Chapter 4

Empat: Speed Kelemahannya

...Happy Reading 💓...

...---...

Orang-orang melewati dirinya ketika jam pulang latihan tiba. Fufy sendiri sedang menunggu jemputan dari Andre. Kebetulan juga Andre sedang latihan di lapangan basket, belakang lapangan panjat tebing. Fufy menghela napas ketika mendapat pesan terbaru dari Andre.

Kemudian bunyi bel motor mengagetkannya. Rupanya si Penyemangat datang di waktu yang tepat. Ardha memberikan helm kepadanya. Helm yang sekarang sedang populer di pakai kalangan anak remaja, sangat cocok dengan Ardha.

"Helm baru?" tanya Fufy kepada Ardha.

Ardha mengangkat jempol, "Andre tidak jemput?"

Fufy mengangguk menjawab. Lalu, Fufy mengarahkan ponselnya ke depan wajah Ardha. Sebuah pesan singkat Ardha baca. Sepertinya sosok Andre merindukan Fufy.

"Sebenarnya ini sudah sore. Tetapi, sudah dua Minggu Fufy belum bertemu dengan Andre lagi," ucap Fufy, "kalau Ardha keberatan..."

Wajah Ardha terlihat kesal. Fufy yang melihatnya, menarik sudut bibirnya. "Aku temani disana," putus Ardha menjawab.

Fufy tersenyum mendengarnya, "Terima kasih Penyemangat."

"Sebelum itu, kita beli batagor. Mau?" tanya Ardha mengajak.

Fufy yang tengah mengaitkan tali helm, mengangguk setuju. Sesuatu tidak mungkin jika Fufy menolak tawaran si Penyemangat. Fufy semangat 45 mendengarnya.

"Batagor 10rb dua ya, mas." Ardha memesan makanan sajian digoreng. Batagor yang berarti tahu goreng ini, memiliki sambal kacang lezat.

Fufy meneguk ludah tergoda dengan batagor di depannya. "Makan disini?" tanya mas Batagor.

Fufy melirik Ardha yang terlihat menimang-nimang. "Disini?" tanya Ardha terdengar seperti pernyataan.

"Iya." Lagipula, menikmati makanan langsung itu lebih nikmat. Fufy dan Ardha kemudian mengambil tempat duduk di atas terotoar dan memakan batagor yang masih panas-panasnya.

Mata Ardha tertuju pada kendaraan yang melintas di depannya. Terlihat asik, Fufy juga menikmati pemandangan itu. "Enak?" tanya Ardha.

"Enak. Oh iya, nanti aku bayar." Lantas Ardha menaruh potongan cabai ke piring Fufy, "tidak usah. Aku cowok bermodal."

Mendengar itu, Fufy menelan bulat-bulat potongan cabai. Bukan tidak peka, namun maksud dari kalimat Ardha tidak lain ditunjukkan kepada semua pacarnya. Fufy terkekeh pelan menahan pedas.

"Andre masih jadi ketua basket?" tanya Ardha.

"Ya?" Pandangan mereka bertemu, "enggak. Sepertinya dia fokus pelajaran sekolah," jawab Fufy.

Ardha menaikkan alisnya, "Sepertinya?"

Tersadar, Fufy langsung meralat. "Iya. Kami jarang membahas masalah pribadi." Fufy memasukkan batagor ke mulutnya, canggung.

"Kamu terlalu sibuk dengan pacar lainnya," kata Ardha sontak membuat Fufy tersentak.

Untuk pertama kalinya, Ardha berani berkata seperti ini kepadanya. Sangat jujur, namun menganggu pikirannya. Fufy merasa tidak nyaman.

"Yang aku ketahui, Sagitarius itu setia. Tetapi, ternyata tidak semuanya," lanjut Ardha.

"Ah?" Ardha meringis, "maaf. Kalau boleh jujur, kamu harus setia dengan satu cowok."

"Karena tidak semuanya baik denganmu." Ardha berkata.

Fufy diam beberapa saat. "Aku juga tidak sebaik itu. Semuanya ada alasan," jawabnya.

Ardha menyiratkan darahnya mendengar itu. Ardha menatap Fufy, merasakan hawa lain di sekitar mereka.

"Aku tau itu sejak lama. Namun, ada hal yang tidak seharusnya aku jelaskan kepadamu. Maaf, terima kasih sudah memberitahu. Aku sungguh tidak mempermainkan mereka," jelas Fufy.

Ardha mengacak rambutnya gusar, merasa bersalah. "Tidak. Seharusnya aku yang meminta maaf. Aku sudah ikut campur masalah kamu," ujar Ardha.

"Aku selalu disisi kamu. Aku tidak marah jika kamu mempunyai pacar seratus orang sekalipun. Asalkan, kamu baik-baik saja." Fufy menatap Ardha lama.

"Terima kasih Penyemangat Fufy," ungkap Fufy membuat Ardha tersenyum.

Fufy tidak merasa keberatan jika Ardha memarahinya. Ketahui saja, jika dirinya senang mendengar pernyataan Ardha barusan. Sungguh membuat Fufy panas dingin.

"Lain kali kita makan siomay bareng juga, yuk." Ardha mengangguk cepat.

...---...

"Woi jaga samping!"

Ardha mencari tempat duduk paling atas. Sementara Fufy sibuk mencari pacarnya, yaitu Andre. Langkahnya terhenti ketika merasa dirinya diperhatikan.

Fufy melambaikan tangannya ke arah Andre. Dengan cepat ia menghampiri pacar pertamanya itu.

Sedangkan Ardha yang duduk di atas sana, hanya bisa berdiam diri dengan tangan mengepal. Wajahnya datar, terlihat sama sekali tidak menikmati pertandingan basket di depannya. Tubuhnya tegak, kaku. Matanya selalu memperhatikan Fufy disana.

"Pinter juga mancing nih bocah," ujar Andre yang berdiri di depan Fufy.

"Udah berotot, maaf," balas Fufy.

Wajah Andre memang bisa diakui tampan. Andre memakai baju basket dengan nomor punggung delapan. Hal itu sangat mempengaruhinya. Karena angka tersebut membawa keberuntungan.

"Lama-lama nih disini?" tanya Andre kemudian.

Fufy menunjuk dengan mata. Andre yang mengerti itu, tersenyum. "Gue dukung kelakuan lo. Tapi, kalau lo minta gue buat manasin si Datar itu, gue minta maaf. Pacar gue juga ada disini sekarang," kata Andre membuat Fufy membelalakkan matanya terkejut.

"Pacar? Kak Levi?!" Andre mengangguk, "lalu dimana dia sekarang?!"

Fufy bertanya dengan panik. Kalau masalahnya begini, Fufy tidak ingin. Tidak ingin membuat kesalahpahaman. Juga tidak ingin membuat masalah.

"Disana, sama si Datar." Mata Fufy membulat sempurna melihat pemandangan itu.

"Kak, kita putus!"

Ardha, Penyemangatnya tengah berbincang dengan kak Levi! Segera Fufy naik tangga untuk menghampiri mereka berdua.

"Kak!" panggil Fufy menyapa.

Levi tersenyum membalas, "Hai, ternyata suka nonton basket juga."

Fufy tertawa pelan. "Aku udah putus sama kak Andre!" Fufy berucap tegas.

Ardha dan Levi terdiam membisu. Seakan berpikir untuk mengerti arah pembicaraan Fufy, Levi tertawa pelan.

"Astaga?!" Tawa Levi terdengar, "burung berbicara saja, kamu sudah ketar-ketir."

Fufy terdiam kaku. "Kok bisa putus?!" Levi menutup mulutnya.

Fufy melirik Ardha yang sedang menatapnya. "Ehehe, habisnya kak Andre lebih milih basket daripada Fufy." Fufy menyengir kuda.

Fufy mengeratkan pegangannya pada tali tas. Ia merasa malu. "Cuek dia," kata Levi diangguki Fufy.

"Liat, dia main lagi. Cowok gak bisa sakit hati, kali, ya?" gumam Levi yang terdengar jelas.

"Bisa. Tidak semua memperlihatkannya," jawab Ardha membalas.

Levi tertawa lagi, "Pernah ya, Van? Kayaknya kamu setiap hari sakit hati terus."

"Kenapa?" Ardha menatap Levi malas, "datar terus itu muka."

Kedua perempuan itu tertawa. Ardha memutar mata malas merasa tertohok. "Wajah Ardha memang datar, kak. Tapi ganteng, 'kan?" Fufy memancarkan wajah berseri-seri.

Levi mengamati Ardha, "Lumayan. Sayang, orangnya gak pekaan. Lemot."

Fufy menarik bibir bawahnya diantara giginya. Sementara otot dirahang Ardha bergerak-gerak. Respon itu berhasil membuat Levi terkikik sendiri.

"Bercanda. Aku duluan, ya. Udah mau malam," lontar Levi segera pergi.

Setelah berhasil pergi, suasana mereka menjadi canggung. Mereka berdua saling melirik. Tertangkap, mereka mengalihkan pandangan. Setelah beberapa kali, Fufy membuka suara.

"Ternyata bener, tidak semua baik. Fufy harus mencari cowok setia di masa depan," ucap Fufy.

Ardha menarik napas, "Contohnya aku?"

"Bukan. Dia Abdi."

...---...

Sesampainya di rumah, Fufy menyempatkan diri untuk mencuci tangan terlebih dahulu, sebelum masuk ke dalam rumah. Membuka pintu, Fufy dikejutkan oleh Ibunya.

"Pingsan lagi?" sosor Ibu Fufy bertanya.

Fufy mengangguk pelan, "Maaf."

Ibu Fufy yang bernama Asti berkata, "Semua orang mengira Ibu melahirkan anak yang lemah. Ototnya kekar, fisiknya sempurna. Tetapi kenapa kekuatannya kecil?"

Fufy menelan ludah. "Lain kali bilang jika vitaminnya sudah habis. Sesibuk apapun Ibu, Ibu tidak akan membiarkan kamu mati karena sakit."

Asti menaruh sebuah kotak didepannya. "Sudah Ibu belikan hardness yang kamu minta," katanya tanpa menatap Fufy.

"Lain kali, usahakan menjadi yang pertama. Bukan kedua, atau ketiga," lanjut Asti menekan.

Fufy menatap kotak didepannya kosong. Hati kecilnya merasa sangat senang ketika mendapat ikat pinggang yang sejak dulu ia idamkan.

Tidak lama kemudian, Asti berdiri lalu melepas sepatunya. "Istirahatlah. Minum vitamin. Ibu juga akan istirahat."

Fufy diam tanpa menjawab. Tangannya bergerak untuk membuka hadiah pemberian dari sang Ibu. Matanya berbinar ketika melihat hardness di tangannya. Fufy mengendus baunya, lantas menciumnya.

"Terima kasih, Ibu."

...---...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!