“Nah, Felitha.. kamar kamu disini ya, maaf di lantai dua. Soalnya hampir sebagian kamar adanya di lantai dua.”
Damar memberitahu ruangan dan mengajak Felitha untuk berkeliling rumah, aneh. Kenapa Damar tidak menyuruh pelayan disana untuk membantu Felitha, tapi Felitha adalah seorang yang selalu berfikiran positif bahkan meskipun hal yang mustahil terjadi di depan matanya, dia akan tetap berfikir positif.
“Iya, kak. Makasih ya, udah nganterin. Harusnya kakak gak usah nganter, bilang aja arahannya, nanti aku yang cari sendiri.”
“Gak papa, lagian di lantai dua banyak kamar, takutnya kamu bingung. Oh iya, di sebelah kanan nanti ada ruangan Kak Alto, bukan kamar tapi kaya ruangan pribadinya. Dan di sebelah sana, ada kamar Kak Adnan, dan juga kamar Kak Arjun.” Damar menunjuk beberapa kamar yang memang berjarak tidak jauh dari kamar yang ditempati oleh Felitha sendiri.
“Kalau kamar Kak Alto ada di paling pojok sana, tapi mending kamu gak usah kesana. Orangnya galak soalnya.” Damar terkekeh pelan di bagian akhirnya.
“Siapa yang galak ??”
Damar dan Felitha menoleh ke arah sumber suara dimana di belakang mereka terlihat seorang lelaki berdiri, bersandar pada dinding, tapi kedua mata miliknya tertutupi oleh kain. Anehnya sosok lelaki itu seakan bisa melihat Damar dan Felitha dari balik kain, atau mungkin hanyalah kebetulan sosok lelaki itu menatap menghadap tepat ke arah mereka ??
“Eh.. Kak Alto… hehehehe bercanda, kak.”
“Btw, kamu ngomong sama siapa ??”
Oh dugaan Felitha salah, sosok di depannya hanya kebetulan menatap ke arah mereka berdua. Lagipula dengan ikatan kain di bagian matanya mungkin sebagai bentuk perlindungan. Felitha ingat, seseorang tunanetra memiliki mata yang sangat sensitif, itulah kenapa jika melihat seorang tunanetra di jalan, mereka akan menggunakan kacamata hitam entah itu siang ataupun malam hanya untuk melindungi mata mereka dari cahaya matahari dan cahaya lampu yang begitu terang.
“Oh ini, namanya Felitha. Kaya yang diomongin sama mama, dia yang bakalan bantuin kalian berlima biar gak kesusahan.”
“Oh.”
Hanya itu ucapan yang keluar dari bibir sosok bernama Alto, memang pada dasarnya dialah yang paling cuek dan acuh dari kelima bersaudara lainnya, dan Damar sudah mengenali sifat kakaknya itu.
“Kak Altan kemana ?? Kok dari tadi gak kelihatan.” Ujar Damar sedikit bingung dengan keberadaan sosok kakaknya yang satu itu, entah kemana dia tidak melihatnya sama sekali.
“Kalau kamu aja gak ngelihat, apalagi aku.”
Oke, ini adalah dark joke yang mungkin tidak lucu yang pernah diucapkan oleh Alto, sementara Damar hanya bisa menepuk keningnya. Dia ini bertanya serius, bukan bermaksud apapun. Ah ya sudahlah.
“Haduhh.. gelap.. gelap !! tapi aku seriusan tanya, soalnya itu Kak Altan daritadi gak ada.”
“Gak tau, paling lagi keluar.” Ujar Alto dengan sedikit acuh dan cuek, lagipula dia juga tidak bisa mengetahui apapun yang terjadi di depan matanya.
“Hadehh.. ya udah deh, ayo Felitha. Kamu taruh barang kamu dulu di kamar, ntar aku kasih beberapa ruangan dan juga jadwal apa yang harus kamu kerjakan sehari-hari.”
“Iya, Kak Damar.”
Felitha menarik koper bawaannya dan memasuki kamar yang ditunjukkan oleh Damar sebagai kamarnya itu. Gadis itu kemudian membuka pintu kamar, dan melihat betapa simple tapi indah kamar miliknya. Cat berwarna putih yang menghiasi kamar indah itu, dan juga jendela yang memperlihatkan pemandangan rumah-rumah di sekitarnya. Felitha tidak mau membuat Damar menunggu lama di dalam kamar, jadilah dia hanya menaruh koper di dalam dan kemudian keluar dari kamar untuk menemui Damar.
Benar saja, sosok lelaki itu sedang berdiri bersandar pada dinding di depan kamar Felitha sembari memainkan handphone, merasakan seseorang mendekatinya. Damar menaruh handphonenya dan menatap ke arah Felitha yang berdiri tidak jauh darinya, dengan senyuman ramah yang selalu terlukis pada bibir lelaki manis itu, dia berbicara pada gadis itu.
“Udah ?? ayo, aku tunjukkin beberapa ruangannya.”
Damar mengajak Felitha untuk turun melalui tangga yang tadi mereka lewati untuk pergi ke atas. Lelaki itu sudah menjelaskan jika lantai 2 hanya berisikan kamar tidur dan kamar mandi di setiap kamar. Sementara untuk dapur, ruang tamu, kolam renang dan semuanya berada di lantai bawah. Jadilah Damar mengajak Felitha untuk turun ke lantai bawah untuk memeriksa setiap ruangan yang ada disana. Felitha hanya bisa mengekor mengikuti Damar kemanapun lelaki itu pergi, dengan mulutnya yang menjelaskan secara singkat beberapa ruangan, mirip seperti petugas pariwisata yang menjelaskan kepada para wisatawan yang berkunjung.
“Nah ini, dapurnya. Lha, Kak Altan ??”
Damar dan Felitha terkejut melihat seorang lelaki tengah berusaha memegang gelas di depannya dengan sangat perlahan. Lelaki yang menggunakan kacamata itu menoleh, menatap ke arah Damar dan juga Felitha.
“Damar ?! ngagetin aja !” Ujar Altan yang saat ini tengah berusaha memegang gelas di depannya untuk meminum air. Kehadiran dan juga suara dari Damar membuat Altan terkejut beruntung dia tidak langsung melempar gelas itu.
“Lha, Kak Altan ngapain disitu ??”
“Berenang ! Ya mau ngapain lagi kalau orang megang gelas ?!” Ujar Altan sedikit kesal, padahal dia yang memakai kacamata dan bermata mines kenapa malah Damar yang penglihatannya buyar, udah gitu muncul kek hantu itulah batin kesal seorang Altan Sagara.
“Galak banget, kek Kak Alto.” Celetuk Damar mendengarkan suara dari Altan.
Sementara Felitha sedang mengira-ngira dan bertanya dalam hati, kenapa hampir seluruh kakak dari Damar memiliki wajah yang hampir mirip, hanya berbeda beberapa warna mata, bentuk wajah juga sedikit berbeda tapi tetap saja tidak merubah fakta jika mereka berlima seperti anak kembar.
“Itu siapa ??” Tanya Altan menunjuk ke arah Felitha yang berada di sebelah Damar.
“Oh, ini Felitha. Dia yang bakalan bantuin kalian disini, dia perawat. Cantik, kan ?? harusnya senang dong, di rawat sama nona cantik.” Ujar Damar membuat Felitha sedikit malu, tapi ekspresi Altan masih datar dan biasa, mengamati wajah Felitha dan tubuhnya dari bawah sampai atas.
“B aja, udah mau pergi dulu.” Ujar Altan sembari berjalan keluar dari dapur dengan cuek.
“Yeee.. gengsi jangan ketinggian, aku doain suka sama Felitha !!”
“Bodoh amat !!” Ujar Altan yang sudah keluar dari dapur dan berjalan meninggalkan mereka berdua di dapur.
Damar hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah Altan yang hampir mirip dengan Alto, pantas saja nama mereka hampir mirip ternyata perilaku mereka juga sangatlah mirip. Sama-sama cuek, acuh dan bodoh amat sama cewek. Pantas aja kelima kakaknya masih jomblo sampai sekarang.
“Kamu jangan pikirin ucapannya ya, mereka emang gitu, acuh banget sama cewek. Tapi hati mereka baik, kok. Gak pernah kasar sama cewek.” Ujar Damar sekalian menenangkan Felitha, khawatir gadis itu malah jadi takut dan berakhir untuk keluar dari rumah itu, karena memang mencari perawat untuk penyandang disabilitas sangatlah susah, meskipun memberikan bayaran tinggi, entah kenapa tidak ada yang betah dan berani menghadapi kelima lelaki bersaudara itu.
“Ehm… Kak Damar.. Aku boleh tanya.”
“Oh.. Tanya aja.”
“Mereka berlima, kembar ya ??”
Damar lupa untuk menjelaskan mengenai kelima kakaknya itu, padahal mereka berlima kan calon pasien Felitha. Damar malah lupa menjelaskan dan memperkenalkan secara lengkap mengenai kelima kakaknya itu. Tapi Damar salut, dari sekian banyak orang baru Felitha yang menyadari persamaan dari kelima lelaki itu, biasanya orang hanya berfikir anak yang kembar hanyalah Altan dan Alto, dilihat dari nama yang hampir mirip, dan perilaku yang juga mirip.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments