Enam bulan yang lalu....
Seorang gadis berpenampilan khas kutu buku dengan rambut dikuncir dua, baju yang kebesaran, serta kacamata besar yang bertengger di wajah yang sebenarnya cantik, tetapi tertutup oleh penampilannya yang cupu.
Gadis yang tak lain adalah Zea Sadiya merupakan gadis manis yang sangat pendiam. Gadis itu bangun lebih pagi dibandingkan semua penghuni rumah untuk melakukan pekerjaan rumah sebelum berangkat ke sekolah.
"Heh, nasi gorengnya udah jadi belum? Nanti ayahmu keburu bangun!" hardik seorang wanita paruh baya yang merupakan ibu tirinya.
Zea terlonjak kaget saat ibu tirinya tiba-tiba saja berteriak di belakangnya hingga membuat spatula yang dipegangnya hampir terlepas dari genggamannya.
"Ma-maaf, Bu, tadi piring kotornya banyak jadi ...."
"Halah, jangan banyak alasan kamu!" Wanita itu mengangkat tangannya ke udara, bersiap untuk memukul Zea lagi.
Zea sudah bersiap dengan menutup mata. Namun, yang didapatnya sebuah elusan lembut. Gadis itu membuka mata dan menatap ibunya dengan heran.
"Zea ... Ibu, kan, sudang bilang. Enggak usah bikin nasi goreng, Sayang. Nanti kamu telat, loh, ke sekolahnya," ucap Reni dengan suara yang lembut.
Ah, andai saja ibu tirinya memang benar sebaik dan selembut itu, tentu Zea akan sangat bahagia. Terlebih ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
Namun, semua itu hanya sandiwara belaka. Gadis itu yakin, pasti ayahnya sedang melihat mereka, karena itulah sikap ibunya berubah.
Ya, persis seperti di cerita-cerita tentang ibu tiri lainnya, di novel maupun dongeng. Meski telah menyandang gelar ibu, tetap saja mereka berlaku buruk saat tidak ada yang melihatnya.
Kini, terlihat seorang pria paruh baya melangkah mendekati mereka.
"Wah, anak papa pintar sekali. Papa enggak pernah tahu kalau kamu bisa masak nasi goreng. Tapi benar kata ibumu, nanti kamu bisa terlambat ke sekolah, loh," ujar Abraham memeluk lembut bahu anaknya.
Reni meraih tangan suaminya dan menuntun ke arah meja makan. Kini mereka duduk berdampingan, sedangkan Zea menyelesaikan kegiatan memasaknya.
'Andai papa tahu, kalau selama ini aku yang memasak dan melakukan semuanya. Apa papa akan marah?' batin Zea tertunduk sedih.
"Aku sudah bilang seperti itu, Mas, tapi Zea ngotot. Katanya dia kasihan melihat aku mengerjakan semua pekerjaan rumah semenjak Sumi pulang kampung." Reni memberikan alasan yang sangat masuk akal bagi siapapun yang mendengarnya.
"Zea sayang sekali, ya, sama Ibu."
Abraham menatap sang istri dan anaknya bergantian. Sangat bahagia melihat keduanya tampak rukun dan saling menyayangi. Padahal sebelumnya ia khawatir karena Zea anak yang pemalu dan tidak mudah akrab dengan orang lain.
"Iya, Mas. Zea memang anak yang baik, aku beruntung punya anak seperti dia."
Abraham sangat senang karena Reni selalu memperlakukan Zea seperti anak kandungnya sendiri.
Nasi gorengnya telah jadi, Zea pun meletakkannya pada sebuah mangkok kaca yang berukuran besar, lalu membawanya ke meja makan. Tadi gadis itu sudah menata piring dan peralatan makan lainnya. Bahkan, telur dadar dan ayam gorengnya pun sudah tertata rapi di sana.
"Ini buatan Zea juga?" tanya Abraham menunjuk telur dadar dan ayam goreng di hadapannya.
"Itu ...."
Zea tidak sempat melanjutkan perkataannya karena dipotong oleh sosok wanita yang saat ini tengah berakting di depan sang ayah.
"Tentu saja itu aku yang masak, Mas. Tadi Zea kasihan melihatku, makanya ia menawarkan diri untuk membuat nasi gorengnya. Coba, deh, Mas. Enak enggak?" Reni tidak memberikan kesempatan kepada Zea untuk mengatakan semuanya. Suaminya bisa marah kalau tahu anaknya yang memasak semua.
Wajah Reni berbinar saat mendapat jempol dari sang suami.
"Aku enggak tahu kalau istriku ternyata jago masak," puji Abraham kepada sang istri.
Ya, selama ini semua pekerjaan rumah tangga memang dikerjakan oleh bi Sumi. Asisten rumah tangga mereka yang pulang kampung sejak tiga minggu yang lalu.
"Ah, Mas, bisa saja. Itu, kan, sudah kewajiban seorang istri, Mas. Aku jadi malu."
"Sepertinya penyakit suami Sumi parah, jadi bagaimana kalau kita mencari penggantinya?" Abraham memberi usul karena tidak ingin pekerjaan rumah terbengkalai.
"Enggak usah, Mas, biar aku saja yang mengerjakan semuanya. Lagian ada Zea dan Aurora yang bisa bantu aku," tolak Reni dengan lembut.
Ia tentu ingin mencari muka di depan suaminya sekaligus ingin menghemat uang belanja karena jika membayar pembantu, pasti uang jatah satu bulan dari suami akan berkurang.
Zea tersenyum kecut mendengar perbincangan kedua orang dewasa itu. Bukan ibu tirinya, tetapi ia yang harus mengerjakan semuanya.
Sebenarnya ia sangat muak sekarang, tetapi harus bersandiwara seolah-olah semuanya baik-baik saja. Ia baru saja akan duduk dan memakan nasi goreng buatannya, tetapi tidak jadi karena perkataan ibu tirinya.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 263 Episodes
Comments
A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿
tiga iklan meluncur untuk cerita yang menarik ini👍
2023-02-18
2