Pukul tujuh tepat, makan malam di kediaman keluarga Rein pun dimulai. Rein hanya tinggal dengan ayahnya karena sang ibu sudah meninggal sejak Rein berusia tujuh tahun. Ayahnya yang gila kerja sama sekali tidak berminat untuk menikah lagi, dan hal itu mengakibatkan Rein menjadi anak tunggal tanpa saudara kandung. Karena suasana rumahnya yang sepi, sesekali ayah Rein mengundang keluarga Chiara untuk makan bersama. Rumah mewah dan luas keluarga Rein pun akhirnya diramaikan oleh suara gurauan atau rengekan adik-adik Chiara.
Kadang Chiara merasa begitu iri pada Rein karena pemuda itu seolah memiliki segalanya. Hidupnya berkecukupan, punya ayah yang baik dan puluhan pelayan yang memenuhi segala kebutuhannya. Bahkan ia juga punya toko barang antik sendiri untuk menyalurkan hobinya mengoleksi benda-benda berharga.
Akan tetapi seiring perkenalan Chiara dengan Rein, gadis itu tidak lagi merasa iri. Rein sama kesepiannya dengan Chiara. Ayahnya sangat sibuk, sementara para dayang sama sekali tidak bisa dipercaya. Beberapa kali dalam setahun, Rein selalu mengalami percobaan pembunuhan. Banyak orang mengincar keluarganya karena kekayaan yang melimpah. Rein tidak bisa mempercayai siapa pun, termasuk pelayannya atau teman-teman sebayanya yang lain. Satu-satunya orang yang dia percaya hanyalah Chiara.
Atas alasan itulah mereka Chiara akhirnya menjadi dekat dengan Rein hingga memberitahunya mengenai kegiatan berjudinya di kasino. Rein tidak pernah melarang Chiara melakukan aktifitas itu. Alih-alih pemuda tersebut justru membantunya dengan memberikan tempat perlindungan rahasia di toko antik. Rein juga selalu dengan senang hati membiarkan Chiara menggunakan namanya sebagai alasan keluar rumah. Satu-satunya orang yang paling bisa diandalkan Chiara di dunia ini hanyalah teman kecilnya itu.
“Rein, terima kasih karena telah menemani Chiara sepanjang pagi tadi. Kau bahkan repot-repot memberinya hadiah padahal anak itu kerjanya hanya mengacau saja,” kata ibu Chiara tiba-tiba.
Meja makan panjang dengan tujuh pasang kursi saling berhadapan itu pun langsung lengang. Semua orang memperhatikan Rein, menunggu jawaban pemuda itu. Rein melirik Chiara dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Chiara berlagak tenang meski dalam hatinya begitu panik. Gadis itu hanya bisa memberi kode lewat tatapan mata, berharap Rein bisa membaca pikirannya.
Katakan aku bersamamu seharian tadi. Kau memintaku membantu membersihkan toko. Batin Chiara sembari melotot menatap Rein, berharap pemuda itu bisa mengetahui isi pikirannya.
Akan tetapi Rein tentu saja tidak punya kemampuan telepati seperti yang diharapkan Chiara. Pemuda itu hanya mampu berdehem canggung untuk mengulur waktu dan memikirkan alasan yang biasanya dilontarkan Chiara.
“Tentu saja, Bibi. Sejak pagi pelanggan terus-terusan datang hingga aku kewalahan. Karena itu aku meminta Chiara datang dan membantuku melayani mereka. Kau tahu, untuk menilai benda-benda antik, kita tidak bisa hanya mempercayai para pelayan,” kata Rein kemudian.
Chiara mendesis panjang sambil bergumam pelan. “Dasar bodoh,” desisnya dalam bisikan yang nyaris tak terdengar.
“Bukannya kalian tadi merapikan toko dan memasang etalase baru? Memangnya itu bisa dilakukan saat ada banyak pelanggan?” tanya ibu Chiara sekali lagi.
Otomatis Rein menatap Chiara yang sudah balas memelototinya. Mulut kecil Chiara sudah berkomat-kamit menggumamkan beragam umpatan tanpa suara. Rein hanya bisa mengangkat bahunya dengan samar-samar sambil memasang ekspresi yang seolah berkata ‘Mana kutahu kau mengarang alasan itu?’.
“Iya, benar, Bibi. Chiara memang awalnya datang untuk membantu memasang etalase. Lalu setelah semua selesai toko kami langsung dipenuhi para pembeli,” kilah Rein mencari-cari alasan.
“Thomas bilang seharian tadi tidak ada orang yang datang selain lima preman dari kasino. Kenapa mereka selalu mengganggu toko kita.” Mendadak ayah Rein turut berbicara menyampaikan laporan yang sudah dikirim oleh butler keluarga mereka. Thomas biasanya berkunjung untuk mengecek toko sehari sekali untuk melihat pembukuan dan keadaan toko.
Kau memberi tahu Thomas kalau orang-orang dari kasino datang ke tokomu? Tidak sekalian kau beri tahu saja kalau mereka mengejarku? Ujar Chiara dalam bahasa tatapan pada Rein.
Kali ini, entah bagaimana Rein bisa memahami maksud ekspresi wajah Chiara yang memelototinya dengan tajam.
Aku memberitahunya karena aku mengeluarkan stampel kerajaan. Dia bertanya dan aku menjawab begitu saja tanpa berpikir. Sahut Rein juga menggunakan bahasa tatapan mata sambil kembali mengangkat bahu.
Lanjutkan kebodohanmu, Reinhart Gillian. Desis Chiara dalam hati lantas mengakhiri kontak mata mereka.
Maafkan aku. Itu kata-kata terakhir Rein sebelum Chiara mengalihkan pandangannya.
“Sepertinya anak-anak menyembunyikan sesuatu dari kita. Orang dewasa jangan terlalu mengurusi urusan anak muda. Asal mereka tidak membuat masalah, biarkan saja,” kata ayah Rein kemudian.
“Anda benar. Asal Kara bersama Rein, tentu saja saya tidak akan terlalu khawatir,” ucap ibunya kemudian diikuti anggukan setuju oleh suaminya.
Chiara mendesah lega. Akhirnya masalah selesai tanpa menimbulkan keributan besar. Lain kali Chiara harus ingat untuk berdiskusi dengan Rein tentang alasan kepergiannya. Jadi hal semacam ini tidak perlu terjadi lagi.
Ahirnya setelah selesai menyantap hidangan utama berupa kalkun panggang, hidangan penutup pun disajikan. Sorbet nanas yang dingin dengan hiasan potongan buah yang segar. Chiara tidak terlalu berselera untuk menyantap makanan penutup. Ia terbiasa makan sedikit-sedikit karena di rumahnya sendiri, ia harus berbagi makanan dengan ketiga adik laki-lakinya. Sepertinya karena itu kapasitas lambung Chiara semakin lama semakin kecil.
Gadis itu hanya menusuk-nusukkan sendok desertnya ke sorbet nanas itu tanpa menyuapnya sekalipun. Rein yang melihatnya langsung tahu kalau Chiara sudah tidak berselera. Pemuda itu pun meletakkan sendoknya sendiri dan menunjukkan bahwa dia sudah selesai makan.
“Ayah, aku sudah selesai. Bolehkan aku membawa Kara untuk membaca di perpustakaan? Kebetulan ada barang baru yang kami minati di toko. Aku ingin mendiskusikannya dengan Kara sambil mencari sumber informasi dari perpustakaan,” pinta Rein memohon ijin.
Chiara mendongak menatap sahabatnya yang langsung dibalas dengan kedipan jahil. Sepertinya ini bentuk permintamaafan Rein terhadap kelalaiannya tadi. Setidaknya Chiara bisa kabur dari kewajiban menghabiskan makanannya.
“Ya, pergola. Apa kau sudah selesai makan, Kara?” tanya ayah Rein berbalik menanyai Chiara.
Gadis itu buru-buru mengangguk sopan menanggapi. “Sudah, Tuan. Saya sudah kenyang,” jawab Chiara sembari meletakkan sendoknya dengan hati-hati.
“Kalau begitu bersenang-senanglah kalian. Biarkan pelayan membawakan camilan dan the ke perpustakaan,” lanjut sang tuan rumah sembari melambai pada pelayannya.
Seorang pelayan perempuan berseragam hitam dengan apron putih segera mengangguk dan meninggalkan ruang makan untuk menyiapkan kue dan teh bagi Rein dan Chiara. Sementara itu mereka berdua sudah bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan ruang makan setelah berpamitan dengan sopan.
“Alasanmu keterlaluan, Kara. Bagaimana bisa kau membuatku seperti majikan jahat yang menyuruh-nyuruhmu membersihkan toko?” protes Rein setelah mereka berdua sudah berjalan di koridor, jauh dari semua orang.
“Alasanmu lebih tidak masuk akal. Sejak kapan tokomu dipenuhi pelanggan? Dalam sebulan saja belum tentu ada lima orang pembeli,” bantah Chiara tak terima.
Mereka berdua lantas tertawa beriringan. Rasanya begitu ringan saat berdua saja dengan Rein, seolah masalah hidupnya terangkat begitu saja. Terkadang Chiara merasa beruntung karena memiliki teman seperti pemuda itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments