Setelah sampai di lantai dasar, Hilman langsung berjalan ke arah istrinya yang tengah mengeluh kesakitan.
"Mas, aku tidak bisa naik tangga. Kepala dan perutku tiba-tiba sakit. Sebaiknya, aku tidak di kamar bawah saja, ya. Kamu tahu sendiri kalau aku sakit seperti apa, kan? Aku bisa saja mengeluarkan semua isi dalam perutku ini. Dan aku juga bisa berguling-guling seperti-- Aaaa ..." pekik Riska saat tubuhnya di gendong oleh Hilman. "Turunkan aku, Mas! Aku tidak mau di gendong olehmu!" pekiknya sembari memukul dan mencubit lengan Hilman.
"Diamlah! Aku hanya membantumu!" jawabnya dengan datar.
"Membantu?" gumam Riska. 'Apa yang terjadi? Kenapa Mas Hilman tidak ilfil dengan sikapku yang lebay ini? Kata ibu dan teman-teman, Mas Hilman tipe orang yang sangat membenci orang bersikap lebay?' batin Riska.
Hilman merebahkan tubuh Riska di ranjang king size nya.
"Luruskan kakimu. Dan tunggu aku!" titah Hilman melepas high heels yang terpasang di kaki Riska.
Riskan menggeser posisi kakinya, "Tidak perlu, Mas. Aku bisa melakukan semua ini sendirian. Sebaiknya kamu keluar dari kamar ini. Dan satu hal lagi, kamu tahu sendiri aku sedang sakit. Apa sebaiknya kita pisah kamar saja dulu? Em ... jangan tersinggung dengan semua ucapanku. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Mas. Aku tidak mau kamu ikut sakit sepertiku." ucap Riska dengan senyum manisnya.
"Hem," jawab Hilman kemudian berjalan menuju kamar mandi.
Mendengar jawaban yang membahagiakan dari suaminya. Riska langsung beranjak berdiri dari ranjang dengan berkata 'Yes, Yes.'
"Yes, akhirnya dramaku tidak sia-sia. Aku bisa menundanya. Itu artinya, aku harus mencari cara untuk drama berikutnya. Menurutku semua ucapan teman-temanku yang mengenal Mas Hilman memang benar. Dia tipe orang yang kaku dan sangat serius. Apalagi dengan usianya yang sudah dewasa, pasti pikirannya sudah dewasa, dong? Tidak mungkin orang seperti Mas Hilman tidak mempunyai kekasih. Aku yakin, sebenarnya dia mempunyai kekasih. Hanya saja, dia malu mengatakannya ke ibu karena mau bagaimana pun, orang tua Mas Hilman sudah menitipkan Mas Hilman ke ibu. Ah, sial! Kenapa orang tua Mas hilman kecelakaan? Andai tidak ada kecelakaan, pasti sekarang hidupku jauh lebih bahagia dengan status lajangku. Apa aku berpura-pura istirahat lalu jika ada kesempatan, aku akan kabur dari rumah ini? Aku juga butuh refreshing. Sebaiknya, aku hubungi teman-temanku dulu." gumam Riska meraih ponselnya dan mengetik di sebuah pesan grup nya.
'Aku akan traktir kalian, asalkan kalian mau menemaniku malam ini?' send grup.
Drt ...
'Maaf Riska, aku tidak bisa. Besok aku harus bekerja. Ajak yang lain saja.' balasan dari Nilla.
'Sama, aku juga tidak bisa. Lagi pula, malam ini malam pertamamu dengan suamimu kan? Berbaktilah pada suamimu. Layani dia dan berikan kita keponakan yang lucu-lucu.' balasan dari Rachel membuat Riska meletakkan ponselnya ke atas meja.
"Argkh! Apa mereka tidak tahu, kalau aku menikah karena terpaksa? Seharusnya, mereka tahu, karena aku sudah menceritakan semuanya. Tapi kenapa tidak ada yang mendukungku? Apa salahku? Aku tidak mencintai Mas Hilman dan aku tidak bisa melakukan malam pertama seperti yang di bicarakan oleh mereka. Apa aku pergi sendiri saja? Aku tidak butuh mereka untuk menemaniku. Baiklah, aku pergi sendiri, sekarang aku harus ber drama lagi." gumam Riska lalu melihat pintu kamar mandi yang terbuka. Segera Riska merebahkan tubuhnya kembali seperti posisi sedia kala.
Hilman keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah sang istri.
"Aku bantu!" titah Hilman mengulurkan tangannya.
"Bantu? Bantu untuk apa, Mas?" tanya Riska kebingungan.
"Berendam air hangat bisa membuat perutmu rileks. Aku sudah menyiapkan air hangat dan biarkan aku membantumu." jawab Hilman yang lagi dan lagi membuat Riska terkejut.
'Apa aku tidak salah dengar? Mas Hilman mau membantuku? Apa dia benar-benar mencintaiku? Tapi aku rasa, semua yang dia lakukan hanya karena permintaan orang tuanya sebelum meninggal.' batin Riska. "Tidak perlu, Mas. Kamu bisa tinggalkan aku sendirian. Aku mau istirahat. Terimakasih sudah membantuku. Oh, iya, Mas. Bukankah pernikahan ini pernikahan yang tidak di inginkan oleh kita berdua?" ucapnya lagi.
'Kita berdua? Aku yang meminta Bu Dewi menikahkanmu denganku tanpa sepengetahuanmu. Dan mengatasnamakan balas budi untuk menutupinya agar aku tidak malu.' batin Hilman.
"Mas, aku tidak pernah mencintaimu, dan aku juga tahu kalau kamu tidak pernah mencintaiku. Bagaimana kalau kita akhiri saja pernikahan ini tanpa sepengetahuan ibu? Dan aku berjanji, aku akan mengembalikan semua uang pengobatan Ayahku. Kamu tidak perlu mengirim uang untuk ibuku. Biar aku saja yang mengirimnya. Aku tidak mau kamu tertekan menghadapi pernikahan dan sikapku yang seperti anak kecil. Aku juga tahu, kalau kamu mempunyai kekasih di luar sana. Aku bisa menerimanya. Aku juga bisa menjelaskan pada kekasihmu, bagaimana?" tawar Riska yang tanpa sengaja membuat emosi Hilman muncul.
Hilman mengepalkan tangannya erat sembari mengontrol emosinya yang sudah berada di ubun-ubun.
"Bangkitlah, aku akan bantu melepaskan gaunmu." titah Hilman mengalihkan topik pembicaraan istrinya.
"Tidak perlu, Mas. Aku bisa sendiri. Aku mohon, Mas. Kita bercerai, ya! Selama ini aku diam, tapi bukan berarti aku tidak pernah melakukan sesuatu untuk menggagalkan pernikahan ini. Sudah berapa cara aku lakukan untuk menggagalkan pernikahan ini, tapi cara itu selalu gagal. Kita sangat berbeda. Aku yakin, kamu merasakan perbedaan itu, kan? Mulai dari usia, sifat, sikap dan pemikiran kita. Tidak ada kecocokan diantara kita." ujar Riska panjang lebar.
"Jangan buang waktumu untuk melakukan hal yang tidak berguna. Sekarang, bersihkan tubuhmu dulu. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu. Dan izinkan aku membantumu untuk melepas gaun pernikahanmu." titah Hilman yang mendapat gelengan kecil dari istrinya.
"Aku tidak mau tubuhku terlihat polos di depanmu, Mas. Aku tidak mau menggoda pria asing. Apalagi kita hanya berdua. Biarkan aku melakukan semuanya sendiri."
"Aku tidak yakin kau bisa melakukan semuanya sendiri dengan keadaanmu yang sedang sakit. Aku tidak ingin mendengar pengaduanmu ke ibumu tentangku." jawab Hilman.
'Benar apa yang dikatakan temanku, kan? Mas Hilman bersikap manis dan baik padaku karena ibu, saja. Aslinya Mas Hilman orang yang kaku. Banyak orang kantor yang takut padanya. Apalagi kalau sedang marah. Berapa banyak barang yang di pecahkan di ruangannya? Ibu, ibu, kenapa anakmu harus mendapatkan jodoh seperti Mas Hilman.' gumam Riska dalam hati.
"Putar tubuhmu!" titah Hilman yang tak sabar menghadapi sikap istrinya yang suka melamun.
"Tidak mau, Mas. Aku bisa melepas gaun ini sendiri. Sebaiknya, Mas--"
"Aku tidak butuh kata Tidak!" ketus Hilman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments