Mengendap-Endap

Esok paginya Chiara kembali mengendap-endap saat pagi buta. Ibunya mungkin baru akan bangun tiga puluh menit lagi untuk mulai memasak bagi keluarganya. Sebelum ia menjadi pesuruh ibunya dan harus terjebak di dapur, Chiara harus segera keluar dari rumah.

Chiara sudah hampir menyentuh pegangan pintu ketika mendadak suara ibunya terdengar memanggil-manggil namanya dari lantai dua. Chiara mengumpat dalam hati, lantas buru-buru membuka pintu depan rumahnya, tanpa peduli suara derit yang memecah keheningan dini hari itu. Chiara menyelinap pergi tanpa menoleh lagi. Jalanan masih sepi dan kabut tipis menyelimuti. Hawa dingin menyeruak dan membuat Chiara merapatkan bajunya yang tipis.

Di belakang punggungnya, tiba-tiba pintu rumahnya kembali terbuka, memunculkan wajah sang ibu yang langsung berteriak-teriak memanggil namanya. Chiara sama sekali tidak menoleh, memutuskan untuk pura-pura tidak mendengar teriakan ibunya dan justru berjalan semakin cepat menyusuri kota yang masih sepi. Ibu Chiara akhirnya menyerah dan membiarkan putrinya pergi tanpa berpamitan. Mungkin ia akan menemui Rein lagi. Dan tentu saja itu sama sekali bukan masalah besar. Justru bagus kalau Chiara bisa dekat dengan putra satu-satunya pewaris rumah lelang yang kaya.

Chiara tentu tidak sepemikiran dengan ibunya. Bagi Chiara, hubungan semacam itu bukanlah prioritas. Cinta hanyalah sebuah sensasi sementara yang hanya membuat hidup seseorang semakin rumit. Hati manusia mudah berubah, dan Chiara sedikitpun tidak percaya pada hubungan semacam itu. Baginya, yang paling penting adalah uang dan kekayaan. Jika punya uang, orang bisa melakukan apa pun yang diinginkan. Karena itu tidak ada yang lebih penting bagi Chiara selain mengejar kekayaan.

Setelah berjalan beberapa saat membelah hawa dingin, Chiara pun sampai di tempat yang ditujunya. Matahari baru mengintip di ufuk timur. Langit masih pucat diselimuti awan tebal yang sepertinya menunjukkan akan datanganya hujan siang nanti. Chiara hanya mengenakan gaun tipis lusuh yang sudah agak kekecilan. Gaun yang sebenarnya sudah tidak layak disebut gaun. Hanya rok cokelat yang sudah pudar warnanya. Rok itu sudah dia gunakan sejak lima tahun silam. Kini panjangnya sudah tidak bisa lagi menutupi seluruh kaki Chiara. Beruntung gadis itu tidak tumbuh terlalu pesat. Chiara tergolong mungil untuk ukuran perempuan seusianya. Mungkin karena asupan gizi yang tidak seimbang. Ibunya tentu saja memprioritaskan makanan untuk saudara-saudara lelakinya.

Akan tetapi Chiara tidak peduli. Tidak masalah baginya kalau dia bertubuh mungil atau kurang gizi. Justru hal yang seharusnya dia syukuri adalah kemampuan berjudinya yang mungkin menurun dari sang ayah. Dan karena itu, kini Chiara bisa mengumpulkan uang dengan cerdik tanpa ketahuan. Ia sudah berada di pintu belakang toko barang antik milik Rein. Pintu belakang itu tersembunyi di gang gelap yang berbatasan dengan bangunan lain, sama sekali tidak terlihat oleh orang biasa.

Chiara merogoh kantongnya dan menemukan sebuah kunci kecil untuk membuka pintu. Tanpa berlama-lama, gadis itu pun menancapkan kuncinya dan pintu terbuka. Bagian bekalang toko barang antik itu merupakan gudang yang menyimpan benda-benda paling mahal di tempat itu. Biasanya benda-benda ini tidak dipajang di etalase luar karena khusus dijual pada saat lelang.

Chiara membelah ruangan dengan hati-hati tanpa menimbulkan banyak suara. Toko itu masih tutup dan sepi. Gadis itu segera melesat menuju ruang rahasia untuk berganti pakaian dan mengenakan penyamarannya. Mendadak sebuah suara erangan malas terdengar begitu Chiara menutup pintu rahasia. Rasanya jantung Chiara seperti mau melompat keluar saking terkejutnya.

“Kau datang pagi sekali? Apa aman bepergian jam segini? Diabos mungkin masih berkeliaran di luar. Sebaiknya lain kali kau bisa keluar rumah setelah matahari benar-benar sudah terbit sempurna,” gumam sebuah suara yang terdengar seperti baru bangun tidur.

Chiara yang akhirnya berhasil menguasai diri, menoleh ke tengah ruangan dan mendapati Rein duduk di atas sofa panjang dengan kedua mata menyipit karena udara pagi yang terlalu pedih untuk orang yang baru terbangun. Selimut tebal dari bulu angsa menutup separuh tubuhnya, sementara rambut pemuda itu pun masih acak-acakan. Chiara berjalan mendekat sembari menarik napas panjang.

“Kenapa kau tidur di toko? Apa ayahmu tidak mencarimu?” tanya Chiara yang segera menyambangi meja riasnya yang memiliki kaca oval besar.

“Aku merasa bersalah pada ibumu gara-gara semalam. Beliau mengkhawatirkanmu, tapi aku justru berbohong padanya. Jadi aku ingin tahu bagaimana kegiatanmu sebenarnya di kasino itu. Ngomong-ngomong aku serius soal diabos itu. Jam segini masih rawan terjadi serangan diabos,” tandas Rein serius.

Diabos adalah sebutan untuk roh jahat pemangsa manusia. Sudah sejak Chiara kecil, kisah tentang diabos ini menjadi teror bagi masyarakat Valas. Mereka adalah makhluk gelap yang berkeliaran setiap malam untuk mencari mangsa, yang tidak lain adalah manusia hidup. Karena itu seluruh kota selalu dilputi ketakutan setiap malam. Tidak ada orang yang berani keluar rumah, dan segala kegiatan manusia hanya terjadi di siang hari. Padahal konon katanya, kota Valas ini dulunya adalah sebuah kota Festival, dimana seluruh hingar bingar keindahan pesta selalu mewarnai malam-malam di Valas. Kini seluruh penduduk hanya dicekam oleh ketakutan setiap malam.

“Sepanjang sudah ada cahaya matahari, setipis apa pun, tidak akan ada diabos yang berani muncul, Rein. Kau juga tahu itu. Berhentilah mengomel seperti ibuku,” protes Chiara yang sudah mulai berdandan tebal.

“Dasar keras kepala,” gumam Rein sembari bangkit dari sofa. Sambil mengusap-usap kepalanya, pemuda itu pun mulai berjalan ke kamar mandi. “Aku harus berdandan seperti apa untuk bisa masuk kasino? Meskipun uangku banyak, tapi aku tidak pernah masuk ke sana,” lanjut Rein dengan polos.

Serta merta Chiara menatap Rein dengan ekspresi dramatis. “Kau mau kemana?” tanyanya tak percaya.

“Kasino. Bersamamu. Kenapa?” Rein balas bertanya tanpa rasa bersalah.

Chiara segera mengernyitkan keningnya seolah kata-kata Rein adalah kalimat paling mengganggu yang pernah dia dengar. “Untuk apa? Jangan bertingkah aneh-aneh, Rein,” kata Chiara sembari berdecih kesal.

“Apa masalahnya? Aku tidak akan menggnggumu. Aku juga ingin mencoba rasanya berjudi. Aku punya cukup uang untuk melakukannya,” timpal Rein sembari berkacak pinggang.

“Urusi saja urusanmu sendiri, Rein. Jangan mengusikku,” desah Chiara lelah.

“Bagaimana bisa aku tidak mengurusimu sementara kau selalu melibatkanku dalam scenario kebohongan ini? Setidaknya kalau aku melihat bagaimana kau bekerja, aku bisa memutuskan untuk mendukungmu atau tidak di masa depan,” ujar Rein beralasan.

“Jadi kau mengancamku sekarang?” tantang Chiara semakin kesal.

“Terserah bagaimana kau mau memahami kata-kataku,” sahut Rein sembari mengangkat bahu. “Aku akan tetap mengikutimu seperti hantu, sekalipun kau mencoba mencegah. Ini adalah bentuk tanggung jawabku terhadap orang tuamu,” kata Rein yang lantas melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.

“Dasar konyol,” umpat Chiara geram.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!