Setibanya di penthouse, Qiran langsung menekan password pintu lalu membukanya.
Ia memindai seluruh ruangan itu mencari keberadaan pria menyebalkan itu menurutnya tentunya.
"Ke mana si pria dingin itu? Sepi banget."
Ia meletakkan paper bag makanan di atas meja beserta tasnya. "Apa dia sedang tidur?" Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.
"Di sini rupanya." Ia menghampiri pria itu yang tampak terlelap hanya dengan mengenakan boxer.
Qiran merangkak perlahan mengungkung tubuh pria bertato itu sambil tersenyum. Harus ia akui, walaupun sudah berusia empat puluh dua tahun, namun pesona seorang Ed tak lekang dimakan usia. Masih terlihat tampan, gagah serta bugar.
Jarak usia yang terbilang cukup jauh diantara keduanya yaitu lima belas tahun, tak menghalangi Qiran dan Ed menjalin hubungan baik.
"Ed, wake up," bisiknya lalu mengecup bibirnya.
Seketika bibir pria itu langsung membentuk sebuah lengkungan. Membuka mata lalu menjadikan kedua tangan sebagai penopang tubuhnya seraya menatap wajah cantik gadis itu.
Qiran memperbaiki posisinya agar Ed bisa mendudukkan dirinya. "Kamu pura-pura tidur ya?" bisiknya seraya menangkup rahang pria tampan yang sedang menatapnya lalu menyatukan keningnya.
"No." Ed memeluk pinggangnya lalu mengecup bibirnya.
"Bisa lepaskan?"
Tanpa mengeluarkan suara Ed perlahan melonggarkan pelukannya.
Sedangkan Qiran, begitu lepas dari dekapan, ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk itu.
"Sebaiknya kamu makan. Mumpung makanannya masih anget. Makanannya ada di atas meja ruang tamu," suruhnya sembari mengelus punggung Ed lalu perlahan mulai memejamkan mata.
"Baby."
"Biarkan aku tidur sebentar saja. Rasanya aku lelah banget."
"Hmm." Hanya itu jawaban dari Ed. Sebelum beranjak dari tempat tidur, ia mengelus pipi gadis itu lalu mendaratkan kecupan di kening dan bibir.
"Eeeed," rengeknya seraya melingkarkan kedua tangan di punggung leher Ed. "Peluk aku sebentar saja," pintanya dengan manja.
Tanpa banyak bicara Ed berbaring lalu membawanya masuk ke dalam pelukannya.
"Tidurlah, nggak perlu ke club' jika kamu nggak ingin tampil malam ini," bisiknya, membenamkan dagu di puncak kepala Qiran.
Tak ada jawaban melainkan Qiran semakin menempelkan wajahnya di dada bidangnya. Tak butuh waktu yang lama, suara dengkuran halusnya mulai terdengar.
Perlahan Ed melonggarkan dekapannya, menatap serta mengelus setiap inci tubuh gadis itu tanpa ada yang ia lewatkan.
"Apa yang membuatmu menjadi gadis liar? Di balik pesona kecantikan ini sepertinya tersimpan seribu misteri yang entah hanya dirimu yang tahu," gumam Ed sambil mengelus wajah mulus Qiran.
Puas memandangi wajah gadis rupawan itu, perlahan ia beranjak dari tempat tidur kemudian memilih ke ruang tamu.
********
"Eeeuughhh ..." lenguhnya sembari merenggangkan otot-otot badannya. "Kok silau banget ya?"
Ia pun mendudukkan dirinya lalu menoleh ke dinding kaca kamar. "What?!! Jam berapa ini?!
Ia langsung beranjak dari tempat tidur lalu menuju ke arah balkon. "Oh God! Ada apa dengan hari ini? Kenapa aku merasa waktu berputar begitu cepat? Lalu ... di mana Ed?"
Ruangan yang begitu luas membuatnya sedikit kewalahan sehingga langkah kakinya terhenti di rooftop.
"God ... so beautiful," ucapnya sembari memejamkan mata sejenak.
Cukup lama ia berada di rooftop itu sambil memandangi keindahan Kota J dari atas ketinggian gedung pencakar langit tempat ia berdiri saat ini.
Sebelum akhirnya memilih kembali ke kamar.
Saat menatap layar ponsel, ia terkejut karena waktu telah menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh menit malam.
"Sebaiknya aku pulang, lagian Ed pasti sudah ke club."
Ia pun meninggalkan ruangan mewah itu lalu menuju lift. Sembari menunggu, ia menyandarkan punggungnya, memandangi pantulan dirinya dari benda yang terbuat dari besi itu.
Tak lama berselang, ia terlonjak kaget saat pintu lift terbuka. Seorang pria masuk ke dalam benda itu dengan menundukkan pandangan matanya.
"Pria aneh," batinnya.
Hening ...
Namun tak lama kemudian, Qiran mengerutkan kening karena pria itu tiba-tiba melepas jasnya.
Pikirnya mungkin saja ia kepanasan. Namun, apa yang ia pikirkan malah bertolak belakang. Tanpa ia duga, pria itu langsung memakaikan jas itu ke tubuhnya.
Tak pelak, ulah pria itu tentu saja membuatnya terkejut sekaligus terpaku.
"Maaf," ucap pria itu yang tak lain adalah Qays yang kini sudah berdiri di sampingnya dengan sedikit memberi jarak.
Qiran merasa lidahnya tiba-tiba saja menjadi keluh. Entah harus bicara apa. Hingga pria itu berujar,
"Islam mewajibkan wanita muslimah untuk menutup aurat karena melindunginya dari pandangan buas para lelaki. Wanita yang menutup aurat itu ibarat mutiara yang berada di dalam cangkangnya. Ketahuilah saudariku, matahari nggak kehilangan keindahannya saat ia tertutup dengan awan. Begitu juga dengan kecantikan dan kemolekan tubuhmu yang tidak akan pudar dan berubah saat engkau mengenakan hijab dan pakaian syar'i."
"Maaf, bukan maksudku untuk mengguruimu atau merendahkanmu. Aku hanya pria biasa yang masih banyak kekurangan dan masih terus belajar menjadi pria yang baik. Namun nggak ada salahnya aku menyampaikan suatu kebaikan yang mungkin bermanfaat untukmu saudariku," pungkas Qays.
Bersamaan dengan selesainya kalimat yang ia ucapkan, pintu lift juga terbuka. Tanpa banyak bicara, ia langsung melangkah keluar.
Sedangkan Qiran, masih terpaku di tempat menatap punggung pria tegap itu lalu mengamati tubuhnya yang kini terbalut jas.
Tertohok ...
Itulah yang ia rasakan sekaligus merasa tertampar mendengar kalimat yang mengandung sarat akan makna serta nasehat mendalam.
Ia memegang jas yang masih membalut tubuhnya, mengarahkan pandangan ke arah pintu lift yang hampir tertutup. Namun, dengan cepat ia tahan lalu keluar dari benda itu.
"Ke mana perginya pria tadi? Lalu jasnya? Bagaimana caranya aku mengembalikannya?" Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh halaman parkir, mencari keberadaan pria yang menurutnya misterius karena menghilang begitu saja.
"Cepat banget hilangnya. Apa dia cenayang?" selorohnya lalu menghampiri mobilnya.
Sedangkan Qays yang sejak tadi sudah berada di dalam mobil, masih memegang dadanya yang kini berdebar kencang.
"Astaghfirullahaladzim ... Qays, apa kamu sudah nggak waras? Pasti gadis itu menganggapmu pria aneh."
Sedetik kemudian, ia tampak berpikir. Apakah gadis itu penghuni salah satu unit di apartemen itu? Ataukah hanya bertamu di salah satu apartemen temannya?
Pikirnya seperti itu namun entahlah, Qays hanya bisa menebak.
Setelah itu, ia pun mulai melajukan kendaraannya meninggalkan halaman parkir apartemen.
Sedangkan Qiran, masih tampak bersandar di pintu mobilnya sambil tertunduk. Ia kemudian melepas jas berwarna putih itu lalu menatapnya lekat.
Alisnya kembali bertaut seraya mengelus jas yang baginya tak asing di salah satu instansi kesehatan.
"Sepertinya ini jas dokter," gumamnya sekaligus menerka-nerka. "God ... ucapannya itu seolah-olah menamparku secara halus. Dia bahkan enggan menatapku."
Ia membuka pintu mobil lalu duduk di kursi kemudi. Mengeluarkan rokok beserta pemantik.
Entah mengapa hatinya tiba-tiba merasa ada yang aneh saat mengingat kembali ucapan itu.
Tersentuh ...
Seumur hidupnya, ini kali pertama ia ditegur oleh seorang pria dengan kata nasehat. Bukan dengan nada merendahkan melainkan dengan nada lembut.
Kata-katanya juga secara tak langsung mengarahkan dirinya menuju ke arah kebaikan. Qiran menunduk lalu menyesap rokoknya.
Ucapan itu masih terasa terngiang-ngiang di telinganya.
"Who are you?"
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
nobita
aku salut akan sikapnya Qays menundukkan pandangan pada yg bukan muhrim...
2023-08-01
0