Wasir

"Makasih kak..." ucap Tiara setelah turun dari motor Rafkha. Dia segera meninggalkan Rafkha begitu saja tanpa peduli tatapan tajam dari pemuda itu. Sudah hal biasa bagi Tiara dan itu tak membuatnya heran.

Tiara pun tak terlalu memusingkan dengan sikap Rafkha, hanya terkadang kesal tapi setelahnya biasa saja.

"Tiara!" seru Lily yang sudah duduk di bangkunya.

Tiara tersenyum kemudian duduk di hadapan mereka, "kenapa?"

"Tumben....nggak bisa cabut loe ya gara-gara di jemput Kak Rafkha?" Lily terkekeh melihatnya.

"Tuh loe tau kakak loe rese dech, minta gue cipoook bolak balik!" jawab Tiara ngasal.

"Itu kakak loe juga! makanya jangan badung-badung jadi cewek! bengal sich loe! Bolos terus kerjaan loe, di jaga ketat kan loe sama kak Rafkha!"

Tiara mendengus kesal, jam pertama matematika dan dia belum mengerjakan PR karena semalam sibuk main game. Tiara mengulum senyum saat otaknya kembali berfungsi dengan baik namun gerak geriknya dapat di tangkap oleh Lily.

"Ngerencanain apa loe?"

"Gue butuh bantuan loe! bilang sama Pak botak kalo perut gue lagi nggak beres dan gue di UKS bolak balik WC!" ujar Tiara.

"Gila loe! nggak akh...ngibul mulu hidup gue gara-gara loe, kalo mati gue nggak mungkin ngajak loe masuk liang bareng Tiara!" tolak Lily.

"Vero udah nunggu gue di luar gerbang, gila aja loe kalo gue nggak dateng! itu anak auto ngamuk donk sama gue!"

"Pacaran loe toxic tau nggak?" sewot Lily, dia tidak suka akan hubungan keduanya. Hubungan yang berujung di ruang BK dan panggilan pada orang tua.

"Terserah loe dech? pokonya bilang sama tuh guru kalo gue wasir!" seru Tiara kemudian melangkahkan kaki kembali menuju gerbang sebelum bel masuk berbunyi.

Tiara berlari keluar gerbang tanpa membawa tas, dia hanya membawa ponsel dan beberapa uang lembaran yang ia selipkan di dalam casing ponselnya.

"Mampuuus kalo sampe gue ketauan lagi, ini udah surat peringatan ke dua dan nggak mungkin gue bakal dapat surat peringatan lagi dari sekolah. Yang ada beneran aja gue bakal di kawinin sama Papah!"

"Sayang...." panggil Vero dengan nada lirih, ia segera menarik tangan Tiara untuk segera masuk ke dalam mobil.

"Kamu nich, kenapa harus kabur dari sekolah. Biasanya juga kita cuma bolos ke kantin. Ribet nanti masuknya lagi tau nggak!"

"Kita balik pas jam pulang dan kamu tenang aja, nggak perlu khawatir akan ketauan!" Vero melajukan mobilnya dan meninggalkan sekolah. Entah ia akan membawa Tiara kemana yang jelas ia ingin mengajak Tiara ketempat yang belum pernah Tiara kunjungi.

"Bertingkah!" gumam seorang pria yang kini berdiri di balik gerbang sekolah.

Vero terus melajukan mobilnya dan Tiara hanya santai dengan ponselnya tanpa perduli ke arah mana Vero membawanya. Hingga mobil memasuki kawasan bangunan tinggi menjulang di tengah kota dan berhenti di area basemen.

"Ayo turun!"

"Eh emang udah sampai?" tanya Tiara, ia menelisik sekitar dan hanya menemukan deretan mobil yang berjejer rapi.

"Kenapa parkir di sini? Ini dimana?" Tiara menatap intens pria yang ada di hadapannya.

"Apartemen gue!"

"Ngapain?" tanyanya lagi.

"Have fun biar nggak mikirin soal matematika terus. Ayo!" Vero keluar kemudian membukakan pintu mobil sebelah Tiara.

Tiara terdiam menatap Vero dengan tatapan menyelidik. Kemudian turun tapi tak untuk melangkah mengikuti Vero begitu saja. Ia menarik tangan Vero hingga berbalik menatapnya.

"Kenapa sayang?"

"Loe nggak lagi mau macem-macemin gue kan?" tanya Tiara lagi.

"Loe mikir apa sich? kita kan emang biasa macem-macem."

Tiara menarik nafas dalam sebelum akhirnya mengikuti langkah Vero memasuki area apartemen hingga berhenti di depan salah satu unit.

Tiara menggigit bibir bawahnya sebelum memasuki tempat yang pintunya sudah di buka oleh Vero. Keraguan menyelimutinya, sejenak ia mengingat akan kedua orangtuanya. Apa lagi ia sangat dekat dengan Papah.

"Ver...." lirih Tiara.

"Ayo...nggak ada orang di sini, jadi loe tenang aja."

"Justru nggak ada orang gue jadi nggak tenang." Batin Tiara, tapi untuk pergi dari sana pun Tiara tak tau jalan karena ia tadi tidak memperhatikan Vero membawanya ke arah mana.

Setelah konflik batin yang ia rasakan akhirnya ia memasuki unit itu. Melihat tatanan yang rapi di dalamnya, apartemen dengan gaya minimalis di lengkapi dengan satu kamar tidur.

"Mau minum apa sayang?" Vero mempersilakan Tiara untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Air putih aja Ver," jawabnya kemudian mendudukkan dirinya. Tiara berusaha untuk tenang dan membuang pikiran buruk tentang Vero. Ia tersenyum saat Vero kembali dengan membawa satu botol air mineral dingin dan dua gelas di dalam nampan.

"Gue pesan makan ya, laper..."

Tiara menganggukkan kepala kemudian merebahkan dirinya di sofa dengan memperhatikan Vero yang sedang memesan makan via aplikasi.

"Mau makan apa?" tanyanya kemudian duduk mendekati Tiara.

"Apa aja," Tiara sedikit bergeser dan terus memperhatikan Vero.

"Ngeliatnya jangan gitu, nanti makin cinta loh!"

"Pedenya," jawab Tiara membuang muka.

Tiara terkesiap saat merasakan tangannya di genggam dengan lembut oleh Vero. Gadis itu menatap wajah Vero yang sedikit berubah dengan mata menatap begitu dalam.

"Ver...."

"Eheem....kita tunggu makanannya datang ya," Vero membelai surai hitam milik Tiara dengan sayang. "Maaf cuma bisa ngajak loe kesini, karena di sini tempat aman buat kita bolos."

Tiara tersenyum kemudian menganggukkan kepala. "Nggak apa-apa Ver, di sini nyaman."

Vero tersenyum mengunci pandang dan menggenggam tangan Tiara dengan erat. Mulai mengikis jarak membuat Tiara sedikit gugup. Dia bukan gadis yang tak mengerti akan apa yang akan Vero lakukan setelahnya.

Tiara memundurkan tubuhnya sedikit demi sedikit, menghindari gerakan Vero yang semakin mendekat hingga sulit bagi Tiara mengatur jarak.

"Vero..."

"Sedikit aja sayang, selama pacaran kita belum pernah kan?" Tatapan Vero semakin dalam menghipnotis hingga pergerakan Tiara melemah. Tiara pun sudah tak bisa lagi memberi jarak karena posisinya sudah di ujung sofa.

Vero menatap bibir ranum yang tipis menggoda, sudah lama semenjak awal memulai hubungan dengan Tiara tepatnya tiga bulan yang lalu, ia ingin sekali sekedar untuk mencicipi. Tapi belum berani karena Tiara cukup sulit di dekati apa lagi jika sudah ada pawangnya yang menjaga. Tak akan ada celah hanya untuk sekedar menggenggam tangan.

Jarak semakin tipis bahkan hanya sejengkal lagi bibir keduanya bertemu. Tubuh Vero sudah semakin dekat dan terus mengikis jarak.

Tiara mencengkeram roknya saat nafas Vero begitu hangat terasa bahkan ia tak mampu lagi menatap mata Vero yang semakin berkabut gairah.

"Papah....maaf...."

Tok

tok

tok

Mata Tiara kembali terbuka ketika suara ketukan pintu terdengar dari luar. Sedangkan Vero mengeram menundukkan kepala kemudian beranjak dari sana.

"Sebentar ya makanan sudah datang, aku ambil dulu."

"Hhmm..."

cklek

Bugh

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Yezzzz itu pasti Rafkha yang datang..Bener kata Lily,hubungan kalian toxic,Harusnya jadi Cowok tuh jagain ceweknya,Ajarin yg benar-benar aja,Bukannya ngajarin hal yg menyimpang kek gini..

2024-12-18

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Kenapa Feeling mengata kan Kalo Vero ini bukan Cowok yg baik2..Pasti yg ngeliat Tiara kabur tadi itu Rafkha kan? Semoga Rafkha cepat dtg nolongin Tiara,Kalo bemer di apa apain sama Vero..

2024-12-18

0

Ima Kristina

Ima Kristina

Tiara agak bar bar nurun sifatnya papa Dika tuh

2024-12-28

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!