Bab 5

Perlahan Hilman melangkahkan kakinya menuju pintu kamar mandi yang tertutup.

Setelah berada di depan pintu kamar mandi. Hilman merasa ragu saat hendak memutar gagang pintu.

Cukup lama, Hilman berdiri di depan pintu kamar mandi sembari menajamkan pendengarnya.

"Aku tidak mendengar suara apapun. Aku jadi takut terjadi sesuatu dengannya." gumam Hilman perlahan memutar gagang pintu. "Pintunya terkunci dari dalam." ucapnya lagi.

5 menit sudah, Hilman berdiri di depan pintu kamar mandi, dan dia merasakan keanehan. Sampai sekarang, dirinya tidak mendengar suara apapun dari dalam kamar mandi.

Tok ...

Tok ....

Akhirnya Hilman memutuskan untuk mengetuk pintu kamar mandi berharap sang istri merespon ketukan pintunya, tapi keberuntungan tidak berpihak padanya. Sang istri sama sekali tidak meresponnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Hilman mulai cemas.

Di dalam kamar mandi. Riska mengabaikan suara ketukan pintu. Dia lebih memilih keluar dari bath up dan berjalan mengambil handuknya.

Karena tak mendapat respon dari sang istri. Akhirnya, Hilman berlari mengambil kunci cadangan kamar mandi yang berada di laci meja rias bagian bawah.

Setelah mengambil kunci cadangan, Hilman berlari membuka pintu kamar mandi.

Deg!

Dirinya terkejut saat melihat sang istri yang sedang menggunakan handuknya. Begitu juga dengan Riska, wanita itu syok saat melihat suaminya ada di depan matanya.

"Ma-mas, apa yang kamu lakukan? Kamu--" ucapan Riska terhenti saat handuk yang belum sempurna melilit di tubuhnya jatuh ke lantai.

"Handukmu!" titah Hilman membuat Riska mengambil dan melilitkannya lagi.

"Kamu ngapain di sini, Mas? Ini kamar mandi loh!" kesal Riska.

"Aku lelah menunggumu yang terlalu lama. Dan aku juga tidak mendengar suara gemercik air. Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu. Bukan berarti aku mencemaskanmu. Aku bersikap seperti ini, karena aku tidak mau kamu kabur dan mengadukan semuanya ke ibumu." jawab Hilman basa basi.

"Terus, kenapa kamu masih ada di sini? Kamu sudah melihatku baik-baik saja, kan? Dan itu artinya, kamu bisa keluar dari kamar mandi ini!" titah Riska membuat Hilman memutar tubuhnya dan berjalan menuju sofa.

'Apa yang baru saja aku lihat? Kenapa semua itu membuatku-- Jangan terhasut, Hilman. Kau tidak boleh memaksa istrimu. Jangan membuat istrimu ilfill dan meninggalkanmu.' gumam Hilman dalam hati.

'Untuk melihat wajahnya saja, aku tidak sanggup, aku malu karena Mas Hilman sudah melihat seluruh tubuhku. Bagaimana, ini? Kenapa Mas Hilman harus masuk ke kamar mandi. Aku takut, dia memintaku untuk melayaaninya.' gumam Riska dalam hati.

Hilman menjatuhkan pantatnya di sofa sembari sesekali melirik arah kamar mandi yang terbuka.

'Kenapa dia lama sekali. Apa jangan-jangan dia marah karena sikapku, tadi? Tapi bukankah hal itu sangat wajar? Aku ini suaminya, aku berhak atas dirinya.' batinnya.

Riska tampak ragu untuk melangkahkan kakinya keluar kamar mandi. Berulang kali Riska menyakinkan dirinya, tapi lagi dan lagi pikiran suaminya yang akan meminta hak nya selalu terlintas di dalam otaknya.

'Aduh, Mas Hilman masih ada di kamar tidak, ya? Aku malu dan takut dia memintaku untuk melayaaninya.' batin Riska.

Setelah beberapa menit berdiri, akhirnya Riska memutuskan untuk keluar dari kamar mandi dengan menundukkan wajahnya.

Hilman melihat sang istri sedang berjalan menuju walk in closet.

'Lama kelamaan aku bisa gila karenanya. Seharusnya, aku sudah menikmati apa yang menjadi milikku, tapi lagi dan lagi aku harus mengerti perasaannya yang tidak pernah menyukaiku.' gumam Hilman dalam hati.

Riska mengambil dan memakai pakaiannya di walk in closet. Setelah itu, dia berjalan menuju suaminya.

"Ayo, Mas!" titah Riska menggunakan kaos pendek putih polos dengan celana jeans ketatnya tanpa make up.

"Gantilah pakaianmu. Aku akan menunggunya. Kau tidak bisa pergi menggunakan pakaian seperti ini." titah Hilman.

"Kenapa Mas? Sebelum menikah, kamu tidak pernah mengkritik pakaianku, kenapa sekarang kamu hobi mengkritik pakaianku. Ini masih umum, Mas. Dan ini masih layak di pakai." jawab Riska sembari mengikat rambutnya.

"Cepatlah. Atau kau bisa menggunakan jaketmu." saran Hilman.

"Iya, aku pakai jaket." jawab Riska dengan kesal. Dia berjalan menuju walk in closet nya untuk mengambil jaket all size nya. "Sudah, Mas." ucapnya lagi setelah memakai jaket yang sedikit kebesaran.

"Gerai rambutmu." titah Hilman lagi.

"Tapi, Mas. Di luar sana panas sekali. Aku tidak mungkin menggerai rambutku. Kucir saja ya," tawar Riska. 'Jika bukan karena ayah dan ibu, aku tidak akan menuruti semua perintahnya.' gumamnya dalam hati.

"Aku tidak butuh bantahan. Gerai saja rambutmu, setelah itu kita berangkat." titah Hilman membuat Riska melepas ikatan rambutnya.

"Sudah. Aku sudah menuruti semua permintaanmu. Cepat kita berangkat, kasihan Rachel, Mas. Dia pasti sudah menungguku!" ucap Riska.

Hilman berjalan keluar kamar di ikuti oleh Riska di belakangnya.

Mereka berjalan menuruni tangga, "Kira-kira berapa lama aku di kantor, Mas?" tanya Riska sembari menuruni satu persatu anak tangga.

"Sampai tugasmu mengajari Rachel selesai. Aku tidak mau mempunyai sekertaris yang pekerjaannya tidak bejuss." jawab Hilman yang berjalan menuju garasi mobilnya.

Riska menghembuskan napasnya kasar. "Semoga saja, Rachel bisa bekerja semaksimal mungkin. Kasihan jika dia di pecat. Cari pekerjaan sangat susah. Dan butuh waktu untukku berbicara dengan Mas Hilman agar Rachel bisa bekerja di perusahaannya." gumamnya monolog.

"Cepat masuk!" titah Hilman setelah berada di dalam mobilnya.

Riska mengangguk dan masuk ke dalam mobil.

Mobil pun berjalan membelah jalanan ibu kota.

Hening, tak ada yang ingin memecahkan keheningan di dalam mobil. Sampai tak terasa, mobil yang di kendarai Hilman sudah sampai di depan lobby.

Riska melepas seatbelt nya dan turun dari mobil di ikuti oleh Hilman di belakangnya.

Tak ingin masalah pribadinya terbongkar. Riska merangkul mesra lengan suaminya dan mereka masuk ke dalam kantor bersama.

Semua karyawan kantor menunduk hormat saat melihat pemilik perusahaan tempatnya bekerja datang.

Beberapa karyawan wanita dan pria memuji kecantikan natural Riska yang tanpa make up.

Mendengar pujian dari karyawannya, Hilman langsung mempercepat langkahnya masuk ke dalam lift.

Setelah masuk ke dalam lift, Hilman memberikan masker pada istrinya.

"Pakailah!" titahnya.

Riska mengambil masker tersebut. "Ini untuk apa, Mas? Aku tidak sakit, untuk apa aku menggunakan masker?" tanya Riska kebingungan. 'Apa Mas Hilman malu mempunyai istri sepertiku yang tidak pandai berdandan. Walaupun ada beberapa orang yang memujiku, tapi aku akui, semua karyawan di sini sangat cantik-cantik.' batin Riska memakai masker pemberian suaminya.

"Untuk hari ini dan seterusnya, kau harus menggunakan masker."

"Termasuk di dalam rumah, Mas?" tanya Riska yang mendapat tatapan dari suaminya.

"Menurutmu?"

"Aku tidak tahu, maka dari itu, aku bertanya padamu." jawab Riska.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!