💚
Sering kali mama bertanya padaku kapan aku hamil, tapi aku lagi-lagi hanya menjawab bahwa aku dan mas Arif mungkin belum ditakdirkan untuk mempunyai anak.
"Kemana mereka, kok cuma kamu sama ini bocah doang?" tanya mama ku.
"Mama dan papa masuk saja, biar aku panggilkan mba Mawar sama mas Dirga." Ucapku tak menghiraukan pertanyaan mamah.
Yah, aku memang berniat ingin memanggil mba Mawar dan mas Dirga karena sejak tadi hatiku terasa bergemuruh karena mereka tak kunjung muncul.
Setelah aku mempersilahkan mama dan papa masuk, aku pun langsung bergegas menaiki anak tangga menuju ke kamar mba Mawar.
Tepat saat didepan pintunya, aku mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu. Aku merasa penasaran karena dari dalam terdengar suara orang bercengkrama. Aku pun langsung menempelkan daun telingaku ke pintu.
"Gimana, enak gak tadi goyangan mas?"
"Mas bisa saja, memang sih goyangan mas enak, tapi tadi punyaku sempat perih."
Deg
Hati ku tiba-tiba menjadi panas dan sesak saat mendengar obrolan sampah tersebut. Gemuruh didada pun memuncak, obrolan macam apa itu? Berarti mereka tak kunjung keluar tadi pasti memang sedang berhubungan. Aku pun mendengus kesal, kenapa mas Dirga melakukan itu? Bukankah tempo hari yang lalu dia mengatakan hanya mencintai aku saja? Lalu kenapa dia berhubungan dengan mba Mawar?
Treek.....
Aku terkejut, tiba-tiba pintu terbuka dan keluarlah mba Mawar dan mas Dirga dengan senyum mengambang diwajah masing-masing. Tapi senyuman itu mendadak hilang dan malah berubah menjadi wajah yang keheranan.
"Mawar, ada apa?" tanya mas Dirga.
"Ah....anu, aku aku cuma mau panggil mba Sania sama mas Dirga aja kok, soalnya papa dan mama sudah datang." Ujarku.
"Oh gitu, ini kami juga mau turun ke bawah." Ucap mba Sania.
Aku hanya tersenyum mengangguk, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan mereka.
_
"Pa......." Ucapku seraya mengulurkan tangan untuk mengajak bersalaman.
"Ma....." Saat aku mengulurkan tangan pada mama, mama sama sekali tak membalasnya. Bahkan wanita setengah baya itu enggan menatap ke arahku.
Aku pun hanya menghela nafas panjang dan tak ambil pusing, karena hal itu sudah biasa bagiku. Mama memang seperti itu, tak pernah menyukai aku, anak tirinya.
Entah dasar apa, entah alasan apa, aku sendiri pun tak tahu kenapa mama tiriku itu membenciku.
"Em.....Sania, gimana kabarmu, nak?" tanya Papa mengalihkan suasana yang sempat tak nyaman.
"Baik-baik saja, Pa. Papa sendiri bagaimana?" tanyaku balik.
"Yah papa sendiri baik-baik saja, tapi sudah beberapa hari ini papa gak enak badan."
"Hem....papa sudah tua, sebaiknya papa tidak usah bekerja lagi." Usulku karena merasa prihatin.
"Enak ya tinggal ngomong, kalau papa mu gak kerja terus mau di kasih makan apa istrinya?" tanya mama tiriku.
"Sudah, gak usah dibahas. Papa baik-baik aja, Sania." Sahut papa ku.
"Pa.....Ma.....ayo makan dulu, kebetulan aku dan mba Sania tadi udah masak buat papa dan mama." Ucap Mawar.
Akhirnya kami semua pun pergi ke ruang makan untuk makan bersama.
"Mama perhatikan penampilan kamu berubah, Sania." Ucap mama disela makannya.
"Berubah apanya, Ma?" tanyaku tak mengerti.
"Yah coba kamu berkaca sendiri, lihat badan kamu yang sekarang kok besar ya kaya hampir sama dengan gajah." Cibir mama ku tanpa memikirkan perasaanku. Aku pun hanya tersenyum karena bingung ingin jawab apa.
"Ma, jangan seperti itu....." Pinta Mawar.
"Iya ma, jangan seperti itu pada Sania." Sambung papa.
"Ya kenapa memangnya, mama kan berbicara fakta dan ini pendapat mama. Lalu apa salahnya?"
Kali ini Papa dan Mawar pun dibuat bungkam oleh ucapan Mama.
"Hati-hati Lo Sania, nanti suami kamu Dirga malah berpaling ke lain hati gara-gara lihat penampilan kamu yang sekarang." Cemooh Mama dan kali ini pun sungguh membuat aku sesak mendengarnya.
"Ehem......" Mas Dirga tiba-tiba berdehem.
"Ma, mau bagaimana pun penampilan Sania, Dirga sama sekali tak pernah mempermasalahkannya. Dirga terima Sania apa adanya, begitupun sebaliknya dengan Sania." Jelas mas Dirga seraya menatap aku yang hanya diam tertunduk.
Mama yang mendengar penjelasan mas Dirga pun hanya bisa mengerucutkan bibir, seolah menahan malu karena telah mencemooh.
"Sudah Ma, lanjutkan makannya dulu." Titah Mawar yang sebenarnya kesal mendengar penjelasan mas Dirga.
Mama tak menjawab, tapi tangannya mengambil telur balado di piring yang sedari tadi belum disentuh.
"Cuih..Ini masakan siapa, kenapa rasanya gak enak begini!"
Aku terkejut melihat mama tiri ku memuntahkan makanan dari mulutnya. Mawar, adik tiri ku melirik ke arah ku.
Belum menjawab, mama tiriku langsung saja mencibir kembali diriku.
"Sania...! Kamu ini udah gak bisa merawat diri, gak bisa masak pula!"
Aku yang memang menahan sabar untuk tidak terpancing emosi pun akhirnya emosi juga. Ucapan mama kali ini sungguh membuat aku hilang kesabaran.
"Maksud mama apa mengatai ku seperti itu?" Tanya ku dengan suara sedikit meninggi.
Karena aku begitu kesal saat mama tiri ku menghina fisik ku, padahal yang bermasalah masakannya lantas kenapa harus bawa-bawa fisik.
"Kamu gak denger? Kamu itu gak bisa masak sama mengurus diri...!" Mama kembali mengulang ucapannya.
"Mama, tolong jangan seperti itu!" Pinta papa tapi sama sekali tak digubris.
"Heh, kamu liat noh, anakku mawar!"
Aku melirik ke arah Mawar yang menundukkan wajahnya, tapi aku masih melihat jelas ada senyum tipis terbit dari bibirnya. Kenapa Mawar malah seperti itu?
"Mawar itu udah cantik, bisa masak dan juga bisa segalanya. Gak kaya kamu!" Celetuk mama yang selalu membanding-bandingkan aku dan Mawar.
"Mawar ya Mawar, Sania ya Sania. Kami berdua memang berbeda, jadi kenapa mama harus membandingkan aku dengannya?" Tanyaku berusaha membela diri sementara papa ku hanya diam dengan memijit keningnya.
"Kalau mama gak suka sama makanan itu ya jangan di makan, apa susahnya tinggal bilang gak enak. Kok malah bawa-bawa fisik Sania juga." Timpal ku yang benar-benar jengkel.
"Sayang, sudahlah. Tidak usah diperpanjang!" Pinta mas Dirga yang berusaha menenangkan diriku.
Aku mendengus kesal.
"Asal mama tahu saja, yang masak makanan itu bukan Sania melainkan Mawar!" Ucap ku dengan tegas.
Mama seketika terdiam, tapi wajahnya memerah saat mendengar ucapan ku.
"Iya ma, tadi yang masak itu Mawar, bukan mba Sania." Ujar Mawar dengan wajah tak enak.
Mendengar pernyataan Mawar yang seperti itu, Mama langsung saja menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Cepat minta maaf sama Sania, Ma." Titah papa ku.
"Yasudah Sania, mama minta maaf." Ucap mama ku begitu singkat. Tapi aku bisa merasakan jika permintaan maaf mama itu tidak tulus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Noor Sukabumi
dasar ibu tiri udah Dr sononya g Ada akhlak kyknya
2023-02-20
1
™Asha™✓
ampun dech emak2
2023-02-17
0
mey
dasar emak2 lucknut😤😤😤
2023-02-17
0