...Moment...
...Part 01...
...Happy reading...
...[•]...
“Lin!”
Linda menoleh begitu mendengar suaranya di panggil seseorang. Ia mengehentikan langkah dan menunggu Tika—teman sekantornya —datang padanya.
“Tumben nggak sama do'i?” tanya Tika berusaha tau. Karena dia tadi sempat melihat saat memarkir motor, Linda turun dari mobil Fortuner hitam yang Tika tau itu adalah mobil kakaknya, Atan.
“Enggak.” jawab Linda irit.
“Ambekan?” goda Tika, mencolek lengan kiri Linda yang tertutup PDH—pakaian Dinas Harian—berwarna khaki sebatas siku. “Lagi berantem sama si Jerapah?”
Linda hanya menarik lurus bibirnya sambil menggeram kecil karena malas membahas sesuatu yang membuatnya empet beberapa hari ini.
“Kalian ini ya, udah pada tau. Nikah kek, malah ambek-ambekan kayak bocil cinta monyet aja!” celetuk Tika yang justru membuat Linda seperti masuk angin. Pusing, mual.
“Kali ini masalahnya udah nggak ambek-ambekan lagi, Tik. Kita udahan.”
Tika yang mendengar itu sontak mengehentikan langkah, kemudian menarik lengan Linda yang terpaksa harus tertarik mundur dan hampir terjungkal ke belakang.
“Apaan sih, Lo Tik?”
“Kalian putus?”
“Iya.” jawab Linda cepat, kemudian ia lanjutkan. “Udah ah, gue masih banyak kerjaan. Mau audit dulu.”
Linda yang dua tahun lalu diterima di salah satu instansi pemerintah itu memang selalu sibuk bekerja. Mengurus ini dan itu, audit disana, audit disitu, repot pokoknya. Pekerjaannya selalu sibuk.
Hingga langkahnya telah sampai di kubikel tempatnya bekerja, dia harus segera melakukan pekerjaan yang kemarin sempat ia bawa pulang dan dikerjakan dirumah.
Setelah melakukan absen, Linda segera melakukan pekerjaannya. Fokus, fokus, dan fokus. Kata itu yang terus ia rapal agar hari ini tidak terjadi kesalahan apapun yang merugikan dirinya yang dalam situasi patah hati.
Patah hati?
Ya, tentu saja. Dua hari yang lalu dia dan si jerapah Retno, memutuskan untuk menyudahi hubungan mereka yang sudah berjalan hampir satu setengah tahun. Sebenarnya berat melepaskan karena kedua orang sudah saling mengenal masing-masing. Bahkan Linda sempat menginap di rumah orang tua Retno di Kalimantan setengah tahun yang lalu, dan mereka semua juga setuju untuk Retno dan Linda melangkah ke jenjang yang lebih serius.
Tapi apa? Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Hubungan mereka benar-benar berakhir dua hari yang lalu karena Linda, merasa di dua kan. Ia mendapati chat yang menurut pandangan gadis itu cukup mesra dan intim di ruang obrolan pesan berbalas milik Retno. Pria itu sudah menjelaskan jika yang mengirim pesan itu salah satu temannya saat menjadi manager dulu, dan mereka tidak ada hubungan apa-apa. Tapi Linda tidak percaya, dia bahkan tidak peduli walaupun Retno memohon untuk tidak memutuskan hubungan secara sepihak seperti ini.
Panggilan sayang, siapa yang tidak sakit hati? Ditambah Retno yang membalasnya dengan iya sayang? Luar biasa nggak tuh?
Linda yang merasa sakit hati, tetap keras kepala dan tidak mau ambil pusing untuk kesekian kali. Dia ingin putus meskipun Retno mengiba agar Linda lebih percaya padanya.
Disela pikirannya yang kacau, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya hingga Linda terlonjak kaget, hampir mengumpat, dan tentu saja cimol yang hampir ia masukkan mulut itu, melompat jatuh karena terlepas dari tusukan kayu.
“Astaga Tika?!” kesal Linda tidak terima, kemudian memungut cimol yang jatuh ke lantai dan memakannya. Pernah dengar istilah belum lima menit? Linda menerapkan itu untuk makanan yang jatuh dari kekuasaannya.
“Iyuh, jatuh Tu Lin. Ngapain lu makan?”
“Memangnya kenapa? Orang lantainya bersih kok.” sambarnya kesal karena si biang malah merasa tidak bersalah. Makanan cimol begini tempat belinya jauh. Untung tadi ditawari pak Bono, si satpam yang mau cari maksi di luar dan bersedia ia titipi.
“Kotor, lah. Habis diinjek siapa aja tuh lantai?!”
Linda acuh dengan pendapat Tika dan melanjutkan menusuk cimol pedas level se-tan itu, lantas memakannya. Patah hati begini, paling memang enak makan yang pedas dari pada yang manis. Bisa sekalian nangis dengan alasan kepedesan nanti kalau misalnya tiba-tiba melow teringat kenangan indah saat bersamanya. Kok jadi kayak mirip lirik lagu sih?!
“Bekal apa kamu?” Tanya Linda pada Tika yang mengeluarkan kotak bekal berwarna pink dengan gambar bunga dan kucing di tutupnya. Selama bekerja disini, Linda memang jarang membawa bekal. Tergantung mood dan juga keadaan.
“Mama masak sambel goreng ati. Mau?”
“Nggak ah. Makan ati.”
Jokes yang sungguh garing, tapi Tika tetap tertawa untuk sekedar menghargai.
“Makanya, jangan tengkaaaar mulu sama pacarnya yang ganteng itu.”
Linda memicing tidak terima saat orang lain menyebut Retno ganteng. Mungkin, bisa dibilang Linda ini tipikal perempuan dan pacar posesif kalau disebut di jaman peradaban manusia cerdas saat ini. Dia masih saja cemburu meskipun sejak dua hari lalu dia dan Retno sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Tapi sesaat kemudian dia sadar jika dia yang meminta putus, jadi tetap jaga image setinggi langit agar tidak dikira bucin.
“Ganteng makan ati, percuma. Kalau mau, ambil aja.” Linda ingin menampar mulutnya sendiri karena bicara seperti itu. Justru dia merasa semakin meradang saat berkata Retno bebas dimiliki orang lain sekarang. Dan jika itu benar terjadi, Linda akan melingkari tanggal berakhirnya hubungan dengan Retno sebagai hari patah hati nasional untuk dirinya sendiri.
“Beneran boleh? Gue ngga yakin.” kelakar Tika yang justru mendapat tatapan sinis dari Linda.
“Memangnya, gue punya hak marah gitu? Enggak kali Tik. Kita udah putus, dan gue nggak mau ikut campur lagi urusan dia.” celetuk Linda dongkol. Kenapa Tika justru menangkap basah dirinya yang cemburu dan kesal dengan teramat sangat memalukan seperti ini?
“Mau punya pacar baru kek. Mau nikung istri orang kek. Mau tersungkur pun, gue nggak mau lagi peduli sama dia.” lanjutnya berapi-api sampai membuat Tika melongo. Linda yang seperti ini, justru terlihat menyedihkan. Terlihat sekali jika dia masih belum terima dan ikhlas melepaskan Retno.
“Kok gue dengernya Lo lagi putus asa sih, Lin?” tanya Tika mulai khawatir karena Linda seperti ingin menangis. Mata gadis itu sudah setengah merah dan berkaca-kaca. “Kalau mau nangis, entar aja. Disini banyak orang tau.”
Linda menarik nafas dan mengembuskannya kasar. Lalu hal kedua yang ia lakukan adalah mendongak menatap langit-langit ruangan dapur yang memang sering digunakan staff untuk makan siang itu dengan tatapan nanar.
“Sebenernya, gue ini kurang apa sih Tik?” tanya Linda pada akhirnya. Menahan kesedihan sendirian itu, sakitnya luar biasa. “Gue udah kasih dia kebebasan, udah kasih dia cinta gue yang tulus, udah kasih dia perhatian. Tapi kenapa dia masih ngelakuin apa yang enggak gue suka?!” tanya Linda dengan wajah memerah karena menahan tangis. Hatinya terasa sangat sakit dan ingin sekali menangis. Tapi ego dan rasa malu seolah siap mengoloknya jika airmata itu jatuh hanya karena seorang pria.
“Memangnya apa yang bikin kalian sampai memutuskan untuk udahan kayak gini?”
Linda menunduk, menatap cimol dalam sterofoam, lalu kembali menusuk bulatan yang berwarna paling merah. Ia mendesis, kemudian menangis tanpa suara.
“Aduh, pedas.” katanya mengaduh. Mengambing hitamkan makanan pedas sebagai biang keladi airmatanya jatuh.
Tika menggelengkan kepala tidak habis pikir. Bagaimana bisa memiliki teman seperti Linda begini, yang aneh saat sedang sedih.
“Mungkin, dia punya alasan yang nggak bisa dia katakan ke elo.”
“Dia sampai dipanggil sayang lho, Tik. Gue sebagai pacarnya kan jelas sakit hati?!”
Tika mulai tau duduk permasalahan tanpa meminta Linda bercerita.
“Dia selingkuh?”
“Dia chating sama cewek lain. Panggil sayang dan Retno juga bales dengan panggilan sama. Misalnya Lo di posisi gue, apa Lo nggak marah? Apa Lo nggak curiga?”
Tika tidak menyangkal jika posisi Linda memang sudah benar. Retno juga yang salah mengapa harus menjawab dengan panggilan sayang jika memang tidak ada hubungan apa-apa? Bisa dengan sebutan lain kan? Nah kalau sudah ketahuan si posesif begini, runyam juga kan?
“Lo udah denger penjelasan dari dia?”
Linda mengangguk. “Udah, tapi gue tetep nggak percaya.”
Tika meraih telapak tangan Linda dan mengusapnya pelan. “Coba Lo bicarakan lagi sama Retno. Siapa tau, bicara dengan kepala dingin lebih bisa menerima situasi, oke?”
Benarkah? Apa Linda perlu mencobanya?[]
...To be continue ...
###
Jangan lupa dukungannya dengan cara Like, komentar, dan subscribe. Bisa juga dengan cara memberikan Vote dan hadiah untuk LindaXRetno jika berkenan, ya ☺️
Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Putu Suciptawati
up up dong kak
2023-02-16
1
yumin kwan
sebuket bunga utk menghibur linda, cup cup cup....
2023-02-15
1
Putu Suciptawati
yeh akan putus nyambung kayaknya ni
2023-02-15
2