...Moment...
...|Part 03|...
...Happy reading...
...[•]...
Ada yang bilang, kalau jodoh itu banyak miripnya. Terkadang dari segi wajah, sifat, sikap, atau kesukaan satu sama lain. Tapi orang lain juga bilang, kalau jodoh itu banyak berbedanya. Bertentangan, istilahnya. Yang satu kiri, yang satu kanan. Yang satu manis, yang satu pait, pokoknya berbeda lah, nggak sama. Biar nanti bisa saling melengkapi, begitu katanya.
Wajar saja, orang boleh berasumsi beda-beda. Kalau pasangan pacaran duduk berjejer, kemudian wajah mereka mirip, belum tentu jodoh. Bisa jadi, wajah mereka yang memiliki perbedaan yang sangat jauh, justru merekalah yang akan menjadi teman sehidup semati. Intinya, jodoh tidak ada yang bisa menebak. Hanya Tuhan yang tau siapa yang terbaik buat siapa.
Ah, lupakan masalah jodoh. Linda lagi nggak mood ngomong-ngomong masalah itu karena dia sedang patah hati. Dulu, sewaktu masih bersama Retno, dia paling terdepan dan menjadi pendengar terbaik kalau masalah jodoh saat teman sedang bergosip.
“Ck!!” decak Linda sembari meletakkan tas berisi laptop, bedak, liptint, dan beberapa keperluan tempurnya saat di kantor. Pertemuannya dengan Retno hari ini cukup mengejutkan dan membuatnya malu. Pria itu menariknya seperti anak kambing yang tersesat dimata anak kecil yang melihat, dan seperti seorang kekasih yang main belakang dimata orang dewasa. Dua-duanya tidak enak dibuat ibarat akan kondisi memalukan itu.
Niatnya sebelum mandi dan bebersih diri, Linda ingin mengecek ponsel takut ada sesuatu yang terlewat dari pesan yang masuk tentang pekerjaan.
Nama Retno yang dia lihat ada di deretan paling atas, justru membuatnya ingin membaca pesan itu cepat-cepat. Namun mengingat perlakuan Retno padanya tadi, membuat Linda kembali badmood dan memilih meletakkan ponselnya di meja make up, lalu mandi.
Sebelum sampai di kamar mandi yang letaknya memang bersebelahan dengan dapur, Linda ditegur sang ibu.
“Kok nggak pernah lihat Retno dua hari ini ya Lin?”
Retno lagi, Retno lagi. Mengapa semakin ingin dilupakan, semakin sering nama itu muncul? Linda mendenguskan nafas besar. Pikirannya sedang buruk dan kacau. Dia juga tidak bisa membohongi ibunya, yang nanti justru akan menjadi masalah baru pada akhirnya jika ketahuan.
“Linda dan Retno putus dua hari lalu, bu.”
Jelas saja sang ibu kaget. Tidak ada hujan tidak ada angin, ucapan Linda bak petir yang tiba-tiba menyambar.
Retno sudah memiliki nilai plus dimata Lastri. Bagi Lastri, Retno itu sosok laki-laki yang lembut, baik hati, dan peduli, meskipun terkadang suka banyak bicara dan kelewatan kalau bercanda.
“Kok putus?” tanya Lastri penasaran.
Kok putus? Apa Linda harus menjawab jujur juga alasannya?
“Kami ingin memperbaiki diri masing-masing dulu, Bu. Nanti kalau suatu hari dipertemukan lagi, ya syukur. Tapi kalau tidak, ya kami memang bukan jodoh.” jawab Linda kalem. Dia meraih handuk dari gantungan aluminium kecil yang sejak dia tinggal disini sudah tersedia. Atan yang membelinya.
Sejak Atan menikah, Linda memang tinggal berdua dengan sang ibu. Mereka tidak ingin merepotkan Atan lagi, karena kini sudah memiliki keluarga sendiri. Ada sikecil Ajeng yang juga butuh perhatian penuh dari Atan dan Tyra. Tapi, terkadang mereka juga memanggil Atan jika memang benar-benar butuh bantuan yang harus menggunakan tenaga laki-laki. Bahkan, Retno juga sering menyumbangkan tenaga dan bantuannya untuk Linda. Seperti mengganti lampu yang putus, membenarkan genteng yang tiba-tiba saja bocor, menguras bak kontrol air got, dan lain-lain.
“Sekarang dia masih kerja di tempat mbakmu kan?”
Linda mengedikkan bahu. Ia rasa, dia tidak perlu tau itu. Yang Linda tau dan harus dia lakukan sekarang, mereka sudah ada pada tempat dan diri mereka masing-masing. Jadi tidak perlu mengorek informasi jika tidak ingin dicap tidak tau malu.
“Ibu Ndak usah ngasih tau mas Atan soal Linda dan Retno yang sudah putus. Takut nanti pekerjaan Retno sama mbak Tyra jadi keganggu.”
Lastri hanya diam. Dia menyalakan kompor dan menghangatkan kuah soto kesukaan Linda, untuk anaknya itu makan malam. Sedangkan Linda, masuk ke kamar mandi dan bergegas membersihkan diri karena jam sudah menunjuk angka lima sore.
Setelah mandi dan makan malam bersama sang ibu, Linda kembali ke kamar untuk membuka laptop dan mengecek email pekerjaan yang ia rasa butuh di kerjakan dirumah. Sambil menunggu laptopnya aktif, dia meraih ponsel dan mulai kembali mengecek pesan yang masuk di WhatsApp nya.
Nama Retno sudah tidak lagi ada di deretan paling atas. Nama itu sudah tertimbun pesan-pesan lain yang datang dari teman kantor atau grup yang diikuti oleh Linda. Sangking asyiknya dengan obrolan grup dan chating pribadi dengan teman-teman, Linda sampai melupakan Retno yang disana, sedang menunggu balasan darinya.
Pria itu kini berada di bandara untuk terbang ke Kalimantan. Dia juga sudah berpamitan dan mengundurkan diri dari butik milik Tyra. Dia tidak mengatakan alasan spesifik yang menyangkut hubungannya dengan Linda. Retno hanya memberitahu Tyra jika papanya di Kalimantan sana ingin dia kembali pulang dan mengurus bisnis papanya yang sampai sekarang masih aktif menjadi pemasok udang dan beberapa jenis ikan ke perusahaan besar yang ada di Kalimantan sana. Papa Retno memiliki peternakan ikan dan unggas yang cukup besar dan ternama. Namun Retno tidak pernah membanggakan usaha papanya itu dan memilih hidup mandiri di ibu kota. Setidaknya sampai hari ini, dan dia memutuskan untuk pulang setelah tau tidak ada lagi gunanya dia terus mempertahankan hatinya yang sedang terluka dengan melihat Linda bersama pria lain, seperti yang ia lihat tadi sore.
Retno cukup tau karakter Tyra dan tidak ingin memperpanjang masalah meskipun dia berat meninggalkan Jakarta demi menjauh dari Linda yang seperti tidak lagi sudi padanya.
Retno tersenyum getir karena sampai dia berjalan memasuki pintu pesawat, Linda tidak membalasnya. Hatinya begitu sakit dan sedih teramat sangat. Ia menghirup nafas serakah, mendongak dan melihat setiap sudut bandara Jakarta yang tidak akan lagi pernah ia lihat setelah ini, karena dia sudah memutuskan untuk tidak akan lagi berurusan dengan ibukota. Dia akan menetap disana dan tidak akan lagi mengingat apapun tentang Jakarta, termasuk kisah cintanya bersama Linda yang sudah kandas.
“Bye ... jakarta.” gumamnya bermonolog. Ia tersenyum, namun terasa begitu pahit di tenggorokannya. “Sebelas tahun aku hidup di bumi mu, dan sekarang saatnya aku kembali ke tanah kelahiranku.” bisiknya sendu dalam hati sembari menatap keluar dari jendela pesawat terbang yang mulai bergerak memutar dan siap mengudara, meninggalkan semua kenangan sudah dan senangnya disana. “Aku tidak akan kembali kesini, dan semoga ini merupakan keputusan terbaik yang aku ambil.”
Retno mengikuti instruksi dari pramugari yang baru saja menghampirinya dan memperingatkan kembali kepada semua penumpang untuk mengganti ponselnya dengan mode pesawat.
Retno menurunkan pandangan, melihat ke arah ponselnya dan mengetuk layarnya dua kali hingga kembali menyala. Bibirnya membentuk lengkungan senyum saat foto Linda dan dirinya yang menjadi pemandangan saat ponselnya itu menyala. Ya, secinta itu dia pada Linda, hanya ingin melihat dan mengingat gadis itu dimanapun dia berada dengan menjadikan foto dirinya dan Linda sebagai wallpaper ponselnya. Tapi sekarang?
Retno menarik turun ujung atas layar, kemudian mengubah telepon dengan mode pesawat yang artinya, tidak akan bisa dihubungi siapapun sampai pesawat sampai di kota tujuannya nanti.
Jari telunjuknya masih betah menempel di layar ponsel, mengusap gambar Linda yang tersenyum ke arah kamera dalam rangkulannya. Memori bagaimana saat mereka mengambil gambar tersebut mulai kembali membayangi Retno dan membuat hatinya kembali goyah. Ia bimbang dan ingin kembali turun dari pesawat untuk menemui Linda yang ia cintai, lalu memohon dan mengemis cinta gadis itu lagi. Tapi lagi-lagi dia harus melawan perasaan itu dan memilih mengakhiri tatapan matanya pada layar ponselnya. Dia kembali menarik nafas dalam, kemudian menatap keluar jendela.
Pesawat melaju kencang, sangat kencang kemudian lepas landas meninggalkan bumi Jakarta. Mata Retno berair, dia memperhatikan setiap detail kota Jakarta yang malam ini terasa begitu sendu dan membuatnya sedih. Padahal sebelumnya, dia akan merasa sangat senang jika pergi dari sini karena seperti terbebas dari tekanan hidup. Kali ini ...?
“Bye, Lin.” bisiknya lagi dalam hati. “Semoga kenangan kita tidak menjadikan kita seperti musuh di hari esok.”
Retno menunduk dan satu tetes air mata jatuh ke pangkuannya.
“Aku akan menyimpan kenangan indah bersamamu, meskipun aku tau kamu tidak menginginkannya.” Retno memejamkan mata, lalu kembali bersuara dalam hati. “Jika memang kita dipertemukan lagi, nanti.” Retno membuka mata, membayangkan senyuman Linda padanya. “Aku harap Tuhan memberikan momen yang indah untuk kita.” Retno kembali membuang tatapannya keluar. “Selamat tinggal.”[]
...To be continue...
###
Sad ... 🥺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Putu Suciptawati
lanjut lanjut
2023-02-19
0
Putu Suciptawati
lanjut labjut
2023-02-19
1
yumin kwan
sini pah....aku peluk....😚
2023-02-18
1