Alina menyeka bulir air matanya dengan sapu tangannya, sebab ia baru menyadari di sampingnya kini duduk seorang pemuda yang terlihat sedang membaca buku dengan fokusnya.
Melihat kehadiran Alina duduk bersebelahan dengannya dan terlihat sedang tidak baik-baik saja. Membuat pemuda itu merasa sangat prihatin mendengar isak tangis dari seorang gadis belia yang ada di sisinya.
"Maaf, hendak kemana, Neng?" sapa pemuda tersebut untuk sekedar basa-basi.
"Pulang!" jawab Alina ketus. Matanya terlihat sembab karena terlalu lama menangis mengenang percintaannya yang kandas bersama Bagaskara Ardhana Putra yang sudah terjalin selama satu tahun terakhir ini.
Pemuda tersebut menutup buku yang sedang di baca olehnya, kemudian menghembuskan nafasnya pelan. "Sebaiknya, masalah pribadi jangan di bawa ke ranah umum, Neng. Malu dilihat orang," pungkas pemuda tersebut.
Alina terdiam sesaat, memikirkan ucapan pemuda tersebut. "Maaf, jangan panggil aku Neng. Panggil aku Alina," ucap Alina dengan menoleh sekilas pada wajah pemuda yang berada di sampingnya.
Alina baru menyadari jika pemuda yang ada di sampingnya terlihat sangat menarik sekali dengan sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus di dagunya.
"Tampan!" satu kata yang terbesit di dalam hati Alina ketika melihat pemuda tersebut nampak tersenyum manis padanya. Namun, pandangan Alina kembali tertuju pada sosok Bagaskara Ardhana Putra yang dari kejauhan tampak mengendarai motor sportnya dan mengejar mobil angkutan umum yang sedang di tumpanginya.
"Mas Bagas, bagaimana ini?" bathin Alina dengan menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh pemuda yang ada di sampingnya. Membuat pemuda tersebut mengernyitkan dahinya.
"Maaf, Neng Alina. Eh, Alina maksudnya," ucap pemuda tersebut khawatir salah menyebut nama Alina. Pasalnya, pemuda tersebut merasa hal yang tak lazim ketika gadis manis tersebut bersembunyi di balik punggungnya.
"Maaf, aku pinjam punggungnya." Alina kembali menyembunyikan wajahnya ketika Bagaskara hampir mendekati mobil yang di tumpanginya. Ia tidak ingin Bagaskara sampai melihat dirinya didalam mobil angkutan umum tersebut.
Beruntung ketika sampai di lampu merah mobil yang di tumpangi Alina melaju duluan. Sedangkan Bagaskara harus sabar menunggu sejenak lantaran arus kendaraan yang melintas lalu lalang begitu padatnya. Membuat Bagaskara harus antri lebih lama lagi.
"Si*lan, aku kehilangan jejaknya!" umpat Bagaskara dengan memukul stang motornya.
"Awas saja kau Alina, aku akan menemui mu dirumah bibi Chintya. Tidak ada yang tahu jika kita memiliki hubungan spesial. Aku akan membuat mu tak berkutik barang sedetik pun. Dan aku pastikan kau akan bertekuk lutut di bawah kaki ku! Jangan salahkan aku jika diriku menggunakan cara yang halus untuk melumpuhkan mu! Sungguh, kau telah menghancurkan mimpi-mimpi dan harapan ku. Di alam jagat ini tak ada satu orang pun yang bisa memiliki mu, kecuali aku!" bathin Bagaskara yang mulai dibisiki pikiran jahat dan kotor.
***
Dua puluh menit kemudian.
Alina sudah sampai di kediamannya, "Bang stoppp! berhenti di sini!" pekik Alina setengah histeris.
"Astaghfirullah!" hampir copot jantung ku, ini gadis postur tubuh kecil mungil. Namun, pekikannya terasa memekakkan gendang telinga ku." Pemuda yang duduk bersebelahan dengan Alina melakukan aksi protes didalam hatinya.
Abang sopir segera menepi dan menghentikan laju kendaraannya, Alina segera turun dari mobil angkot tersebut dengan melongos begitu saja tanpa melirik pemuda yang ada di sampingnya.
"Hey, Neng Alina! kau belum berterima kasih pada ku," ucap pemuda tersebut seperti menuntut haknya. Sebab, karena dirinya gadis itu selamat dari genggaman Bagaskara Ardhana Putra.
Alina menghentikan langkahnya, "Oh ya, maaf terima kasih atas punggungnya!" ucap Alina dengan berjalan ke depan guna membayar ongkos mobilnya.
"Tunggu dulu! Ini kartu nama ku, jika sewaktu-waktu kau membutuhkan bantuan ku. Nomor ku tertera di situ," ucap pemuda tersebut tulus. Entah kenapa pemuda tersebut nampak tertarik untuk mencoba berkenalan lebih dekat lagi dengan Alina. Ada sesuatu yang sangat menarik hati dari sosok Alina sepanjang pengamatan pemuda tampan tersebut, meskipun baru sekali bertemu muka.
Tanpa pikir panjang Alina pun mengambil kartu nama pemuda tersebut dan menyelipkannya dalam tas kulit miliknya. Ia tidak ingin terlalu banyak bicara, mengingat hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.
Alina pun segera beranjak pergi dari hadapan pemuda tersebut tanpa bertanya siapa namanya, ia pun segera membayar ongkos mobilnya dan segera melintasi jalan raya menuju ke rumahnya. Tanpa berniat menoleh sedikitpun, dalam pikirannya, Alina hanya ingin bebas dari jerat cinta Bagaskara Ardhana Putra.
"Semoga kita dapat bertemu kembali!" bathin pemuda tersebut dengan memperhatikan punggung Alina yang telah menjauh dari hadapannya. Mobil angkutan Umum tersebut pun kini telah membawanya pergi menuju tempat tujuannya yang sangat jauh dari kediaman Alina Cahya Kirani.
***
Alina menghempaskan tubuhnya di kasur miliknya, ia membaringkan kepalanya dengan beralaskan bantal Hello Kitty Pink kesayangannya.
Gadis yang menyukai warna pink tersebut pun mencoba memejamkan matanya dan berusaha untuk melupakan bayangan sosok Bagaskara Ardhana Putra yang kini masih bersemayam di hatinya. Barulah ia ingin menenangkan hati dan pikirannya pintu kamarnya pun di ketuk oleh ibunya.
"Nak, ada Mas Bagaskara di luar. Katanya ia sedang ada keperluan dengan mu!" ucap Ibu Chintya dari balik pintu.
"Maaf, Bu. Sampaikan pada Mas Bagas, Alina sedang tidak enak badan!" ucap Alina malas untuk keluar.
"Ya Allah, Mas Bagas benar-benar keterlaluan! sudah diputusin masih ngotot kemari juga," dumel Alina.
"Kamu sakit apa, Nak? biar Ibu belikan obat."
"Hanya sakit kepala biasa, Bu!" ucap Alina dari dalam kamar.
"Ya Allah, kamu tunggu di kamar, biar Ibu ke toko Mang Udin dulu!" Ibu Chintya pun melangkahkan kakinya keluar rumah dengan terburu-buru ketika mendengar putrinya sedang sakit. Padahal, sejatinya putrinya sedang patah hati.
Tok ... tok ... tok, pintu kamar pun kembali ada yang mengetuk.
"Sebentar, Bu!" ucap Alina yang mengira jika itu adalah Ibunya yang hendak memberikan obat untuknya. Ia pun segera membuka pintu kamarnya.
Tubuh Alina terasa membeku ketika melihat seseorang yang ada di balik pintu.
"Mas Bagas, Kau!" Alina ingin menutup kembali pintu kamarnya, ketika melihat kehadiran Bagaskara dihadapannya. Namun, pergerakan Bagaskara lebih cepat dibandingkan dirinya.
Bagaskara semakin mendekatinya, membuat Alina mundur perlahan dan hendak menghindari Abang sepupunya tersebut. Namun, semakin Alina menjauhinya, Bagaskara semakin nekat menghampirinya. Hingga membuat tubuh Alina pun menempel di dinding tembok. Membuat Bagaskara semakin leluasa berbuat sesuka hatinya.
Bagaskara menarik dagu Alina dengan perasaan yang membuncah, antara amarah, nafsu dan cinta kini menguasai dirinya. "Tatap mata ku Alina! kenapa kau meninggalkan ku sendiri di taman? kenapa kau memutuskan temali cinta yang sejak lama kita bina? kenapa tak kau pikirkan perasaan ku yang memang telah terpatri pada mu? jangan salahkan aku jika aku melakukan hal yang tak wajar pada mu!" pungkas Bagaskara dengan manik mata yang memerah mengisyaratkan bahwa dirinya benar-benar sangat murka pada Alina.
"Kau gila Mas!" pekik Alina dengan menghempaskan tangan Bagaskara Ardhana Putra dari dagunya.
"Iya, aku memang gila. Gila pada mu Alina," ucap Bagas dengan mendekatkan wajahnya pada Alina yang tinggal sedikit lagi hampir bersentuhan dengannya.
Hembusan nafas Bagaskara terasa dekat di indera penciuman Alina Cahya Kirani.
Keduanya pun saling beradu pandang, entah mantra apa yang di bacakan oleh Bagaskara ketika manik mata mereka saling bertemu. Sehingga membuat tubuh Alina terasa melayang dan lemah. Alina hampir tumbang dalam pelukan Bagaskara.
Bagaskara tersenyum devil, ia merasa bahagia sebab buhul-buhul cinta yang ia hembuskan lewat mantra-mantra yang di bacanya perlahan mulai merasuki tubuh Alina lewat pandangan mata gadis malang tersebut.
"Aku berhasil menghembuskan buhul-buhul tersebut, tidak sia-sia aku mempelajari ilmu tentang menaklukkan kesombongan wanita dan membuat mereka tergila-gila dan terpesona ketika melihat ku, bagaikan melihat sinar ketampanan Nabi Yusuf!" bathin Bagaskara dengan seringai liciknya.
"Maafkan aku Alina, aku terpaksa mengamalkan ilmu yang aku pelajari dari mendiang ayah ku. Ternyata mantra tersebut benar-benar sakti dan ampuh!" bathin Bagaskara yang mulai terjerat lingkaran syetan dan perdukunan.
Padahal, semasa hidup mendiang Ayahnya Arya Arnenda ilmu-ilmu tersebut hanya di gunakan untuk menolong orang-orang yang sering terkena sihir dan guna-guna. Namun, Bagaskara justru menggunakannya pada jalan yang salah.
Konon, pada tempo dulu orang-orang desa masih kental menggunakan ilmu perdukunan jika ada hal-hal yang berbau mistis menimpa mereka. Belum ada yang mengenal tentang ilmu ruqyah syar'iyyah seperti yang dituntunkan dalam syari'at Islam yakni mengusir kejahatan jin dan sihir dengan ayat-ayat Al Qur'an sebagai penyembuh dari segala penyakit hati yang bersarang di jiwa. Baik penyakit medis maupun non medis, sejatinya semua penyakit bisa disembuhkan dengan lantunan ayat-ayat Al Qur'an jika diamalkan dan di yakini kemujizatannya dengan benar.
Namun, tidak dengan Bagaskara, karena cinta butanya terhadap sosok Alina, membuatnya gelap mata. Mantra-mantra dan ilmu hitam yang ia pelajari dari buku peninggalan ayahnya Arya Arnenda kini ia salah gunakan untuk menjerat Alina sebagai mangsanya.
Perlahan Bagaskara meletakkan tubuh Alina di atas kasur, di pandanginya wajah cantik nan ayu tersebut dengan penuh cinta yang bersarang di hatinya.
"Alina, sungguh ... kau benar-benar sangat cantik dan menggoda," ucap Bagaskara dengan menelusuri pipi mulus dan bibir tipis milik Alina yang membuat Bagaskara semakin mabuk kepayang.
"Selamat bermimpi indah wahai putri tidur ku! setelah ini kupastikan kau akan tergila-gila pada ku dan tak kan bisa melupakan ku, dan yang pastinya lagi tidak akan ada satu pemuda pun yang dapat mencintaimu seutuhnya, apalagi sampai memiliki mu, karena jiwa raga mu telah menyatu dengan ku!" bathin Bagaskara dengan menampakkan senyum devilnya.
Bagaskara melangkah pergi meninggalkan Alina sendiri di dalam kamar, sebab ia khawatir bibi Chintya, ibunya Alina tiba-tiba memergoki keberadaannya di dalam bilik kamar putrinya.
"Alhamdulillah, selamat! ternyata bibi Chintya belum pulang dari toko," ucap Bagaskara pelan, dengan kalimat pujian yang di bumbui kemunafikan yang membakar jiwa mistisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
iklan dulu ya kak, kopinya nyusul😁😁
2023-11-19
2
Nenieedesu
semangat kak
2023-06-10
2
Queen lovers ♡
semangat lagi nya nulisnya kakak
2023-04-01
2