***Selamat membaca. Semoga terhibur yaa***.
...🌼...
Mimpi buruk apa Finn, gegas ke rumah sakit karena khawatir malah mendapati semua anggota keluarga kumpul, dan ia tiba-tiba dipaksa menikahi Ameera saat itu juga. Neraka dirasa ada di depan mata. Finn benci pernikahan! Mami Daddy dan Opanya sangat tahu itu.
"Opa sangat kecewa padamu Ghazi Finn Cullen." Jika opa menyebut nama lengkap begini, kekecewaan itu artinya sangat besar. "Keluarga kita tidak pernah melecehkan perempuan. Tidak ada sejarahnya... Tidak pernah opa ajari kamu begitu! Coba gali lagi pikiranmu, ingat bagaimana Opa begitu menghargai omamu?" Opa menekan dada dengan napas yang tampak sesak. "Ingat... itu sa-ja... sampai kamu mengerti keinginan opa."
Dalam perjalanan melarikan diri otak Finn dihantui kalimat penuh kekecewaan opa Eddie, manusia tertua dalam keluarga yang dihormati layaknya dewa.
Finn tak akan lupa. Mungkin sudah ratusan kali Opa kisahkan sepanjang usianya. Tentang Oma Eni, wanita berdarah Jawa tulen yang lugu dan terjaga.
*Dulu, awal orang tua Opa ke Indonesia menetapnya di Jogjakarta, saat kerjasama dengan pengusaha lokal membuka cabang bisnis kerajinan. Kala itulah opa muda menyukai Oma Eni, si tetangga berwajah manis dan santun, anak seorang pengajar di sekolah menengah umum*.
*Singkat cerita, Opa menyatakan cinta, menginginkan oma Eni menjadi kekasih alias pacaran. Namun oma ketakutan. Oma tidak mau pacaran, apalagi dengan bule yang terkenal dengan kehidupan bebasnya. Oma pun bilang, 'maaf, saya ini masih perawan, Mister. Saya ndak pacaran. Nanti pacaran ya sama suami saya saja. Lelaki yang halal buat dipacari' senyum manis oma terukir. 'Kalau Mister serius datangin Bapak. Nikahi saya,' lanjut sang oma yang sudah lima tahun ini tiada. Opa tuturkan beliau menangis terharu, lalu belajar agama oma hingga jadi mualaf dan resmi menikahi oma 4 bulan setelahnya*.
"Di mata opa... dalam diri Ameera ada gambaran omamu, Finn... nikahi dia sebelum napas opa habis...." Drama sekali. Finn mendadak hilang simpatik. Menurutnya opa berlebihan menyikapi kata-kata Ameera tentang kesalahan yang dilakukannya. Ameera tak sesuci Oma Eni. Ameera mengambil uang harga keperawanannya saja sudah tanda kalau niatnya juga mau jual diri, ya kan?
Bagi Finn kisah perempuan lugu dan bersih di zaman ini sudah sulit dipercaya. Termasuk Laura kekasihnya.
"Ohh, hi, Honey...!" Perempuan berwajah nyaris seperti manekin menyerbu, memeluk Finn erat.
Pria itu baru saja masuk ke unit apartemen Laura. Pelarian dari kericuhan keluarga di rumah sakit tadi, sekaligus melepas kangen pada sang kekasih yang baru tiba dari luar negeri. "I really miss you...."
Laura kecewa pagutannya tak berbalas. Apakah Finn tidak merasakan rindu sama dengannya? "Honey, kok kamu dingin banget... what happen?"
"Jangan cium. I just need a hug." Dengan sedikit dorongan Finn menjauhkan wajah, memilih kembali memeluk Laura. Hanya itu. Ia sedang mencari ketenangan.
"Okay... kayaknya kamu lagi ada masalah ya? Jelek banget. Harusnya aku datang disambut suasana enak tau, Finn. Tell me. Aku gak masalah kok langsung jadi tong sampah kamu."
Pelukan saja tak membuat dada Finn nyaman, ia melepaskan diri berjalan mendekat jar, mengambil segelas minum yang langsung ditenggak habis.
"Opa sakit."
"Oh ya? Sakit apa?" Laura mendekat, menatapnya dengan rasa bersalah.
Finn menyahut dengan berbalik tanya apakah Laura akan bertahan bersamanya jika ia keluar dari kantor atau keluarga Cullen, alias kere dan memulai bisnisnya sendiri.
"Oh my gosh... sebegitu berat kah masalahnya sampai kamu mau dibuang, Finn? Ada hubungan apa kamu dengan sakit Opa?"
"Aku butuh jawaban kamu, Lau." Mata Finn menatap lekat, mendesak jawabannya.
"Ohh, em...."
Dering ponsel Finn menyelamatkan Laura dari kalimat yang belum terpikir olehnya.
"Ya." Pria itu keluar, menyahut dingin panggilan sepupunya.
"*Di mana? Keluarga nunggu lu di rumah sakit*-"
"Apa peduli lo, sialan?! Ini semua karena jebakan brengsek lo sama Kwan!"
Orang di seberang terkekeh puas. "*Kami kan sudah bilang, cuman iseng ngetes seberapa kuat seorang Finn nahan diri. Nggak lebih, Brother. Itu cuma kecelakaan, haaa*." Jonas puas sekali membayangkan tekanan di wajah Finn saat ini. "*Nggak disangka pelayan itu lu embat juga. O ya, Bro, lihat video kalian kami nggak percaya kalo Ghazi Finn Cullen masih perjaka, gaya bercinta lu panasss*."
"Brengsek! Sialan! Harusnya lo yang disuruh nikah sama dia!"
"*Dahlah. Bukan saatnya bahas itu sepupu tercinta. Opa katanya kritis, gara-gara elu dan nyari elu. Semua hubungi lu reject. Cepat sana*!"
Lagi-lagi makian Finn menghujani Jonas yang menutup panggilan seenak jidat. Manusia cengengesan itu pembuat lelucon ini padanya dan Ameera. Malam itu Jonas beralasan hanya ingin melihat seberapa kuat Finn melawan pengaruh obat yang mereka bubuhkan di minumannya. Bukan hanya itu, ada dua titik kamera dipasang diam-diam di kamarnya, salah satu ponsel yang diambil Ameera.
"Dinding mah aman, Pak. Jangankan roboh, retak pun gak. Kaki ama tangan tuh yang gak aman," tegur seorang pemuda, penghuni unit sebelah Laura.
Finn menghentikan seketika tendangan dan tinjuannya pada tembok. Mungkin barusan ia terlihat seperti orang gila.
\*\*\*
Tatapan tajam Finn bertemu mata bening Ameera. Rasa geram makin memuncak mendapati perempuan itu masih ada di sekitar keluarganya. Sekarang bahkan mengenakan long dress putih, tampak elegan dan serasi dengan make up flawless. Cantik, sih, tapi Finn tetap saja tidak menyukainya.
"Papi minta kamu masuk." Daddy-nya bicara dengan raut wajah tak terbaca.
Melewati mereka Finn masuk ruang rawat, langkahnya gontai. Ia kira lelaki tua itu sudah benar-benar sekarat, tapi ternyata masih mampu bicara panjang. Hanya sesekali napasnya tampak sesak.
Finn kembali diminta menikahi Ameera saat ini juga, atau... segera kehilangan kenyamanan sebagai cucu Eddie Right Cullen.
Untuk sementara sepertinya tidak ada pilihan lain. Finn terjepit, opa kadung mendatangkan pengacara keluarga menangani urusan pengalihan aset. Sementara itu, jawaban Laura tadi juga memastikan tak bisa bersama jika Finn lemah mendukung kariernya. Laura perempuan realistis yang tidak mau hanya makan cinta. Oke, Finn akan ikuti permainan Ameera.
Anton sebagai wali nikah Ameera tiba bersama Sami, mengenakan kemeja dan jas baru. Ameera sempat terkejut pria yang biasa kumal itu sempat-sempatnya memangkas rambut serapi sekarang.
"Semua sudah siap?" Anton mengangguk pasti.
Mereka semua duduk di tempat yang sudah disiapkan anak buah Eddie, di dekat ranjang rawat.
Ameera tak menduga sebegitu dahsyat hasil pertemuannya dengan Eddie tadi, hingga seketika juga mau mengatur pernikahan ini untuknya. Luar biasa. Ada apa di balik dukungan lelaki tua itu?
Persiapan singkat tak menghalangi ijab berjalan lancar. Finn membaca kalimat qabul yang sudah tertulis, beserta mas kawin yang tak bisa dibilang kecil. Ameera sah menjadi istri Finn disaksikan Sami, Anton juga 4 orang dari pihak Cullen.
"Segera urus pencatatan pernikahan resmi mereka... urus juga resepsi besar-besaran untuk cucuku...," titah Opa Eddie dengan suara gemetar.
\*\*\*
"Kakak yakin begini? Kenapa?" tanya Sam dengan mata berkaca. Sejak tadi ia menahan diri diam, melihat gelagat tak baik pernikahan dadakan sang kakak. "Masih ada kesempatan kak Am akhiri. Apa ini kakak lakukan karena aku dan Naja...?"
"Sam, ini pilihan kakak. Kakak tahu yang terbaik buat hidup kakak." Ameera menggenggam tangan Sami, meyakinkan agar sang adik tak terlalu khawatir. "Ada yang akan kakak jelaskan padamu, tapi bukan sekarang. Ayo, kamu pulang bareng paman, kak Am tiap hari akan usahakan pulang."
"Kak Am nggak men-jual...?" Kalimat Sami berupa tanya itu tak selesai. "Mm, Bibi dan Paman mengira begitu...," sambungnya dengan mata mencari jawaban jujur Ameera.
"Enggak, Sami, percaya kakak. Keputusan nikah mendadak ini buat kebaikan kakak dan Pak Finn sendiri."
"Aku lihat kalian enggak saling cinta. Kayak... terpaksa gitu, Kak. Aku nggak bodoh sampai nggak bisa nilai...."
"Sami, kak Am nggak anggap kamu bodoh. Jangan berpikir berlebihan. Paman dan bibi hanya salah duga." Kalimat lembut itu mampu menahan protes Sami berlanjut.
"Baiklah. Kak Am berutang penjelasan padaku."
Senyum Ameera terkembang. "Kakak akan jelaskan di waktu yang tepat."
"Janji?"
"Janji!"
Ameera memeluk Sami sesaat, mengusap-usap sayang punggung adik lelaki satu-satunya. "Titip Naja. Ada apa-apa segera hubungi kakak."
"Ya, Kak."
Ketika dikabari Ameera tentang pernikahan mendadak ini tadi Sami baru pulang sekolah. Ia sempat bertanya banyak siapa calon kakaknya, dan kenapa tiba-tiba? Apalagi desas desus buruk paman dan bibi kemudian membuat Sami langsung menentang. Ia menolak datang dan minta Ameera batalkan saja jika pernikahan itu justru akan menyakiti dirinya sendiri.
Sami tak mau kakaknya berkorban terus-terusan karena keadaan mereka yang sebatang kara. Ia sudah berencana bekerja setelah lulus, dan saat itu Ameera hanya boleh bekerja yang ringan-ringan saja.
"Kak Am harus bilang kalau diapa-apain. Biar lebih kecil, aku sanggup bikin dia KO, Kak."
Ameera tersenyum lebar melihat Sami mengepal tinju. "Iya, pasti kakak adukan ke kamu."
"Harus. Aku enggak mau ada penyesalan karena nggak bisa apa-apa bantu kakakku."
"Iya, Sami, adekku tersayang. Kakak ngerti. Terima kasih banyak atas perhatianmu. Kak Am terharu." Keduanya berpelukan lagi sesaat sebelum berpisah.
"Selamat menempuh hidup baru keponakanku yang paling beruntung." Anton baru mendekati mereka usai entah bicara apa dengan opa di dalam. Ia menepuk bahu Ameera, dengan bibir tersungging senyum tipis.
Menjadi wali nikah telah membuat lelaki ini kaya mendadak. Ameera dengar Opa Eddie memberi sejumlah uang melalui tangan kanannya, sebagai syarat saudara ayahnya itu mau datang.
"Sudah selesai?"
Dari menatap punggung Sami yang berbelok menuju lorong jalan keluar Ameera berbalik ke arah suara. Priya Jayna Cullen, mami Finn bertanya dengan nada datar.
"Sudah, Bu."
"Mami. Semua anakku memanggil begitu. Kecuali kau menganggap dirimu orang lain."
"Ya, Mami." Mati-matian Ameera melenturkan lidah menyebut kata itu. Jayna terlihat dingin dan kaku, tapi cukup ramah.
"Urusanmu, Finn, dan Opanya kalian selesaikan sendiri, mami, Daddy tidak ikut campur. Untuk resepsi akan kita bicarakan mulai besok, sepulang kami dari Surabaya." Jayna menoleh pada Richie, suaminya baru keluar dari ruang rawat opa.
"Pulang sekarang, Sayang." Lelaki itu melirik Richard Mille RM 052 Tourbillon Skull Asia Edition di pergelangan kirinya. "Kita harus sampai satu jam sebelum acara mulai."
Dengar-dengar mereka akan ke Surabaya sore ini, ada gala dinner rekan bisnis di sana.
"Baik-baik dengan Finn, Ameera. Selamat datang di keluarga kami," sambut Richie sembari mengulurkan tangan yang segera disalim Ameera sembari ucapkan terima kasih. Begitu pun ia menyalim tangan Jayna yang terulur kaku.
Ameera memang sedang beruntung, meski cara hadirnya di keluarga ini agak mengejutkan, tetapi ia diterima cukup baik.
\*\*\*
"Jangan berharap banyak. Jangan berharap banyak dari status ini," ulang Finn penuh penekanan saat perjalanan mereka pulang ke apartemennya.
"Ya, Pak."
"See! Orang sepertimu tidak punya etika. Bukankah seharusnya kamu berterima kasih sudah dinikahi orang sepertiku. Memanggil Pak? Hahh." Finn mendengkus kasar. "Kau pikir aku lelaki tua tidak laku yang dipaksa menikahimu?!"
Hah?! Salah lagi. Tapi tak apa. Sebutan saya mendadak berubah aku itu menandakan Finn sedikit membuka diri, mungkin menganggapnya termasuk orang terdekat karena status saat ini.
"Maaf, kalau salah. Saya boleh memanggil Bang atau... Mas?"
"Terserah!"
"Baiklah. Kalau nggak keberatan saya panggil Mas saja. Kebetulan saya dan Mas ada darah Jawa setengahnya." Ameera jauh lebih tenang saat ini. Statusnya sudah sah istri. Dengan begitu ia tak khawatir kalau sampai hamil. Oh, mm, masalah hamil, sebenarnya masih ada yang mengganjal di benak.
Finn tak mengatakan apapun lagi hingga mereka tiba di apartemen. Ia memang biasa nyetir sendiri ke mana-mana saat tak ke acara formal atau kerja. Karena ia tipe pria Introvert yang tak nyaman kalau selalu diikuti sopir atau asisten pribadi.
"Hahh, kesialan apa hidupku harus serumah dengan manusia sepertinya!" gerutu Finn saat membuka pintu apartemen dengan access card.
"Mas tenang aja, saya nggak akan-"
"Shut up! Shut up! Jangan katakan apapun!" Tergesa ke kamar akan menutup pintu, tidak akan ia biarkan Ameera menempati kamarnya. Tapi kemudian Finn malah kembali dengan keluar, wajahnya seakan ditindih beban sekarung beras. Merah dan tegang. Ia berkacak pinggang menatap Ameera yang bingung akan ngapain di sini.
"Dengar, aku tidak mau dan tidak suka kamu lama di sini! Bisa-bisa aku gila saking muaknya. Sadar diri kamu siapa, kami siapa!"
Sudah kali keberapa Finn katakan ini, Ameera hafal di luar kepala.
"Status pernikahan ini akan kubuat cuma dua bulan! Bisa bertahan kalau benar kamu hamil seperti harapan keluargaku, tapi jika tidak, maka siap-siap menghilang dari hadapanku!" Dua tangan Finn berpindah masuk ke saku celananya. "Aku tidak akan peduli lagi maunya lelaki tua tidak masuk akal itu!"
"M-mas. Begini. Saya setuju dua bulan lagi pergi kalau saya benar-benar nggak mengandung anak Mas. Ehm, tapi apakah mas mau punya anak yang kita sendiri duga hasil hubungan sebelum nikah?" Ameera menggeleng sambil membasahi bibir yang dirasa mengering. "Kalau saya, saya akan merasa bersalah dan berdosa padanya seumur hidup, Mas. Karena itu... saya punya syarat."
"Syarat untuk apa? Kamu pikir ada yang peduli padamu?"
Ameera tersenyum kecil, sama sekali tak mengambil hati ucapan itu. "Permintaan saya sangat biasa, Mas, tapi berkahnya semoga lebih baik untuk keturunan kita ke depan."
Finn mengerut dahi dalam.
"Saya minta... Mas mau sentuh saya seminggu saja."
"What?" Mata Finn membulat sempurna. *Apa wanita ini gila? Di mana letak rasa malunya*?
Lagi-lagi Ameera tersenyum pahit. "Harga diri saya sudah nggak ada, Mas. Saya nggak tau kapan maut mengambil saya yang berlumur dosa ini. Sisa napas sekarang lah saya harap bisa melawan ketakutan-ketakutan yang menghantui otak saya."
Finn sangat tidak mengerti jalan pikiran perempuan berpenampilan putih-putih, hingga sekilas jadi mirip peran bidadari di sebuah film.
"Tolong, lakukan lagi setelah kita halal begini, Mas... seminggu saja. Biar saya tenang... kalau anak kita nantinya bukanlah hasil dari benih haram...."
Astagaa. Siapapun tidak akan paham jalan pikiran Ameera yang terdengar absurd.
*Bukankah biasanya korban perkosaan trauma disentuh? Tapi dia, malah minta lagi*. Ini sebuah keberuntungan ataukah malapetaka.
Finn nyaris tertawa merendahkan, namun yang keluar justru senyum canggung. Konyol sekali, cuma dengar dan lihat cara Ameera minta disentuh, eh ada sesuatu bereaksi di balik persembunyiannya.
Ogh, tidaak! Jangan-jangan tadi Finn minum sesuatu yang diberi obat lagi.
...Bantu tap vote, komentar positif, ulasan bintang 🌟 5, dan dukungan lainnya ya teman-teman. Terima kasih 🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Merica Bubuk
Bingung gw mau bilang apa ?
2024-07-25
0
Merica Bubuk
Finn, klo smpe lu BUCIN sm Ameera, gw yg pertama teriakin nama Lu, ya 👊👊👊
Gw tonjok jg lu, Finn 😡😡
2024-07-25
0
It's me Riri
Lah si dah doyan rupanya🤭 gas ken lah finn lagian meera yang kinta bukan kamu yang paksaಡ ͜ ʖ ಡ
2023-03-28
0