Tiga: Cancer Cari Perhatian
...---...
Fufy menghentikan langkahnya ketika merasa kesulitan bernapas. Ia menatap lapangan sepak bola nanar. Harus memutari empat kali, belum lagi menjalankan hukuman dari pak Indra. Fufy berjalan sempoyongan.
"Gak kuat, mau tiduran." Tubuh Fufy di dorong oleh Ranbi dari belakang.
Spontan Fufy berteriak, "Ini hukuman. Gerakkan kakimu cepat!"
Fufy melototkan matanya hendak protes. Namun kemudian, ia memasang wajah memelas kepada Ranbi. Ranbi yang sekalinya ngomong, percis seperti Ibunya.
"Atlet itu kuat!" Saraswati ikut menyoraki.
Fufy menatap kedua sahabatnya tajam. Entah disini dirinya yang lemah atau olahraga kali ini terlalu menyakitkan baginya. Fufy menarik napas guna melancarkan pernapasannya. Ia merasa tinggi badannya menurun.
Dengan tubuh lemas, tiba-tiba Ardha datang lalu berjongkok di depannya. Fufy mengernyit bingung.
"Ayo naik," ujarnya.
Namun Fufy masih diam, "Cepet. Keburu kehabisan waktu."
"Lucuk banget," batin Fufy.
Penyemangat tampan yang mampu membuat Fufy melakukan kebohongan berkali-kali. Ardha, idaman semua perempuan karena memiliki roti sobek. Lantas Fufy menyepak punggung si Penyemangat pelan.
"Weh?!" Ardha menyipitkan matanya, "satu putaran."
Fufy menarik sudut bibirnya. Dengan sekali loncatan, langsung saja Fufy melingkarkan kakinya pada pinggang si Penyemangat. Setelahnya, Fufy tersenyum puas. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Berat juga," komentar Ardha. Dibalik itu, sebisa mungkin ia menyembunyikan rasa senangnya.
"Lebih baik setengah putaran. Berhenti di tiang itu." Ardha menolak.
Fufy mengayunkan kakinya, "Habis ini pijat kakiku."
Sejenak Fufy menahan napas. Wangi bau badan Penyemangat memanjakannya. Fufy menutup matanya sebelum langkah Ardha terhenti.
"Berat juga, ya," komentar Ardha membuat Fufy tertohok.
"Apa?" Fufy mendekatkan wajahnya, "gak, ini kakinya diem. Sedikit susah berjalan kalau kamu bergerak."
Terlihat sekali bahwa Ardha menyembunyikan perasaan senangnya. Ardha dengan pelan mengeratkan lingkaran pada kaki Fufy. Sementara Fufy yang berada di belakangnya menahan gejolak amarah.
Fufy kembali mengayunkan kakinya, "Turunin! Turun!"
Fufy memaksa agar Ardha menurunkan dirinya. Namun, tampaknya Ardha sama sekali tidak terlihat terganggu dengan tingkahnya. Justru akibat ulahnya, Ardha berjalan dengan langkah lebar.
"Turunin Fufy! Cancer denger, gak?!" Fufy merengek merajuk.
Ardha menipiskan bibirnya, "Iya, Sagitarius."
Pupil mata Fufy membesar. Ia kemudian menghentikan ayunan kakinya. "Ayo berhenti!" Lalu Fufy dengan sengaja mencubit tangan Ardha.
"Shh..," Terdengar helaan napas dari si Penyemangat.
Fufy menyodorkan botol minum kepada Penyemangat. "Sakit," rintih Ardha.
Spontan Fufy menarik tangan si Penyemangat, lalu mengelusnya. "Maaf. Sakit banget, ya?" Terlihat ada jejak merah di area lengan Ardha.
"Hm, banget." Melihat itu, rasa bersalah menyerang Fufy, "tangan kamu terlalu putih."
Fufy menyengir ketika Ardha menatapnya datar. "Pijitin," perintah Ardha.
Fufy mengiyakan cepat. Mereka berdua kemudian meluruskan kaki, lantas setelah beberapa saat Fufy beralih duduk di depan si Penyemangat bersiap untuk melakukan penyembuhan. Ardha melirik Fufy sejenak, lalu jari telunjuknya menunjuk kaki kanannya.
"Yang ini agak lemes," ucap Ardha.
Fufy menatap nanar luka cubitan ulahnya. "Maaf, ya," ungkap Fufy.
"Tidak apa-apa. Ada yang lebih sakit dari ini," balas Ardha membuat Fufy langsung tersadar.
Cepat-cepat Fufy mengumpulkan semua sisa kekuatannya untuk memijat kaki si Penyemangatnya. Dengan telaten Fufy memijit sembari melirik respon Ardha.
Muncul sedikit kekecewaan ketika Ardha bukannya tersenyum malu-malu seperti biasanya, malah kali ini dia tersenyum kecut. Selanjutnya pikiran Fufy penuh oleh berbagai pertanyaan.
"Panggilan kepada Davan dan Fufy untuk segera memasuki aula panjat tebing. Sekali lagi, Davan dan Fufy segera menemui pak Indra!" teriakan kakak Senior membuat semua atlet di lapangan menatapnya.
"Kenapa kita?" Fufy bertanya kepada Ardha.
Ardha mengamati aula panjat tebing dari lapangan. "Wih, panggilan medali, tuh. Cuyz, lo bagi lah pialanya," celetuk Saraswati dari belakang.
Fufy membalasnya dengan senyuman, "Boouldering manggil, tuh."
Ardha menatapnya, lalu mengangguk. "Ayo," ajaknya.
"Kalian enggak melakukan kesalahan, 'kan?" tanya Ranbi.
"Kekuatan kalian masih cukup?" Fufy mengerjapkan matanya, merasa firasat Saraswati menakutinya, "masih, kok."
Fufy kemudian segera berlari bersama Ardha menuju panjat boouldering. Setibanya, mereka berdua mendapat tatapan menuntut dari pak Indra. Ardha maju tanpa berbicara, lalu mulai melakukan push up.
"Bagus." Pak Indra menatap Fufy setelahnya, "kamu masih ingat?"
Fufy menunduk, lalu mengangguk. Dia mengambil tempat tepat di sebelah Ardha. Fufy berjongkok, lantas menumpu tangannya di tanah dengan kedua kaki lurus ke belakang. Di hitungan ke dua puluh, Ardha berhenti sejenak mengatur napasnya.
"50 kali, Pak?" tanya Ardha menawar.
Pak Indra menggeleng, "Seperti yang sudah dikatakan kemarin."
Spontan Fufy mendesah kecewa. Seratus kali bukanlah angka kecil. Bisa-bisa setelah ini dirinya pingsan.
"Cemangat, semangat!" kata Ali, atlet yang disebut senior.
Fufy menutup telinganya. Jelas itu ejekan, bukan berarti menyemangati. Diam-diam, Fufy melirik Ardha. Tampak kerutan di wajah Ardha, namun tidak ada keluhan.
Lalu Fufy melanjutkan hukumannya dengan semua sisa kekuatannya. Fufy dan Ardha melakukan hukuman itu hingga wajah mereka memerah, dengan keringat bercucuran di wajah.
Tidak sampai hitungan seratus, Fufy menjatuhkan tubuhnya di atas matras. Fufy memejamkan mata. Rasanya mau pingsan ketika hitungan enam puluh dilewati.
"Berotot kekar dah tu," ucap Istri, junior yang ahli di bagian leed.
Sesa tersenyum miring, "Pasti capek."
"Lah? Ngeselin banget." Mada dan Sesa bertatapan tajam.
"100!!" Sorakan para atlet berdengung membuat kedua alis Ardha mengkerut, "Penyemangat hebat!"
Fufy mengintip sedikit. Rupanya si Penyemangat berhasil menyelesaikan hukumannya. Dalam hati Fufy merasa senang. Ardha memang jagoannya.
"Bener 'kan, Pak? Davan aslinya tidak bersalah." Mada di pihak Ardha.
"Salah." Terdengar tawa dari Saraswati, "Ardha memang salah. Fufy difitnah."
"Lah? Fufy memanfaatkan temen gue, ***!" balas Mada kesal.
Saraswati melirik sinis, "Lah, loh, lah, loh. Ardha sukarela nerima hukumannya. Semua orang disini juga tau, Ardha itu Penyemangatnya Fufy!"
Fufy berguling-guling di atas matras. Pernyataan mereka adalah fakta. Namun kenyataan itu tidak dapat Fufy terima. Ia tidak memanfaatkan Ardha.
Karena Ardha adalah sang Penyemangat.
"Mada terlalu bacot," sosor Ranbi sontak membuat Mada terdiam.
"Udah. Waktu pemanasan habis," ujar Levi menyudahi.
Tubuh Fufy tersentak ketika seseorang menarik kakinya. Tubuhnya merosot. Fufy membelakkan matanya hampir berteriak.
"Udah minum?" Amarahnya langsung menghilang. Penyemangat, tidak lain Ardha duduk di depannya seraya membantunya meminum air.
Fufy tersenyum kecil sebagai ucapan terima kasih. Sejujurnya, dia merasa gugup berdekatan dengan Ardha. Juga rasa senang mendominasi.
"Sebentar." Fufy mengeluarkan sebuah tisu dari tasnya. "Keringat kamu banyak banget."
Fufy menelan salivanya. Tangannya bergerak cepat menghapus keringat Ardha. Namun, lain dengan matanya yang hanya fokus di satu titik. Yaitu hidung Penyemangatnya.
Begitu sempurna, hingga mampu membuat dirinya terpana. "Makasih," ungkap Ardha membuat Fufy tersadar.
Tergesa-gesa Fufy menggeledah tasnya. "Duh, ponselnya dimana?" gumam Fufy.
Ardha menjauhkan tubuhnya sedikit. Tidak perlu dipertanyakan lagi, Fufy ingin menghubungi seseorang. "Nelpon siapa?" Ardha bertanya.
"Ardi." Mendengar itu, sontak Ardha berdiri dengan tangan mengepal. Satu-satunya cowok yang ia tidak ketahui wajahnya.
Cowok yang katanya bersifat dingin itu menarik Fufy dan memanfaatkannya. Bukan pacar bermodal.
"Masih latihan. Lebih baik nanti saja," ucap Ardha, "Mau ketemuan?"
Fufy menaruh kembali ponselnya, "Enggak, kok. Males sama Ardi."
"Cuek, ya?" tebak Ardha, "Iya. Susah digapai."
Ardha terkekeh kecil, "Kayak kamu."
"Ya?" Ardha menggeleng.
"Gantian, ya. Py, asah speed dulu." Pak Bima memanggil.
Fufy menaruh kembali tasnya. "Adu kecepatan?" Fufy menantang Ardha.
"Lakukan." Ardha membalas seraya tersenyum miring.
Ardha menjulurkan lidahnya. Tidak mudah bagi Fufy berlatih speed. Dibutuhkan kefokusan, kecepatan, dan keseimbangan agar bisa menjadi juara speed. Sayang, Fufy tidak ahli di bagian speed.
Tetapi tidak dengan Ardha. Ardha adalah ahlinya. Ardha memasukkan tangannya ke dalam kantong magnesium, mengambil kapur secukupnya, dengan bertekad kuat, Ardha memfokuskan dirinya pada poin-poin papan panjat.
Lawannya kali ini adalah Mada, temannya. Mereka saling menatap. Tidak ingin menggunakan otot secara berlebihan, karena tadi dirinya sudah menyiksa otot-ototnya.
"Minggir, nae. Mau rekam nih, mau rekam atlet kebanggaan kita," ucap Levi mendekat pada papan.
Atlet yang bernama Levi itu adalah senior disini. Umurnya tidak jauh dari Fufy, namun pangkatnya disini sudah seperti guru. Levi sering membantu adik-adik yang baru mengikuti olahraga panjat tebing.
"Pegang talinya kuat. Siap?" Pak Indra bersuara.
Fufy ikut mengepalkan tangan akibat tegang. "Ya!" Ardha berpegang kuat pada point, memanjat ke atas dengan kecepatan cukup cepat, lalu berhenti ketika menyentuh bonus point.
"Wait, 10 detik!" Seruan pak Bima menghebohkan atlet lainnya.
Fufy memberikan senyum bangga kepada Ardha. "Kece, 10 detik!" Santi berucap.
"Makasih Penyemangat," ucap Ardha menghampiri Fufy.
"Eh? Gak salah?" Mereka tertawa kecil.
"Selanjutnya Fufy dan Levi," lontar pak Bima.
Fufy segera memakai sepatu panjat tebing. Sepatu yang berfungsi melindungi dan memudahkan dalam menginjak tebing, terlihat kecil.
"Siap dong, kak?" Fufy mengangguk menjawab pertanyaan Levi.
Kemudian Levi memakai sabuk pengaman panjat tebing. Mereka berdua mengamati papan panjat dengan serius. Fufy berharap dirinya menang. Tidak mudah mengalahkan Levi sebagai senior disini. Levi yang terkenal sampai internasional, bukan lawannya.
"Semangat!"
"Jepit kupu-kupu!" Ardha berseru.
"CIEE!!"
Pak Indra mengatur waktu. Matanya beralih ke arah Mada dan Ardha yang tengah memegang tali. "Dengan erat. Sudah siap?" tanyanya.
Fufy dan Levi mengangguk bersama, "Ya!"
Ranbi berteriak, "AYO FUFY CEPAT!"
Kedua tangan Ardha berkeringat. "Cepat, cepat!" seru pak Indra ikutan panik.
Fufy terlihat sedikit susah naik menginjak point, sehingga semua gemas melihatnya. "Cepat, cepat!"
Kata itu terus berputar di pikiran Fufy. Telinganya hanya mendengar kata itu. Fufy menguatkan kakinya.
Seiring waktu berjalan, tangan Fufy melemah. Otot bahunya melemas. Fufy merasa otot bagian atas tubuhnya melemas. Di tengah perjalanan, Fufy turun dengan wajah pucat.
Semua menghampirinya. Fufy kehilangan kesadaran. Ardha berlari menghampiri Fufy setelah memastikan ikatan tali panjat.
"LEVI SANG JUARA!" teriakan atlet lainnya.
Levi turun sambil melihat ke bawah. Matanya fokus tidak beralih dari Fufy. Sementara itu, Fufy di tidurkan di atas matras oleh Ardha.
"Ada yang bawa minyak?"
Ardha menatap cemas wajah Fufy, lalu bergumam. "Jangan menyiksa, tolong."
...---...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments