Waktu menunjukan pukul 17.00 sore, pintu gerbang pabrik kertas terbuka. Damian mencari-cari keberadaan Nirina diantara ratusan pegawai yang keluar dari sana.
Nirina mengukir senyum secerah mentari saat melihat kekasihnya datang untuk menjemputnya pulang kerja. Wanita yang berprofesi sebagai HRD di pabrik itu mempercepat langkahnya menuju Damian.
"Kok tidak memberi kabar dulu kalau kamu mau datang menjemput ku?" Tanya Nirina.
"Sama seperti kamu, aku juga ingin memberimu kejutan. Ayo masuk ke mobil, aku ingin mengajakmu makan malam di luar," ujar Damian.
"Oke." Nirina mengacungkan jempol kanannya ke atas.
Nirina terlihat begitu senang karena memang sudah lama Damian tak mengajaknya jalan ke luar. Akhir akhir ini pria itu terlalu sibuk bekerja, hingga tidak memiliki banyak waktu untuknya. Jangankan jalan bersama, menelfon saja bisa di hitung dengan jari.
Sepanjang perjalanan menuju tempat makan, Nirina dan Damian terus mengobrol. Mereka bercerita tentang kesibukan masing-masing di tempat kerja, hingga akhirnya Nirina tidak sengaja melihat sebuah tanda merah di leher sebelah kiri Damian.
Tanda merah itu berukuran kecil, sedikit memanjang seperti bekas kecupan. Pikiran Nirina melayang kearah negatif, terlebih Nirina tidak pernah menyentuh area sensitif itu.
"Damian,tanda merah apa yang ada di lehermu itu?" Nirina memberanikan diri untuk menyentuhnya.
"Oh,ini bekas garukan. Aku digigit serangga, karena gatal aku menggaruknya dengan sekuat tenaga sampai meninggalkan bekas kuku," sahut Damian santai.
Entah kenapa, Nirina merasa tidak puas dengan jawaban itu. Tapi Damian adalah tunangannya, mana mungkin pria itu berani membohonginya. Nirina langsung menepis segala pikiran buruk yang bersarang di kepalanya.
Mobil Damian berhenti di depan sebuah restoran bintang lima. Keduanya turun dari mobil dan melangkah masuk kedalam restoran sambil bergandengan tangan.
Tiba-tiba, seorang pelayan datang memberikan sebuah buket bunga mawar merah berukuran besar. Nirina tersipu, dia tidak menyangka kalau Damian akan seromantis itu.
Nirina dan Damian duduk di kursi yang mejanya dihiasi oleh lilin dan sebuah vas berisi beberapa tangkai bunga. Semua masakan khas Nusantara yang menjadi favorit Nirina ada di sana.
"Apa kamu sedang berusaha membalas kejutan yang aku berikan tempo hari untukmu?" Tebak wanita muda itu.
"Iya, kamu suka tidak?" Damian mengacak acak rambut Nirina manja.
"Ya,aku suka." Nirina menyunggingkan senyum lebar dan mengekspresikan rasa sukanya dengan menggoyang goyangkan tubuhnya.
Obrolan keduanya terhenti, seorang pria asing tiba tiba datang memainkan biola. Kesan romantis muncul kepermukaan, mewarnai makan malam mereka kali ini.
Malam ini adalah malam terindah bagi Nirina, dia mengajak Damian untuk berfoto selfie dan mengunggah kemesraan mereka di akun media sosialnya. Bukan untuk pamer, tapi hanya sekedar untuk mengabadikan momen kebersamaan mereka berdua.
Di rumah,Tiara tengah sibuk bermain ponsel. Dia tidak sengaja melihat foto mesra yang diunggah oleh Nirina. Dalam foto itu, Nirina dan Damian terlihat begitu bahagia. Hubungan mereka terlihat rukun dan normal seperti pasangan lainya.
Tiara terbakar api cemburu, hatinya terasa sakit dan perih melihat kebahagiaan pasangan itu. Niat awal, Tiara mau dijadikan selingkuhan hanya demi mendapatkan uang dan fasilitas mewah dari Damian. Lambat laun niat itu berubah jadi ingin menguasai jiwa raga dan harta kekayaan pria itu.
Tiara mengambil ponselnya, dia mencoba menghubungi nomor Damian berkali-kali tapi nomor itu tidak bisa dihubungi. Damian memang selalu mematikan ponselnya jika sedang bersama dengan Nirina, tujuannya adalah agar Tiara tidak bisa mengganggu kebersamaan mereka.
Prakkk....
Tiara melempar ponselnya ke tembok, benda pipih berwarna putih itu langsung hancur berantakan. Dia tak peduli dengan harga ponselnya yang tidak murah, yang penting emosi di dalam jiwanya bisa dilampiaskan.
Selesai makan malam, Damian mengantar Nirina pulang kerumahnya. Ningsih Ibu dari Nirina menyambut kedatangan mereka berdua dengan senyum ramah nan hangat.
"Apa kabar nak? Sudah lama kamu tidak main ke rumah," ucap Ningsih.
"Kabarku baik Bu. Ini ada oleh-oleh untuk Ibu," Damian menyodorkan dua box martabak manis kepada Ningsih.
"Tidak perlu repot-repot seperti ini, tapi terimakasih ya. Ayo masuk kedalam," ajak Ningsih. Dia menggandeng lengan calon menantunya mesra.
"Tidak usah Bu, aku masih ada pekerjaan. Lain kali aku pasti mampir," tolak Damian halus.
Damian mencium tangan Ningsih, seperti biasa wanita paruh baya itu mengusap pundak Damian. Ningsih sudah menganggap Damian seperti anak kandungnya sendiri, dia memperlakukan Damian sama seperti anak-anaknya yang lain.
Dimata Ningsih, Damian adalah pria yang baik dan penuh perhatian. Hangat, ramah dan menyenangkan jika diajak berbicara. Dia merasa beruntung karena Nirina bisa mendapatkan calon suami sempurna seperti Damian.
Damian dan mobilnya pergi, Sintia keluar dari kamar sambil mengucek matanya.
"Siapa yang datang tadi Bu?" Tanya Sintia.
"Calon Kakak ipar mu," sahut Ningsih.
"Dia bawa apa? Sini aku mau," Sintia merebut kantong kresek yang sedang dipegang oleh Ibunya.
Gadis SMA itu memang selalu suka kalau Damian mampir ke rumah,karena dia pasti selalu membawakan makanan yang enak enak.
"Jangan dihabiskan ya, Kakak juga belum mencicipi martabak itu," tukas Nirina.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Nirina pergi keruang tv menemui Ibu dan adiknya yang sedang asyik menyantap martabak manis pemberian Damian. Nirina mengambil satu potong dan memakannya, rasanya ternyata enak, pantas saja Ibu dan adiknya sangat lahap memakannya.
"Lain kali kalau pulang terlambat kabari Ibu dulu, supaya Ibu tidak khawatir menunggu kamu pulang dirumah," omel Ningsih.
"Maaf, sudah membuat Ibu khawatir. Aku lupa mau mengabari Ibu," ucap Nirina.
"Ya jelas lupa lah, kan ada pria tampan didepan mata. Fokusnya pasti akan selalu ke si dia," Sintia mencubit lengan kakaknya pelan.
Digoda oleh sang adik, Nirina hanya nyengir-nyengir kuda. Kenyataanya memang dia selalu lupa pada segala hal jika sudah bertemu dengan Damian, pria idaman yang mapan dan berwajah tampan itu.
Masih teringat dalam benaknya awal mula dirinya kenal dengan Damian. Nirina menemukan sebuah dompet jatuh di sebuah Cafe, lalu mengembalikan dompet itu langsung dengan mendatangi alamat rumah yang tertera di KTP pemilik dompet itu.
Mereka saling berkenalan, bertukar nomor ponsel lalu sering janjian bertemu. Merasa nyaman, Damian mengajak Nirina berpacaran selama dua tahun lalu akhirnya Damian melamarnya. Sesederhana itu cara Tuhan mempertemukan mereka, Nirina merasa beruntung karena tidak perlu bersusah payah mencari jodoh seperti beberapa wanita yang ada di luar sana.
Tapi,tanda merah yang ada di leher Damian itu benarkah karena gigitan serangga?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments