Satu bulan setelah kelulusan, Zea yang awalnya berencana untuk kuliah harus merelakan impiannya karena sang ibu tiri sama sekali tidak memberinya izin dan menyuruhnya untuk bekerja.
Ia terpaksa bekerja karena sama sekali tidak diberi uang setelah tidak sekolah. Padahal ia mengetahui bahwa santunan dari tempat kerja sang ayah sebenarnya juga menjadi haknya karena merupakan putri kandung.
Namun, ia yang sama sekali tidak mendapatkan sepeserpun, hanya diam tanpa marah atau mengungkit masalah uang santunan tersebut karena tidak ingin sang ayah yang sudah tenang di surga menjadi sedih karena memperebutkan masalah uang.
Bahkan Zea berpikir jika meminta uang santunan dari kecelakaan yang menimpa sang ayah hingga meninggal dunia, membuatnya merasa bersalah karena seolah menukarkan nyawa pria yang sangat dicintainya itu dengan uang.
Hal itulah yang membuatnya berpikir lebih baik bekerja daripada merasakan uang yang membuat ayahnya meninggal. Seperti hari ini,
Zea melangkahkan kaki cepat menuju sebuah restoran dan sudah menjadi tempat ia bekerja.
Dua bulan sudah sejak pembicaraannya dengan Reni tentang keinginannya untuk kuliah. Namun, di sinilah ia, bukan di kampus, melainkan sebuah restoran mewah yang terkenal. Zea bekerja sebagai seorang waiters di sebuah restoran yang lokasinya cukup jauh dari rumah.
Sigap gadis itu memakai seragam setelah tiba di restoran. Lalu, kembali melakukan kegiatan yang telah menjadi rutinitasnya beberapa waktu ini.
"Heh, cewek culun itu, kok betah banget, sih sama penampilannya. Gue aja gedeg ngeliatnya," ujar salah seorang teman kerja Zea dengan tatapan kesal.
Entah kenapa semua orang selalu mempermasalahkan dan membenci penampilan Zea yang selalu dikucir dua rambutnya dan terlihat sangat cupu serta culun.
Sementara Zea merasa nyaman seperti itu. Di mana saja selalu seperti itu dan tidak pernah mempedulikan penampilannya karena baginya, asal bekerja dengan baik, penampilan sederhana bukanlah masalah baginya.
Zea hanya berkosentrasi bekerja tanpa memperdulikan pikiran serta tatapan para rekan kerjanya di restoran yang enggan untuk berteman dengannya.
'Fokus saja bekerja dan yang paling penting adalah bisa gajian, Zea. Ingat bahwa kau sama sekali tidak dikasih uang jajan lagi oleh mak lampir itu dan harus berusaha keras untuk bertahan hidup dengan tenagamu sendiri,' gumam Zea yang saat ini tengah sibuk membersihkan meja bekas pelanggan dan berjalan ke belakang.
Sementara itu, seorang pria tampan berpenampilan executive baru saja memasuki sebuah restoran bintang lima di Jakarta.
Pria dengan paras rupawan serta tubuh proporsional yang tak lain bernama Aaroon Nadhif Jonatan itu melangkah penuh percaya diri.
Senyuman menawan tidak henti-hentinya terpancar di wajah tampannya. Hari itu adalah hari paling menyenangkan dalam hidupnya karena ia telah merancang sebuah lamaran romantis untuk tunangannya di restoran itu.
Aaron berjalan menuju meja yang telah direservasi dan kini diantar manajer restoran. Ia cukup terkenal karena parasnya yang tampan dan juga sebagai pelanggan VVIP.
Setelah mengantarkan Aaron, manajer itu memandang ke kiri dan ke kanan mencari bawahannya.
"Zea!" teriak manajer melambaikan tangan ke udara.
Zea yang baru saja keluar dari kamar mandi, segera berlari kecil ke arah si manajer.
"Ada apa, Pak?" tanyanya sopan dengan membungkukkan sedikit tubuhnya.
"Kamu lihat pria itu?" tunjuk manajer ke arah Aaron dan Zea pun mengarahkan pandangannya ke sana. "Layani dia dengan sebaik mungkin. Jangan membuat kesalahan karena dia orang yang sangat perfeksionis."
Zea tampak mengangguk paham.
"Ingat! Jangan buat kesalahan sekecil apapun. Jika tidak, kau akan menerima konsekuensinya!" tegas pria itu penuh penekanan.
Tentu saja ia tidak ingin nama baik restoran itu rusak karena karyawan barunya.
Zea membawa minuman ke meja tamu VVIP itu dengan gugup. Sembari berjalan, ia menarik napas dalam untuk mengurangi rasa gugupnya.
Tanpa sadar Zea menuangkan air sambil melirik ke arah tamu yang dilayaninya. Gadis itu terpana akan ketampanan pria di hadapannya, hingga tidak menyadari bahwa gelas telah penuh dan akhirnya membasahi taplak meja.
"Hei, apa yang kau lakukan!" teriak Aaroon saat menyadari meja telah basah.
"Ah, maaf," ucap Zea panik.
Namun, karena terkejut, ia justru menyenggol gelas itu hingga menumpahkan isinya ke baju Aaroon. Membuat gadis itu semakin bertambah panik saja.
Perbuatan Zea yang sangat ceroboh tentu saja membuatnya menjadi pusat perhatian di restoran.
Sementara itu, perasaan Aaron yang awalnya sangat baik dan berencana untuk menikmati capuccino di restoran seketika berubah buruk moodnya. Dengan mengarahkan tatapan tajam penuh kilatan amarah pada pelayan restoran yang baru saja membuat kemejanya basah.
"****! Apa kau bodoh! Ah, kenapa restoran seelit ini mempekerjakan orang ceroboh sepertimu. Hari ini adalah hari yang penting, tapi kau malah menghancurkan mood-ku."
Tubuh Zea bergetar karena ketakutan. "Saya minta maaf, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja."
Aaroon berdecih kesal, menatap remeh ke arah Zea yang tengah ketakutan. "Kau pikir dengan minta maaf semuanya adalah beres, hah? Lagipula kenapa orang kampungan sepertimu bisa bekerja di sini? Sangat tidak cocok dengan citra restoran yang mewah ini."
"Ma-maaf, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja," lirih Zea dengan wajah penuh penyesalan.
'Dasar bodoh! Karena pertama kali melihat seorang pria tampan dengan pahatan sempurna sepertinya, membuatku melakukan kesalahan fatal. Semoga aku tidak dipecat dari restoran karena melakukan kesalahan yang tidak kusengaja,' gumam Zea yang saat ini berjenggit kaget mendengar suara bariton dari sang manager perusahaan.
"Zea!"
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 263 Episodes
Comments