpi yang indah.

******

Pagi harinya ...

Kedua insan itu masih belum terjaga dari tidur panjangnya. Keduanya masih betah berada dalam satu selimut.

"Qir ... Qiran ..." Suara Ai mulai terdengar memanggilnya.

Seperti biasa setiap hari tanpa mengetuk pintu, sang sahabat langsung menerobos masuk ke kamar.

Alhasil matanya langsung ternoda mendapati sang sahabat bersama pria yang entah apa hubungannya dengan Qiran.

Matanya langsung membola dengan mulut terbuka menatap keduanya.

Bukannya keluar, Ai malah menghampiri. Dengan perasaan geram ia mencubit Qiran sekuat mungkin.

"Aaawww ... sssssstttt." Qiran meringis sambil mengusap lengannya. Ia perlahan mengerjap.

"Qiran!!!" Ai berkacak pinggang lalu menyipitkan mata.

"Apaan sih, Ai!" sahutnya masih sambil berbaring. Ia melirik Ed yang masih tertidur. Seketika Ia tersenyum jahil menatap sahabatnya.

"Mau bergabung? Mumpung kami masih sama-sama polos," godanya lalu akan menarik lengan sang sahabat.

Sontak saja mata Ai kembali membola lalu menjambak rambutnya dengan gemas.

"Dasar mesum!!" kesalnya lalu melepas jambakannya.

Bukannya marah, Qiran malah terbahak. Tak lama berselang, Ed menegurnya.

"Baby, ada apa sih?!"

Tahu jika Ed akan bangun, Ai langsung gelagapan lalu berlari keluar. Tingkahnya itu kembali membuat Qiran terbahak.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!