Beberapa hari tak bertemu dengan Damian, hati Nirina dilanda demam rindu. Karena rindu itu, Nirina sampai tidak bisa makan dengan enak, tidak bisa tidur dengan nyenyak dan tidak bisa melakukan pekerjaan dengan fokus.
Terdengar lebay memang, tapi, itulah cinta. Cinta tidak hanya bisa membuat orang merasa bahagia atau sedih. Tapi juga bisa membuat orang normal terlihat gila, atau malah sebaliknya.
Sejak pukul 17.00 sore, Nirina sibuk merias diri di dalam kamarnya. Damian mengajaknya keluar untuk melewatkan malam minggu bersama, membuat Nirina harus mempersiapkan segalanya dengan baik agar bisa tampil sempurna di mata Damian.
Wanita cantik berusia duapuluh tiga tahun itu melompat-lompat saat mendengar suara mobil parkir di halaman rumahnya. Membuat Ningsih yang tak sengaja melihat aksi konyol Nirina menggeleng-gelengkan kepala.
Damian masuk kedalam rumah, Nirina langsung menggandengnya dengan kuat dan mesra.
"Bu, kami pergi dulu ya," pamit Nirina pada Ningsih.
"Iya, hati hati di jalan. Pulangnya jangan malam-malam ya!" Pesan Ningsih.
"Iya Bu," sahut Damian dan Nirina bersamaan.
Nirina dan Damian masuk kedalam mobil, meninggalkan rumah sederhana yang mungil tapi nampak damai dari luar itu.
Jalanan Ibukota terpantau ramai lancar, rata-rata dipenuhi oleh pasangan muda mudi yang hendak pergi berkencan. Sekedar makan diluar, nongkrong di pinggir jalan atau pergi nonton seperti Nirina dan Damian. Sungguh gaya berpacaran yang mengikuti isi dompet masing-masing.
Nirina membuka tasnya, dia lupa tidak membawa tisu. Dia membuka laci kecil di mobil untuk mencari tisu yang biasa Damian letakan disana, tapi bukan tisu yang wanita itu dapati, melainkan sebuah gincu berwarna merah merona.
Gincu siapa ini?Yang jelas ini bukan milikku!
Nirina menggerutu kesal didalam hati. Dia memungut gincu itu dan memberikannya pada Damian.
"Milik siapa ini?" Nirina sedikit menekuk wajahnya.
"Itu milik Ibuku," sahut Damian santai. Wajahnya terlihat tenang dan tidak menunjukan tanda-tanda yang mencurigakan.
Lagi, Nirina mempercayai perkataan kekasihnya begitu saja. Bukan karena dia bodoh atau polos, melainkan karena dia menganut asas saling percaya satu sama lain.
Usai memarkir kendaraannya,Damian menggandeng Nirina masuk kedalam Mall. Dia menawari Nirina berbelanja, dengan senang hati Nirina menerima tawaran baik tersebut.
Nirina membeli beberapa potong pakaian branded, tas, pakaian dalam dan beberapa pasang sepatu. Setelah itu dia membeli make up dan parfum yang dipilih secara langsung oleh Damian.
Tak disangka, Nirina bertemu dengan Tiara sahabatnya yang akhir-akhir ini seperti menghilang bak ditelan bumi. Sulit ditemui, sulit diajak mengobrol baik lewat chat atau vidio call.
"Tiara. Apa kabar?" Sapa Nirina ramah.
"Baik. Bagaimana kabarmu?" Sapa Tiara balik.
Keduanya saling berpelukan dan mencium pipi satu sama lain. Sementara Damian hanya berdiri dan menatap kedua wanita itu dengan hati was-was. Tidak ada ketenangan bagi seseorang jika dia melakukan sebuah kebohongan dan kecurangan besar dalam hidup orang lain.
Tiara melirik kearah barang belanjaan Nirina, kemudian dia melirik kearah Damian. Pria itu tau kalau Tiara merasa iri, dia langsung mencari cara untuk menjauhkan Nirina sesaat dari mereka berdua.
"Sayang, tolong pilihkan aku dasi di rak pojok sana," perintah Damian.
"Oke, tunggu sebentar ya," Nirina berlalu pergi meninggalkan Damian dan Tiara.
"Kamu membelikan dia begitu banyak barang mahal dan mewah, aku juga mau," Tiara merajuk manja.
Damian membuka dompetnya dan mengambil selembar cek berisi uang duapuluh juta rupiah. Damian memberikan cek itu pada Tiara, berharap bisa mengobati rasa iri dihati perempuan tersebut.
"Itu untuk jajan minggu ini," ucap Damian.
"Terimakasih sayang," Tiara mencubit pipi pria itu gemas.
"Temui aku ditempat biasa nanti malam,"
"Oke,"
Tiara melenggang pergi, bahkan tanpa menunggu Nirina kembali. Dia malas bertemu dengan Nirina lagi, karena Nirina adalah saingan cinta terberatnya.
Tak lama, Nirina kembali. Dia membawa dua buah dasi berwarna hitam dan coklat muda. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Tiara sahabatnya.
"Kemana Tiara?" Tanya Nirina.
"Dia sudah pergi,"
"Kenapa dia tidak menunggu aku kembali?" Merasa heran.
"Aku tidak tau, kamu tanya sendiri saja padanya nanti,"
Dalam diam, Nirina memikirkan kenapa sikap Tiara berubah kepadanya. Apakah ada kata dan sikap Nirina yang tidak sengaja menyinggung perasaan wanita itu?
Kepala Nirina diserang rasa pusing, dia memutuskan untuk berhenti memikirkan tentang Tiara sahabatnya.
***
Puas berbelanja, Nirina dan Damian menonton film bioskop. Mereka saling bergandengan tangan dari film itu diputar sampai habis, membuat siapa saja yang melihat keharmonisan mereka merasa iri dan dengki.
Keluar dari bioskop, Damian mengajak Nirina makan bersama sekaligus membeli oleh-oleh untuk keluarga Nirina dirumah. Kali ini, Damian membeli dua loyang pizza untuk calon mertua dan adik iparnya.
"Damian, terimakasih karena kamu selalu bersikap baik padaku dan keluargaku,"
"Tidak perlu berterimakasih, seorang pria pasti akan bersikap baik pada wanita dan keluarga wanita yang dicintai olehnya,"
Nirina merasa tersanjung mendengar kata kata manis yang keluar dari mulut Damian. Dia merasa beruntung karena telah mendapatkan calon pendamping hidup yang begitu baik dan perhatian. Tentu saja tanpa Nirina tau ada kelakuan buruk yang Damian sembunyikan darinya.
***
Di dalam Mobil, Damian mulai menunaikan aksi nakalnya pada Nirina. Dia mendekatkan wajahnya pada wajah wanita itu dan menciumnya secara perlahan. Mulai dari kening, kedua pipi lalu pindah ke area bibir.
Tangan Damian mulai bergerilya meraba area sensitif milik Nirina, sentuhan itu membuat Nirina melayang dan mengeluarkan lenguhan kecil. Keduanya terlibat permainan panas di dalam mobil untuk beberapa menit, hingga akhirnya Nirina mendorong Damian menjauh.
Damian merasa kesal, hasratnya mulai meninggi tapi Nirina lagi lagi menolak untuk diajak bercumbu. Benteng pertahanan Nirina begitu keras dan kuat, hingga seorang playboy kelas kakap seperti Damian tidak bisa meruntuhkannya begitu saja.
"Maafkan aku," ucap Damian dengan mimik wajah sedikit kecewa.
"Kita harus berhati hati, aku takut kebablasan. Tahan sebentar ya, toh beberapa minggu lagi kita akan menikah," Nirina mengukir senyum manis sambil mengelus pipi Damian dengan kedua tangannya.
Senyuman itu mampu menghipnotis Damian, hingga rasa kesal dan kecewa yang bersarang didalam hatinya pergi begitu saja.
"Aku turun dulu,hati hati dijalan. Terimakasih untuk malam yang indah ini," Nirina memeluk Damian sesaat dan memberikan sebuah kecupan ringan di pipi.
Nirina turun dari mobil, dia melambaikan tangan saat mobil milik kekasihnya meninggalkan halaman rumahnya itu. Nirina sadar, penolakannya kali ini telah melukai hati Damian.
Tapi, entah mengapa Nirina selalu merasa ragu untuk melakukan hal lebih jauh dengan pria itu. Seolah ada sesuatu yang membuatnya merasa belum yakin kalau Damian adalah pria yang terbaik untuknya. Apakah Nirina mulai menyadari kebohongan dan kecurangan yang dilakukan olah Damian?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments