Bagaskara duduk manis di ruang tamu, setelah berhasil menghembuskan buhul-buhul cinta pada Alina lewat mantra-mantra yang di bacakannya lewat isyarat mata. Saat ini ia sengaja menunggu kepulangan bibi Chintiya dari toko mang Udin yang katanya hendak membelikan obat untuk sang putrinya Alina Cahaya Kirani.
Bagaskara merasakan keanehan pada dirinya, setelah mengamalkan mantra-mantra yang ia pelajari tersebut, membuat dirinya merasakan jika dirinya adalah sosok laki-laki yang sangat tampan dan mempesona.
"Kalau begitu, jika bertemu dengan para wanita cantik dan menarik hatiku, aku akan mengamalkan kembali ilmu yang telah kumiliki. Aku yakin semua wanita akan terpesona dan tergila-gila pada ku. Kenapa tidak dari sejak dulu aku mengamalkan ilmu ini? jika saja itu terjadi sebelumnya, tentunya semua orang akan bertekuk lutut di bawah kekuasaan ku!" bathin Bagaskara seolah-olah dirinya lah yang paling sempurna dan paling hebat di atas jagat raya.
Bagaskara merasakan hal yang tak lazim merasuki hati, pikiran dan jiwanya. Manisnya keimanan dihatinya kini berubah menjadi kemunafikan dan keangkuhan yang sangat luar biasa.
Nafsu setannya semakin merajai hatinya, meskipun ia dapat menaklukkan seribu wanita. Namun, di dalam hatinya hanya ada satu Alina Cahya Kirani yang benar-benar dicintai dan rasa itu tidak akan pernah berubah dan akan tetap bersarang di hatinya sampai kapanpun.
"Alina, jika kau bukan adik sepupu ku. Detik ini juga aku ingin merengkuh mu dan melamar mu menjadi permaisuri ku, kenapa takdir ini begitu mempermainkan ku. Kenapa harus kamu yang aku cintai? kenapa rasa ini terus bertumbuh di hatiku? kenapa kita harus memiliki ikatan keluarga seperti ini? aku benci dengan takdir hidup ini?" teriak Bagaskara dengan mengacak-acak rambutnya.
Kedua bola mata Bagaskara terlihat merah menyala, semakin ia emosi semakin aura jahat merasuki dirinya lantaran mantra-mantra yang telah dipelajarinya membuat energi negatif bermunculan dalam dirinya.
"Alina, aku mencintaimu sungguh sangat mencintai mu!" Bagaskara berbicara pada dirinya sendiri. Ingin rasanya ia memukul cermin agar retak seribu dan menoreh luka ditangannya, ketimbang memendam rasa cinta yang kini telah pupus ditengah jalan.
"Salah mu Alina, kau yang membuat ku gila seperti ini! kenapa kau begitu nampak indah dalam pandangan mata ku!" Bagaskara semakin didera rasa yang menggila terhadap Alina sepupunya.
Alina yang masih terbaring di kamar perlahan mengerjapkan indera penglihatannya, ia merasakan keasingan entah mengapa semula ia begitu kuat ingin mengakhiri hubungannya dengan Bagaskara, akan tetapi setelah terbangun dari tidurnya ia justru didera perasaan rindu yang sangat berat jika tidak melihat raut wajah Bagaskara Ardhana Putra.
"Mas Bagas, kau dimana?" ucap Alina pelan. Ia pun segera beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas melangkah keluar. Ia hendak melihat Bagaskara apakah masih berada di kediamannya.
"Mas Bagas, kau belum pulang?" tanya Alina, ketika melihat Bagaskara masih duduk di ruang tamu dengan raut wajah yang sedang tidak baik-baik saja.
Entah mengapa, Alina tiba-tiba merasakan keanehan dalam dirinya. Ia melihat Bagaskara terlihat tampan dan manis serta sangat menarik hatinya. Ia ingin lepas dari jerat Bagaskara, namun entah angin apa yang membawanya rasa cinta itu kembali kuat menghembus jiwanya.
Sedetik pun tidak melihat Bagaskara membuat Alina merasakan rindu setengah mati terhadap pemuda tersebut.
"Ya Allah, apa yang terjadi dengan ku? kenapa rasaku semakin kuat terhadapnya, jika terus begini jiwaku akan terus merasa tersiksa!" bathin Alina.
Alina mencoba terus beristighfar didalam hatinya, meskipun rasa itu terus merasuki hati dan jiwanya ia begitu kuat meyakini jika Allah Maha segalanya.
"Ya Allah, apa yang terjadi sebenarnya? kenapa aku seperti orang linglung, kenapa pula tadi ku merasakan tubuh ku terasa melayang dan aku pun tiba-tiba hilang kesadaran? kemanakah perginya emosi ku yang memuncak tadi? kenapa aku tiba-tiba merasakan kelembutan pada Mas Bagas!" bathin Alina yang merasakan keanehan dalam dirinya.
"Alina, kau sudah bangun, sayang?" tanya Bagaskara dengan senyuman devilnya.
"Sudah, Mas. Ibu mana? perasaan tadi ibu mengetuk pintu kamar Alina dan ingin membelikan obat untuk Alina." Alina celingukan mencari keberadaan ibunya.
"Bibi Chintya masih ditoko," ucap Bagaskara dengan menatap Alina penuh rasa cinta yang menggebu-gebu.
Menyadari jika Bagaskara menatapnya penuh arti, Alina semakin merasakan keanehan dalam dirinya. Ia seakan-akan tidak rela melepaskan Bagaskara Ardhana Putra.
"Kenapa memandangi ku, Mas?" tanya Alina dengan perasaan yang berdebar-debar.
"Karena Aku mencintaimu Alina, sungguh aku lemah tanpamu, aku akan tersiksa jika sampai kehilangan cinta mu! jangan pernah kau ucapkan kembali kata-kata pisah dari bibir manis mu!" ucap Bagaskara hendak mendekati Alina. Namun, langkahnya tertahan ketika melihat Bibi Chintya, ibunya Alina tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum, Nak. Apakah kau baik-baik saja?" tanya Ibunya dengan meletakkan punggung tangannya di di dahi Alina.
"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi, Alhamdulillah Alina baik, Bu."
"Syukurlah, Nak." Ibu Chintya mengecup kening putrinya. Kemudian ia melirik ke arah Bagaskara Ardhana Putra.
"Nak Bagas, terima kasih telah menjaga Alina. Bibi bersyukur memiliki keponakan seperti mu, selama berapa tahun terakhir ini kau selalu ada untuk Alina. Kau memang sosok Abang sepupu yang baik untuk Alina," sarkas Ibu Chintya yang sama sekali tidak mengetahui perihal hubungan terlarang antara Bagaskara dan Alina putrinya.
"Sudah kewajiban saya, Bi untuk menjaga Alina. Sebagai Abangnya tentunya aku sangat bahagia menemani kemana pun ia pergi." Bagaskara seolah berperan menjadi seorang kakak laki-laki yang baik, padahal semua itu berselimutkan kebohongan dan kemunafikan.
Alina berusaha menahan kegugupannya, ia sangat khawatir jika suatu saat orang tua mereka dapat membaca gelagat buruk yang terjadi antara dirinya dan Bagaskara.
"Ya Allah, mengapa semua menjadi begini? mengapa aku seolah-olah masuk dalam perangkapnya!" bathin Alina dengan menahan segala rasa yang membuncah di dadanya.
"Oh, ya Bi. Bagas boleh bawa Alina keluar sebentar, ada keperluan." Bagaskara mencari kesempatan dalam kesempitan.
"Lho bukankah tadi kalian sudah keluar!" tanya Ibu Chintya bingung.
"Itu tadi hanya jalan-jalan di taman kota, Bi. Sekarang ada hal penting yang harus Bagas selesaikan, dan Bagas butuh Alina untuk menyelesaikan segala hal yang ada. Bukan begitu Alina?" tanya Bagaskara dengan kembali menerbitkan senyum devilnya.
"I-iya, Bu." Alina terlihat gugup, entah kenapa semenjak Bagaskara membaca mantra-mantra dan dihembuskan ke dalam dirinya, membuat Alina seperti tidak bisa menolak Bagaskara barang sedetik pun. Padahal sebelumnya, ia setengah mati menolak dan ingin memutuskan hubungan dengan Bagaskara. Namun, kali ini ia merasa cinta mati pada pemuda tersebut.
Alina pun seperti kerbau di cucuk hidung, setelah berpamitan dengan ibunya. Ia pun mengikuti kemana langkah Bagaskara membawanya pergi. Ia pun naik di atas kendaraan Bagaskara.
Bagaskara merasa sangat kegirangan, ia pun melajukan motornya dengan kecepatan sedang. "Akhirnya aku berhasil menundukkan mu kembali Alina, ilmu yang kuamalkan ternyata tidak sia-sia, hasilnya benar sakti mandraguna!" batin Bagaskara dengan terus-menerus tersenyum sebab rasa bahagia yang kini menyelubungi hati dan jiwanya.
"Kita mau kemana, Mas?" tanya Alina dari belakang motor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
Cinta ditolak dukun bertindak
2023-11-22
2
Dehan
hallo kak salam kenal..
penjahit cantik hadir
2023-04-25
1
R.F
3like hadir semangat
2023-04-19
1